Lila terpaksa makan di ruang kerja sambil menyiapkan dokumen-dokumen yang akan dipakai rapat oleh si bos siang ini. Yolanda pun ikut kena imbasnya. Sama-sama kehilangan jam istirahat gara-gara menunggui Lila membuat karamel machiato untuk Ezekiel, sampai bos mereka itu puas dengan rasanya. Namun, keduanya sudah sangat bestie, jadi Yolanda tidak kesal sama sekali. Justru prihatin dengan nasib Lila.
"Lila, aku barusan ditegur sama Pak Ezekiel." Bu Ana masuk ke dalam ruangan dengan wajah kesal.Astaga, cobaan apa lagi ini. Lila sudah menduga wanita itu akan memberitahukan sebuah berita buruk. "Ada apa lagi, Bu?" cicitnya."Kamu lelet bikin kopinya. Mana nggak enak katanya. Itu bikin mood Pak Ezekiel hancur, Lila.""Aduh, saya udah berusaha keras bikin karamel machiato, Bu. Mana Pak Ezekiel nggak mau yang sachetan. Tanya Yolanda deh, Bu." Yolanda di meja samping mengangguk-angguk."Ya, intinya Pak Ezekiel nggak mau tahu, itu sudah jadi tugas kamu, Lil.""Duh, ribet bener sih tuh orang. Ini kan kantor, bukan cafe. Lagian bisa pesen di cafe bawah, ngapain suruh saya yang bikin, sih?" gerutu Lila, pelan tapi Bu Ana bisa mendengarnya."Hush! Jangan ngomong sembarangan, nanti Pak Ezekiel denger, kapok kamu," sela Bu Ana. "Dokumennya udah siap belum? Udah ditanyain sama Pak Ezekiel."Lila hanya mengangguk seraya menata lembaran-lembaran kertas dan memasukkannya ke dalam stopmap. Kemudian dengan lemas menyerahkannya pada Bu Ana. Setelah wanita itu meninggalkan ruangan, Lila baru bisa bernapas lega."Gila, si bos baru bener-bener ngerjain aku, Yol."Yolanda terkikik. Sambil cengar-cengir dia berkata, "Jangan-jangan Pak Ezekiel naksir kamu, Lil.""Hah?!" Lila menggeleng keras. "Nggak, nggak, bukan itu masalahnya. Tapi ...."Yolanda menutup mulut dengan telapak tangan saat mendengar cerita Lila tentang peristiwa pagi tadi yang dialami oleh sang sahabat. "Serius?"Lila mengangguk lemah. "Kayaknya aku udah ditandai sama dia deh, Yol. Gimana nih nasib kerjaanku di sini.""Kamu sih, Lil, main semprot aja. Liat-liat orangnya dulu dong, makanya.""Dia yang nyolot duluan, Yol.""Tau, ah.""Ish! Gimana dong nasibku ini?""Mending kamu baik-baikkin Pak Ezekiel aja deh."Lila memijit kening yang tiba-tiba pening. Nggak ada jalan lain apa selain yang Yolanda sebut barusan. Lama-lama Lila merasa ngeri juga kalau si bos baru bakalan dendam padanya dalam jangka waktu yang lama. Bagaimana nasibnya di kantor ini. Sumpah, mencari pekerjaan bagus sekarang susahnya minta ampun. Mana pengeluaran bulanan tidak bisa ditekan. Biaya kos, skin care, nongkrong, dan lain-lain."Lila!""Ya, Bu?" Lila terlonjak mendengar suara Bu Ana memanggilnya. Wanita itu berdiri di ambang pintu, dengan wajah masam tentunya."Kamu dipanggil Pak Ezekiel.""Hah? Saya, Bu? A-ada apa, ya?""Ada yang nggak beres sama dokumen yang buat rapat nanti."Lila mencoba mengingat-ingat apa dirinya melewatkan sesuatu tadi saat menyiapkan dokumen rapat. Mungkin saja, pikirannya tadi bercabang lima."Buruan! Malah