Home / Romansa / Bos Kampret Ku / 3. Bos Killer

Share

3. Bos Killer

last update Last Updated: 2024-02-28 18:47:33

Lila terpaksa makan di ruang kerja sambil menyiapkan dokumen-dokumen yang akan dipakai rapat oleh si bos siang ini. Yolanda pun ikut kena imbasnya. Sama-sama kehilangan jam istirahat gara-gara menunggui Lila membuat karamel machiato untuk Ezekiel, sampai bos mereka itu puas dengan rasanya. Namun, keduanya sudah sangat bestie, jadi Yolanda tidak kesal sama sekali. Justru prihatin dengan nasib Lila.

"Lila, aku barusan ditegur sama Pak Ezekiel." Bu Ana masuk ke dalam ruangan dengan wajah kesal.

Astaga, cobaan apa lagi ini. Lila sudah menduga wanita itu akan memberitahukan sebuah berita buruk. "Ada apa lagi, Bu?" cicitnya.

"Kamu lelet bikin kopinya. Mana nggak enak katanya. Itu bikin mood Pak Ezekiel hancur, Lila."

"Aduh, saya udah berusaha keras bikin karamel machiato, Bu. Mana Pak Ezekiel nggak mau yang sachetan. Tanya Yolanda deh, Bu." Yolanda di meja samping mengangguk-angguk.

"Ya, intinya Pak Ezekiel nggak mau tahu, itu sudah jadi tugas kamu, Lil."

"Duh, ribet bener sih tuh orang. Ini kan kantor, bukan cafe. Lagian bisa pesen di cafe bawah, ngapain suruh saya yang bikin, sih?" gerutu Lila, pelan tapi Bu Ana bisa mendengarnya.

"Hush! Jangan ngomong sembarangan, nanti Pak Ezekiel denger, kapok kamu," sela Bu Ana. "Dokumennya udah siap belum? Udah ditanyain sama Pak Ezekiel."

Lila hanya mengangguk seraya menata lembaran-lembaran kertas dan memasukkannya ke dalam stopmap. Kemudian dengan lemas menyerahkannya pada Bu Ana. Setelah wanita itu meninggalkan ruangan, Lila baru bisa bernapas lega.

"Gila, si bos baru bener-bener ngerjain aku, Yol."

Yolanda terkikik. Sambil cengar-cengir dia berkata, "Jangan-jangan Pak Ezekiel naksir kamu, Lil."

"Hah?!" Lila menggeleng keras. "Nggak, nggak, bukan itu masalahnya. Tapi ...."

Yolanda menutup mulut dengan telapak tangan saat mendengar cerita Lila tentang peristiwa pagi tadi yang dialami oleh sang sahabat. "Serius?"

Lila mengangguk lemah. "Kayaknya aku udah ditandai sama dia deh, Yol. Gimana nih nasib kerjaanku di sini."

"Kamu sih, Lil, main semprot aja. Liat-liat orangnya dulu dong, makanya."

"Dia yang nyolot duluan, Yol."

"Tau, ah."

"Ish! Gimana dong nasibku ini?"

"Mending kamu baik-baikkin Pak Ezekiel aja deh."

Lila memijit kening yang tiba-tiba pening. Nggak ada jalan lain apa selain yang Yolanda sebut barusan. Lama-lama Lila merasa ngeri juga kalau si bos baru bakalan dendam padanya dalam jangka waktu yang lama. Bagaimana nasibnya di kantor ini. Sumpah, mencari pekerjaan bagus sekarang susahnya minta ampun. Mana pengeluaran bulanan tidak bisa ditekan. Biaya kos, skin care, nongkrong, dan lain-lain.

"Lila!"

"Ya, Bu?" Lila terlonjak mendengar suara Bu Ana memanggilnya. Wanita itu berdiri di ambang pintu, dengan wajah masam tentunya.

"Kamu dipanggil Pak Ezekiel."

"Hah? Saya, Bu? A-ada apa, ya?"

"Ada yang nggak beres sama dokumen yang buat rapat nanti."

Lila mencoba mengingat-ingat apa dirinya melewatkan sesuatu tadi saat menyiapkan dokumen rapat. Mungkin saja, pikirannya tadi bercabang lima.

"Buruan! Malah bengong."

