Share

9. Keturunan Ninja

Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan.

Namun ...

Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. 

"Achk!!"

Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. 

"Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. 

Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bagian atas Langley dan membaringkan kepalanya lurus pada tangga batu. 

"Bagaimanapun kamu telah memberikan banyak pelajaran padaku. Semoga Tuhan mengampunimu, Langley." gumam Jordan pelan, lalu mendoakan pria itu dengan mengucapkan beberapa kalimat suci. 

Kelopak mata Maximus tidak bisa tidak mengerjap melihat apa yang Jordan lakukan pada Langley. 

"Kita harus segera pergi, sebelum ada yang menyadari apa yang telah terjadi di sini!" 

Maximus menarik pangkal lengan Jordan dan menyeret pria muda yang masih terluka pada punggungnya itu untuk dia bawa menuju kapal di bagian bawah bangunan penjara batu. 

Hanya ada satu perahu Maximus yang tersisa masih tertambat di depan pintu masuk penjara pulau. 

"Terima kasih, saya Jasper ...saya akan mengingat budi baik Anda selama saya hidup. Jangan sungkan meminta bantuan pada saya Jasper dari Orebro." 

Salah satu tahanan sengaja menunggu Maximus dan Jordan untuk berterima kasih, juga lima orang pria yang telah berada di dalam kapal kecil melambaikan tangan dan tinju di dada pada Maximus serta Jordan sebagai bentuk penghormatan. 

Maximus mengangguk cepat tanpa membalas ucapan Jasper, lalu dia membawa Jordan masuk ke dalam kapalnya. 

Senyum di mata Jasper tetap tidak hilang, terus melihat kapal Maximus dan Jordan berlayar lebih dulu dari kapalnya bersama teman-temannya. 

"Ku dengar pria itu mencari nama Jordan Smith Watanabe sebelumnya ..." cetus salah satu pria di dalam kapal pada Jasper saat pria itu masuk ke dalam kapal dan mereka berlayar ke arah yang berbeda dengan kapal Maximus. 

"Ya, pria yang terluka itu adalah Jordan Smith Watanabe." sahut Jasper, mematri nama tersebut masuk ke dalam kepalanya untuk dia ingat sepanjang usianya. 

Jasper bersama kelima temannya tersebut telah berada di penjara batu selama sepuluh tahun lebih karena aksi mereka merampok pengusaha kaya ketahuan aparat polisi. Sehingga mereka semua dibuang ke penjara batu tanpa pernah menghadiri pengadilan sama seperti Jordan alami. 

--

"Siggy ..." panggil Mary Helena pada asistennya yang telah datang ke rumah pedesaan, tempatnya tinggal.

Pastur Lukas menempati sebuah rumah berbeda dan tidak jauh dari rumah Mary Helena tempati. 

"Ya, Nyonya. Saya di sini," 

Siggy buru-buru menghampiri Mary Helena yang duduk pada kursi di teras belakang rumah. 

"Tanya Pastur, apakah Jordan sudah dalam perjalanan ..."

"Ya, Jordan sudah dalam perjalanan." Pastur Lukas yang baru datang hendak memeriksa keadaan Mary Helena dan mendengar ucapan wanita itu, langsung menjawab memotong perkataannya dimana kondisi kesehatannya semakin menurun melemah. 

Mary Helena menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Pastur Lukas. 

"Terima kasih, Pastur. Bahkan jika Anda berbohong pun, saya akan tetap berterima kasih." ucap Mary Helena seraya menyusut cairan bening pada sudut matanya dengan saputangan yang diberikan Siggy. 

"Itu benar, Nyonya. Saya membaca berita pagi ini, aparat polisi menemukan beberapa mayat di penjara tengah pulau. Juga ada beberapa wanita yang terperangkap di sana. Beritanya viral beberapa jam lalu tapi sekarang sudah menghilang. Sepertinya ditutupi." Marco turut berbicara meyakinkan Mary Helena. 

Mary Helena tersenyum tipis dengan kelopak mata hendak jatuh berkedip lemah. Sedangkan Pastur Lukas yang belum mengetahui berita tentang penjara tengah pulau tersebut dan ucapannya pada Mary Helena sebelumnya hanyalah untuk menggembirakan hati wanita itu, langsung membuat simbol berdoa dengan tangannya memuji Tuhan. 

"Marco ...tolong urus semua surat-surat harta keluargaku dan berikan semuanya seperti yang ku katakan sebelumnya untuk Maximus." tutur Mary Helena terbata-bata dan sangat lirih. 

"Sudah saya siapkan, Nyonya. Jangan kuatir,"

Kepala Mary Helena mengangguk, lalu dia menoleh ke arah Siggy, "Selamat atas pernikahan kalian. Sebagai hadiahnya ...ku berikan semua perhiasanku yang terkubur di samping makam suamiku." ujarnya seakan memberikan wasiat terakhirnya pada orang-orang yang dia percaya. 