bengong.""Iya, iya, Bu." Lila menoleh ke arah Yolanda dengan ekspresi wajah memelas. Namun, tentu saja sang sahabat tidak bisa membantunya.Ragu-ragu Lila mengetuk pintu ruangan Ezekiel. Suara dari dalam yang menyuruhnya masuk, memaksanya untuk menekan handle pintu, lalu mendorongnya pelan."Bapak panggil saya?" tanya Lila, berusaha bersikap setenang mungkin. Ezekiel memberi isyarat dengan tangan pada Lila untuk duduk di kursi kosong seberang mejanya.Lila terkejut saat tiba-tiba Ezekiel melemparkan stopmap hijau ke hadapannya. "Kamu biasa bikin kesalahan kaya gitu? Heran, kenapa Bu Ana merekrut asisten seperti kamu. Ceroboh, tidak teliti."Jantung Lila hampir saja berhenti mendengar ucapan tidak mengenakkan dari mulut sang bos. Dia membolak-balik kertas-kertas di dalam stopmap, mencoba mencari salahnya di mana."Ini bukan perusahaan ecek-ecek. Yang sekretarisnya nulis tanggal saja salah. Laporan pun saya baca tadi masih kurang relevan. Kamu sudah pelajari proyek ini belum?"Ya, ampun. Lila hampir memaki-maki diri sendiri. Tapi, jika dipikir-pikir, gara-gara si bos juga pikirinnya jadi kalut. Siapa suruh ngerjain dia bikin karamel machiato a la cafe yang tidak manusiawi untuk manusia biasa seperti dirinya."Kamu perbaiki, saya kasih waktu lima belas menit. Kalau gagal, nanti saya kenakan sangsi sama kamu." Ezekiel menarik sudut bibirnya. Senang sekali melihat gadis itu pucat pasi."Iya, Pak." Lila berucap lemah. Dengan gontai dia melangkah keluar ruangan Ezekiel. Masuk ke ruangannya pun, dia harus menghadapi omelan Bu Ana."Kamu kok bisa-bisanya bikin kesalahan kecil kaya gitu? Nggak biasanya kamu kaya gini. Mikir apa sih kamu, Lil?""Maaf, Bu." Lila mengerucutkan bibir. Sungguh dia merasa begitu lelah hari ini. Ingin rasanya segera pulang dan memeluk bantal dan kasurnya. Tapi, kenyataan segera menamparnya. Dia hanya punya waktu lima belas menit untuk memperbaiki dokumen rapat. Dia tidak ingin mendapatkan sangsi si bos yang fix, kejam.Untung saja, Ezekiel tidak menyuruhnya merevisi pekerjaannya lagi. Artinya, sudah tidak ada kesalahan lagi. Hari ini pekerjaannya pun selesai. Tidak sabar rasanya rebahan di atas kasur sambil nonton drakor, beserta camilan tentu saja.Lila melangkah ke arah pintu lift tanpa memerhatikan sekeliling, karena sibuk merapikan isi tasnya. Dia terkejut saat menabrak sosok yang berdiri kokoh di depan pintu lift. Lila tidak percaya adegan pagi tadi terulang lagi. Si bos kampret itu lagi yang dia tabrak."M-maaf, Pak, silahkan duluan," ucapnya kikuk, sambil menekan tombol lift dan mempersilahkan Ezekiel masuk duluan. Pemuda tampan itu hanya tersenyum sinis, dan melangkah masuk ke dalam lift. Lila pun mengikuti masuk."Tadi nabrak saya, nggak mau marah-marah lagi?" Lila terkesiap mendengar Ezekiel tiba-tiba menyindirnya. Posisinya berada di belakang pemuda itu. Dan si bos tidak menolehnya saat berbicara. Tapi dari bayangan di dinding lift, dia sedang menatap Lila."Saya minta maaf, Pak. Saya nggak tahu kalau Bapak dirut