"Iya, iya, Bu." Lila menoleh ke arah Yolanda dengan ekspresi wajah memelas. Namun, tentu saja sang sahabat tidak bisa membantunya.

Ragu-ragu Lila mengetuk pintu ruangan Ezekiel. Suara dari dalam yang menyuruhnya masuk, memaksanya untuk menekan handle pintu, lalu mendorongnya pelan.

"Bapak panggil saya?" tanya Lila, berusaha bersikap setenang mungkin. Ezekiel memberi isyarat dengan tangan pada Lila untuk duduk di kursi kosong seberang mejanya.

Lila terkejut saat tiba-tiba Ezekiel melemparkan stopmap hijau ke hadapannya. "Kamu biasa bikin kesalahan kaya gitu? Heran, kenapa Bu Ana merekrut asisten seperti kamu. Ceroboh, tidak teliti."

Jantung Lila hampir saja berhenti mendengar ucapan tidak mengenakkan dari mulut sang bos. Dia membolak-balik kertas-kertas di dalam stopmap, mencoba mencari salahnya di mana.

"Ini bukan perusahaan ecek-ecek. Yang sekretarisnya nulis tanggal saja salah. Laporan pun saya baca tadi masih kurang relevan. Kamu sudah pelajari proyek ini belum?"

Ya, ampun. Lila hampir memaki-maki diri sendiri. Tapi, jika dipikir-pikir, gara-gara si bos juga pikirinnya jadi kalut. Siapa suruh ngerjain dia bikin karamel machiato a la cafe yang tidak manusiawi untuk manusia biasa seperti dirinya.

"Kamu perbaiki, saya kasih waktu lima belas menit. Kalau gagal, nanti saya kenakan sangsi sama kamu." Ezekiel menarik sudut bibirnya. Senang sekali melihat gadis itu pucat pasi.

"Iya, Pak." Lila berucap lemah. Dengan gontai dia melangkah keluar ruangan Ezekiel. Masuk ke ruangannya pun, dia harus menghadapi omelan Bu Ana.

"Kamu kok bisa-bisanya bikin kesalahan kecil kaya gitu? Nggak biasanya kamu kaya gini. Mikir apa sih kamu, Lil?"

"Maaf, Bu." Lila mengerucutkan bibir. Sungguh dia merasa begitu lelah hari ini. Ingin rasanya segera pulang dan memeluk bantal dan kasurnya. Tapi, kenyataan segera menamparnya. Dia hanya punya waktu lima belas menit untuk memperbaiki dokumen rapat. Dia tidak ingin mendapatkan sangsi si bos yang fix, kejam.

Untung saja, Ezekiel tidak menyuruhnya merevisi pekerjaannya lagi. Artinya, sudah tidak ada kesalahan lagi. Hari ini pekerjaannya pun selesai. Tidak sabar rasanya rebahan di atas kasur sambil nonton drakor, beserta camilan tentu saja.

Lila melangkah ke arah pintu lift tanpa memerhatikan sekeliling, karena sibuk merapikan isi tasnya. Dia terkejut saat menabrak sosok yang berdiri kokoh di depan pintu lift. Lila tidak percaya adegan pagi tadi terulang lagi. Si bos kampret itu lagi yang dia tabrak.

"M-maaf, Pak, silahkan duluan," ucapnya kikuk, sambil menekan tombol lift dan mempersilahkan Ezekiel masuk duluan. Pemuda tampan itu hanya tersenyum sinis, dan melangkah masuk ke dalam lift. Lila pun mengikuti masuk.

"Tadi nabrak saya, nggak mau marah-marah lagi?" Lila terkesiap mendengar Ezekiel tiba-tiba menyindirnya. Posisinya berada di belakang pemuda itu. Dan si bos tidak menolehnya saat berbicara. Tapi dari bayangan di dinding lift, dia sedang menatap Lila.

"Saya minta maaf, Pak. Saya nggak tahu kalau Bapak dirut baru," cicit Lila.

"Okay, saya terima maafnya. Tapi, saya sarankan, agak dikurangi sikap ceroboh kamu. Saya nggak mau semua itu ngaruh di kerjaan. Kantor ini punya standar tinggi sejak saya yang pegang. Kalau dengan dirut sebelumnya, kamu dan karyawan lain mungkin bisa santai, tapi dengan saya, jangan harap." Ezekiel berbicara panjang lebar, dan Lila hanya mengiyakan.