"Pastur, aku ingin membuat pengakuan dosa," lanjut Mary Helena yang tatapannya telah beralih pada Pastur Lukas. 

Pastur Lukas mengangguk. Siggy dan Marco segera menyingkir dari sisi Mary Helena agar majikan mereka itu bisa leluasa membuat pengakuan dosanya pada Pastur Lukas. 

--

Sudah tengah malam di pedesaan, suara binatang hutan tidak ada terdengar. Malam terasa sangat sunyi saat Siggy baru saja keluar dari kamar Mary Helena untuk melihat keadaan majikannya tersebut. 

"Owh!" Siggy terpekik terkejut ketika melihat ada dua siluet di depan matanya sudah membuka pintu rumah. 

"S-si-siapa kalian?" tanya Siggy berdesis dan terbata seraya bergerak melangkah mundur.

"Siggy!" panggil Jordan langsung mengenali suara pelayan Mamanya. 

Siggy semakin mundur ke belakang beberapa langkah, menyipitkan matanya untuk memperhatikan wajah pria yang terlihat dekil dan sangat tua di depannya tersebut. 

"Dimana Mamaku, Siggy?" tanya Jordan to the point.

"M-mama?! Och Tuan Muda! Jordan ...!"

Siggy berteriak yang terdengar nyaring pada tengah malam, berhambur memeluk tubuh Jordan yang meskipun kotor, tetap dia sayangi. 

"Siggy ...dimana Jordan?" terdengar suara Mary Helena bertanya dan membuka pintu kamarnya. 

Marco juga keluar dari kamarnya, menghidupkan lampu di dalam ruangan tengah yang sebelumnya telah dimatikan oleh Siggy, untuk melihat apa yang telah terjadi.

"Mama ...!" 

Jordan langsung menjatuhkan kedua lututnya, bersimpuh di depan kaki Mary Helena dan menciumnya tanpa sungkan. 

"Bangun, Sayang ..." Mary Helena merengkuh pundak Jordan untuk membawa putranya itu berdiri. 

Maximus yang sejak awal berdiri diam di samping Jordan, berjalan ke arah teras belakang dan mendudukkan tubuhnya pada salah satu kursi. Entah kenapa hati pria itu merasa seperti di tusuk jarum saat melihat Jordan begitu memuliakan Mamanya. 

"Terima kasih!" Pastur Lukas menepuk pundak Maximus pelan, lalu duduk di depan adik lelakinya tersebut. 

Pastur Lukas mendengar teriakan Siggy sebelumnya, segera datang tergopoh-gopoh ke rumah tempat Mary Helena. 

Di ruang tengah, tangan Mary Helena bergetar membelai wajah Jordan yang terlihat hitam dan dekil. Sedangkan Siggy bersama Marco menyiapkan minuman serta makanan untuk Jordan dan Maximus yang sepertinya sangat kelaparan. 

Siggy juga menyiapkan air mandi hangat untuk kedua tamu yang sangat Mary Helena tunggu-tunggu kedatangannya tersebut. 

"Maafkan aku ..." bisik Jordan sembari mengecup telapak tangan Mary Helena saat Mamanya itu tidak berhenti membelai wajahnya. Mereka telah pindah duduk ke sofa. 

"Mama tau, kamu tidak salah. Jangan meminta maaf." ujar Mary Helena yang mata indahnya mengerjap berkali-kali agar lebih jelas melihat Jordan, karena airmata juga telah membanjir turun. 

Airmata bahagia!

Malam itu Jordan akhirnya bisa bertemu dan tidur memeluk Mary Helena yang merasa telah sembuh dari semua rasa sakit dalam tubuhnya. 

Sudah satu minggu berlalu sejak Mary Helena bertemu dengan Jordan, dan dia benar-benar terlihat telah sembuh total.

Mary Helena membuatkan makanan kesukaan putranya tersebut serta membantu menggosok tubuhnya saat dia mandi. Pun juga turut merapikan janggut dan cambang pada sisi wajah Jordan yang jauh lebih terlihat tampan dari awal mereka bertemu.

Sementara Maximus yang masih enggan pergi seakan menikmati waktu liburannya di pedesaan, tinggal bersama Pastur Lukas, baru saja datang ke teras belakang rumah Mary Helena sambil membaca pesan di ponselnya dari bosnya. 

"Carikan ninja yang tampan untuk menjadi pengawal Lagertha. Ingat, selain jago beladiri, dia juga harus tampan!" 

Tatapan mata Maximus tertumbuk pada Jordan yang sedang berlatih beladiri di halaman berumput ilalang, didampingi Mary Helena yang seperti memberi petunjuk gerakan pada putranya itu. 

Kulit Jordan telah kembali putih bersih dan wajahnya benar-benar sangat tampan. Pria yang terlihat matang tersebut adalah keturunan terakhir dari pemimpin ninja hebat Jepang, Keigo Watanabe dengan wanita tercantik seantero Swedia, Mary Helena. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status