baru," cicit Lila."Okay, saya terima maafnya. Tapi, saya sarankan, agak dikurangi sikap ceroboh kamu. Saya nggak mau semua itu ngaruh di kerjaan. Kantor ini punya standar tinggi sejak saya yang pegang. Kalau dengan dirut sebelumnya, kamu dan karyawan lain mungkin bisa santai, tapi dengan saya, jangan harap." Ezekiel berbicara panjang lebar, dan Lila hanya mengiyakan.Beberapa petinggi perusahaan keluar masuk lift di setiap lantai yang disinggahi, dan semua membungkuk hormat pada Ezekiel. Lila akui, pemuda berpunggung kokoh itu cukup karismatik. Ah, tapi semua itu tertutup dengan mulutnya yang pedas mirip bon cabe level tiga puluh."Silahkan, Bapak, duluan," ucap Lila saat pintu lift terbuka dan lobi sudah terlihat."Saya sudah bilang, ya ... kalau rok kamu kependekan?"Lila membulatkan mata mendengar ucapan Ezekiel yang tidak pernah ia sangka-sangka. Pasalnya, ada beberapa orang di dalam lift, yang seketika saling melempar pandang dan tersenyum-senyum. Malunya bukan main.Ini akhir pekan, dan Lila hanya ingin rebahan saja di kamar kosnya. Palingan keluar cuma beli makan, atau kalau terlalu malas, dia bisa pesan makanan melalui layanan antar makanan. Namun, Yolanda tiba-tiba menelepon dan minta ditemani ke pesta nikahan temannya.Sudah ditolak mentah-mentah, eh, Yolanda malah mendatanginya ke kos sambil sujud-sujud memohon-mohon. Kasihan juga, tapi malas. Acara kondangan lagi. Untuk jomblo akut kaya Lila, itu penyiksaan namanya melihat pasangan menikah. Boro-boro ada yang diajak nikah, pacar aja nggak punya.Ngomong-ngomong Yolanda juga member JJKBC (Jomblo-jomblo Kurang Bahagia Club) seperti dirinya, sih. Terus ini dua jomblo akut pergi ke pesta nikahan orang saling gandengan tangan gitu, sementara yang lain datang berpasang-pasangan pamer pacar, pamer bini, pamer laki, dan semacamnya."Dasar jomblo nyusahin aja kamu, Yol. Aku kan pingin rebahan seharian. Udah tahu minggu ini kerjaanku sangat menguras energi gara-gara Ezekiel kampret itu.""Noh, kaca .
"Lil, nanti malam kamu gantiin saya mendampingi Pak Ezekiel acara gathering di hotel Rama, ya? Saya ada urusan keluarga yang nggak bisa saya tinggal."Baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangannya, Bu Ana sudah memberinya tugas. Apa tadi, mendampingi Pak Ezekiel acara gathering nanti malam. Artinya dia tidak bisa berakhir pekan dengan tenang."Saya, Bu?" tanya Lila."Iya, kamu."Sementara Yolanda di mejanya senyum-senyum jahil. Lila medesis. "Kenapa nggak Yolanda, Bu?""Aku udah bilang ke Bu Ana mau pulang ke Solo. Mamaku lagi sakit."Lila menghela napas berat. Akhir pekan yang seharusnya dia gunakan untuk bersantai-santai, masih juga harus bertemu dengan bosnya yang menyebalkan itu."Nggak usah protes, Lila. Pak Ezekiel bakal marah nanti kalau nggak ada pendampingan dari dewan sekretaris." Bu Ana berucap, menampik kekesalan Lila."Iya, deh, Bu," sahut Lila berat.Lila merasa canggung saat diberi tugas untuk mewakili Bu Ana, dalam menghadiri acara gathering para pengusaha. Ia