Beberapa petinggi perusahaan keluar masuk lift di setiap lantai yang disinggahi, dan semua membungkuk hormat pada Ezekiel. Lila akui, pemuda berpunggung kokoh itu cukup karismatik. Ah, tapi semua itu tertutup dengan mulutnya yang pedas mirip bon cabe level tiga puluh.

"Silahkan, Bapak, duluan," ucap Lila saat pintu lift terbuka dan lobi sudah terlihat.

"Saya sudah bilang, ya ... kalau rok kamu kependekan?"

Lila membulatkan mata mendengar ucapan Ezekiel yang tidak pernah ia sangka-sangka. Pasalnya, ada beberapa orang di dalam lift, yang seketika saling melempar pandang dan tersenyum-senyum. Malunya bukan main.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bos Kampret Ku   18. Ancaman Miranda

    Ezekiel memasuki rumahnya dengan wajah kusut. Suasana hatinya sedang tidak bagus. Bahkan Rebecca yang beberapa kali menelepon pun dia acuhkan. Ngomong-ngomong tentang Rebecca, jujur saja dalam hati Ezekiel merasa senang dengan kemunculan mantan kekasihnya itu setelah menghilang selama bertahun-tahun. Masih ada sedikit rasa yang tersisa di dalam hatinya untuk Rebecca. Namun, dia tidak tahu kenapa justru perempuan yang membuat suasana hatinya kacau adalah Lila. Ezekiel merasa begitu marah saat melihat Lila pulang dengan Ezra. Ezekiel tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan kesalnya pada Lila, sehingga dia justru malah melontarkan kata-kata pedas pada gadis itu. "El, baru pulang? Sini, mama mau ngomong!" panggil Miranda yang sedang duduk di ruang tengah. "Apa, Ma?" Ezekiel mendekati wanita itu dan duduk di seberang meja. "Mama mau tanya, kamu sama Lila sudah jalan berapa tahun?" Ezekiel terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu. Inilah yang dia takutkan. Ibunya benar-benar mengang

  • Bos Kampret Ku   17. Ngapain Kamu Di Sini?

    Lila benar-benar bingung saat mendapat telepon dari Miranda kalau dirinya harus datang hari ini ke rumahnya. Apa yang akan dikatakan Ezekiel kalau dia bertemu dengan bosnya itu di sana. Pasti Ezekiel akan berpikir kalau dia mengejar-ngejar pria itu. Tapi, jika tak datang, Miranda pasti akan kecewa. Pasalnya wanita itu tadi sepertinya sangat ingin dirinya datang. Setelah bergelut dengan perasaannya sendiri, Lila pun akhirnya memutuskan untuk datang ke alamat yang sudah diberikan oleh Miranda. Dia mengenakan pakaian sesopan mungkin agar kesan Miranda tidak buruk padanya. Tapi, kenapa juga dia memikirkan kesan Miranda padanya. Taksi yang membawanya ke rumah Miranda berhenti di depan gerbang tinggi menjulang bercat putih. Setelah membayar ongkos taksi, Lila menghambur keluar dan pelan mendorong pintu gerbang yang tak terkunci. Dengan hati berdebar-debar Lila melangkah memasuki halaman luas dengan taman yang indah. Apes. Dia melihat mobil Ezekiel terparkir di depan garasi. Artinya pria

  • Bos Kampret Ku   16. Seratus Lima Puluh Persen Setuju

    "Nyonya, ada tamu nyari Den Ezekiel. Tadi saya sudah ketuk-ketuk pintu kamarnya tapi ndak dijawab." Miranda yang sedang bersantai di kursi goyang sambil menikmati secangkir teh sore hari di teras belakang rumah menoleh ke arah asisten rumah tangga yang berdiri tak jauh darinya. "Siapa, Mbok?" tanyanya pada wanita paruh baya dengan rambut digelung yang hampir semuanya telah memutih itu. "Ndak tahu, Nyonya. Cewek." Miranda menarik sudut bibirnya. Pasti Lila si calon mantu. Hatinya girang dan beranjak dari duduknya. "Biar saya saja yang temui. Nanti saya panggil Ezekiel," ujarnya seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Dia berjalan menuju ruang tamu dan sosok cantik yang dilihatnya sedang duduk di sofa membuat alisnya mengerut."Rebecca?" "Hallo, Tante Miranda," sahut Rebecca sambil berdiri dan menghampiri Miranda. "Apa kabar, Tante, lama ya kita nggak ketemu." Perempuan itu meraih tangan Miranda dan menciumnya. Masih keheranan kenapa perempuan yang pernah dekat dengan putranya itu