"Hah?" Ezekiel membelalakkan matanya mendengar jawaban Lila. "Kamar apa?" tanyanya."Ya apa kek, kamar hotel, kamar kontrakan, kamar kos," kikik Lila.Ezekiel menggeleng pelan. Lila yanb masih menempel padanya dia dorong masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman hotel. "Oke, aku antar kamu ke kamar. Alamat kamu di mana?" tanya Ezekiel begitu dia duduk di belakang kemudi. "Alamat apa ya, Pak?" Lila masih terkekeh-kekeh tak jelas sambil berusaha memeluk Ezekiel. Ezekiel menghela napas dalam-dalam. Cewek kalau sudah mabok memang sangat merepotkan. "Kamu duduk diem di situ!" perintahnya sambil mendorong Lila ke kursinya, dan mengikatkan sabuk pengaman kencang-kencang. "Cepet bilang alamat kamu di mana?""Mmm ... oh, maksud bapak alamat kosku?" kikik Lila. "Ya terserah lah yang penting alamat kamu tinggal.""Oh, di ... mmm ... sebentar aku inget-inget dulu." Lila menggaruk kepala. "Jalan Cempaka daerah__," Lila menyebutkan nama daerah tempat dia tinggal.Ezekiel membuka map di
Hari senen adalah mimpi buruk bagi Lila, sebab dia harus masuk kantor dan bertemu dengan Ezekiel. Mau ditaruh di mana mukanya. Parah sekali apa yang dilakukannya pada Ezekiel. Lebih parahnya lagi, Lila benar-benar memepermalukan dirinya sendiri. "Lil, kenapa sih? Mukanya kaya orang pingin berak gitu?" ucap Yolanda. "Pak Ezekiel di ruangannya nggak, ya?" tanya Lila harap-harap cemas. Dia sungguh berharap hari ini Ezekiel tidak datang ke kantor, jadi Lila punya waktu untuk menyiapkan mentalnya. Ada dua hal yang harus dia lakukan pada bosnya itu. Pertama, mengembalikan dompet, kedua, meminta maaf atas perbuatan tidak senonohnya malam itu. "Kayaknya tadi aku lihat dia udah berangkat, deh.""Aduh, mampus aku!" Lila memegangi kepalanya frustrasi. "Kenapa sih, Lil? Kamu bikin masalah lagi sama Pak Ezekiel?" "Lebih parah dari itu." Seketika Lila ingin berubah menjadi kertas-kertas di atas meja saat mengingat peristiwa memalukan malam itu. "Coba cerita," pinta Yolanda penasaran. Dan saa
Ezekiel membaringkan tubuh Lika ke atas kasur. Gadis itu masih bicara tak jelas sambil berusaha untuk menyentuh pipi, dada dan kepala Ezekiel. Diraihnya kedua tangan Lila dan dia tahan dengan satu tangan. Sementara tangan yang lain menarik selimut untuk menutupi tubuh Lila. "Pak Ezekiel, bapak ganteng banget, sih," kekeh Lila. "Kamu mabok berat. Sebaiknya kamu tidur," perintahnya seraya beranjak dari duduknya. Namun lengannya tiba-tiba dicekal oleh Lila. Gadis itu menariknya cukup kuat sehingga dia rebah ke atas kasur. Ezekiel terkesiap saat Lila menimpa sebagian badannya dari samping. "Sini aja, Pak. Temenin aku," rengek Lila seraya memeluknya erat. Bahkan bagian dada gadis itu terasa kenyal menyentuh lengan bagian atas. Sedang lutut Lila menimpa area pribadinya di bawah sana. Parahnya lagi, gadis itu menggesek-gesekkan lututnya di sana. Laki-laki mana yang tidak tergelitik nalurinya saat diperlakukan semacam itu oleh seorang perempuan cantik dan cukup seksi."Lila, hei!" Ezekiel