  • Bos Kampret Ku   15. Perasaan Tak Enak

    Entah kenapa seharian ini Lila merasa begitu gelisah. Pikirannya tak bisa lepas dari pertanyaan siapa perempuan bernama Rebecca yang mengaku sebagai teman lama Ezekiel. Yang begitu mengganggu pikirannya adalah Rebecca saat ini masih berada di ruangan Ezekiel. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam ruangan itu selama berjam-jam. "Lil, makan yuk, laper nih." Suara Yolanda membuat Lila terkesiap. Dia baru sadar kalau perutnya sudah keroncongan dari tadi minta diisi. Lila pun mengiyakan ajakan Yolanda dan keduanya pergi ke cafetaria khusus petinggi perusahaan yang masih berada satu lantai dengan ruangan mereka. "Pak Ezekiel tuh," celetuk Yolanda. Lila otomatis menoleh ke arah mata Yolanda menatap. Ezekiel memasuki cafetaria dengan perempuan itu. Keduanya tampak akrab dan Lila seketika terpaku meliat gerak-gerik Rebecca yang tampak manja pada Ezekiel. Sesekali perempuan itu menyentuh lengan Ezekiel dan mengelusnya. Lila buru-buru memalingkan wajahnya. Apa-apaan itu. Hatinya dipenuhi pe

  • Bos Kampret Ku   14. Perasaan Apa Ini

    "Pak Ezekiel," desah Lila seraya menahan dada Ezekiel, berusaha menjauhkan pagutan bibir bosnya itu pada bibirnya. Mendadak sepertinya pengaruh alkohol menghilang dari dalam tubuhnya. Wajah Lila memerah menahan gugup, malu dan entah perasaan macam apa yang tengah melandanya kini. "Lila ....""Antar saya pulang, Pak," ucap Lila seraya memalingkan wajahnya ke luar jendela. Tanpa membantah, Ezekiel melajukan mobilnya pelan menuju kos Lila. Sepanjang perjalanan Lila terdiam, begitupun Ezekiel. Hingga mobil berhenti di depan gerbang kos Lila."Makasih, Pak," ucap Lila seraya membuka pintu dan melangkah keluar. Mobil Ezekiel berlalu begitu saja dari hadapan Lila. "Huh!" gerutu Lila. "Udah cium-cium nggak ngomong apa-apa lagi," gerutunya seraya memutar badan dan masuk ke halaman rumah. Naik ke tangga menuju kamarnya, Lila pun merebahkan badan di atas kasur. Pikirannya melayang ke adegan ciuman panas dengan Ezekiel. "Tadi aku sadar nggak sih abis ngapain sama si bos kampret?" gumamnya pada

  • Bos Kampret Ku   13. Kena Semprot

    "Nih lihat baik-baik. Kamu nelpon Pak Ezekiel. E-ze-ki-el!" seru Yolanda sambil menunjuk layar ponsel Lila."Astaga, mampus aku!" Lila menepuk jidatnya. "Ih, mataku kok bisa siwer gini sih, Yol. Mana katanya aku disuruh jangan ke mana-mana. Dia mau nyusul." Mata Yolanda membulat. Mulutnya menganga. "Serius? Waaah ... asyik, dong. Ada yang bayarin nih minuman kita."Wajah Lila sudah pucat-pasi. "Tapi dia kaya marah-marah gitu, Yol." "Eh, Pak Ezekiel, tuh!" pekik Yolanda kegirangan. "Pak Bos! Pak! Sini!" Yolanda melompat-lompat sambil melambai ke arah pria tampan yang baru saja melangkah masuk ke club. "Aduhhh!" Lila menutup wajahnya berharap Ezekiel tidak melihatnya. Namun, tentu saja itu adalah usaha yang sia-sia. Karena saat ini, Ezekiel sedang berjalan menuju ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" tanya Ezekiel dengan tatapan dingin. Lebih ke tatapan kesal saat memandang ke arah Lila. "Iya, Pak. Tapi sekarang bapak udah gabung ya jadi bertiga, dong," sahut Yolanda sambil tersenyum l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status