"Nggak salah lihat, nih?" ujar Yolanda saat Lila baru tiba di kantor pagi itu. Lila memakai pakaian yang cukup tertutup. Tidak seperti biasanya yang selalu mengenakan rok pendek setinggi di atas lutut, blazer dengan daleman yang agak sedikit menurun di bagian dada, kini Lila mengenakan celana panjang dipadu blazer yang melapisi kemeja berkerah tinggi."Kenapa, sih?" tanya Lila seraya menarik kursinya. "Nggak pake hijab sekalian, Lil?" Kikik Yolanda. "Belum dapet hidayah," timpal Lila asal. "Aku tahu nih kenapa kamu pake pakaian tertutup kaya gini. Pasti ....""Hush! Diem kamu, Yol!" Yolanda malah meloloskan tawa. "Percumah pake baju ketutup gitu, Lil. Ingatan Pak Ezekiel pasti masih fresh malam itu," godanyanya. "Nyebelin!" gerutu Lila seraya menyalakan laptop. "Gila, ini kita nyiapin berkas buat rapat direksi sebanyak ini?" tanyanya seraya menatap layar."Iya, kan dapet tender gede. Kata Bu Ana harus selesai jam sepuluh pagi, tadi dia nelpon."Lila melirik jam di lengannya. "Hah
"Saya tunggu di mobil sekarang"Pesan yang muncul di layar ponsel membuat Lila terkejut. Pesan dari Ezekiel yang membuat Lila buru-buru menghabiskan mangkuk baksonya. "Kenapa sih, Lil? Makan kaya orang kesetanan gitu?" tanya Yolanda keheranan."Ini nih, aku udah ditunggu Pak Ezekiel," jawab Lila dengan mulut penuh."Ditunggu? Mau ke mana? Cieh! Kencan, ya?" "Kencan gundulmu! Nemenin dia ngecek proyek.""Wah, modus itu, Lil. Dia cuma mau deket sama kamu." Lila memutar kedua bola mata jengah. "Udah deh, Yol. Nggak usah mulai!" Lila menyambar tas jinjingnya dan meninggalkan Yolanda makan sendiri di kantin. Buru-buru dia masuk ke lift untuk turun ke lobby. Setelah itu dia berlarian keluar kantor lalu mencari-cari mobil Ezekiel. Setelah melihat mobil sedan mewah milik bosnya itu, dia berlarian mendekat. Tepat saat dia hendak membuka pintu belakang, pintu itu sudah dibuka dari dalam. Ezekiel sudah duduk manis di kursi sebelah. Sopir juga sudah siap melajukan mobil. "Lama banget? Kamu s
"Kamu pegang saja kadonya. Nanti kamu yang ngasih." Lagi-lagi Lila dibuat kebingungan dengan permintaan Ezekiel. "Bentar, Pak," cegah Lila saat hendak keluar dari mobil. Mereka berada di parkiran sebuah restauran mewah. "Apa lagi?" "Pak, ini kan mau ngasih kado ke pacarnya bapak, bukan? Kok malah saya yang harus ngasih? Gimana ceritanya ini?" Ezekiel terkekeh. Sumpah ini baru pertama kalinya Lila melihat Ezekiel tersenyum dari dekat. Gantengnya maksimal, membuat Lila tiba-tiba merasa gugup. "Yang akan kita temui itu mamaku," ucap Ezekiel."Oh," sahut Lila. Entah kenapa dia merasa lega. Perasaan macam apa ini. Lila buru-buru menepis rasa aneh dalam hatinya. "Nanti waktu ketemu, kamu pura-pura jadi pacarku.""Hah? Serius ini, Pak?" tanya Lila kaget."Serius lah, apa aku kelihatan bercanda?" Ezekiel menatap Lila tajam membuat gadis itu merinding. Tak kuat dia menantang tatapan elang itu, seketika dia menundukkan kepala."Baik, Pak." "Nanti jangan panggil aku pak.""Terus panggil a