Share

8. Pembebasan

Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun.

Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan.

Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan.

Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan.

"Kau menantangku, Jordan?!"

Sreekk ...Cratt!

Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu.

"Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!"

Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley.

Langley kembali melebihi batas cambukannya yang seharusnya berjumlah dua puluh tujuh untuk Jordan, menjadi tiga puluh cambukan.

"Bawakan dia pakaian bersih setiap hari! Tubuhnya bau pesing dan sangat menjijikkan!" titah Langley seraya menyerahkan cambuknya ke salah satu dari dua pengawal yang bersamanya.

"Apakah perempuan dari Ben sudah datang?" tanya Langley pada petugas yang menyongsongnya saat dia telah berada di luar ruangan Jordan.

"Ya, mereka ada enam orang dan masih sangat muda-muda!" jawab sang petugas anak buah Langley.

Langley adalah anak buah Ben Horik yang diperintah pria itu untuk mengelola penjara pada tengah pulau. Semua kebutuhan Langley beserta para anak buahnya yang menemani Langley di pulau dipenuhi oleh Ben, termasuk kebutuhan perempuan setiap pekannya selalu datang silih berganti jika Langley tidak menahan para wanita 'hadiahnya' tersebut.

--

Air di dinding batu dalam ruangan penjara Jordan masih terus mengalir yang membuat pria itu bisa mandi bahkan dengan tubuh telanjang di dalam ruangannya, dimana air tersebut langsung menghilang meresap ke tanah bebatuan, tidak mengalir keluar ruangannya sehingga tidak pernah diketahui oleh para penjaga maupun Langley.

Jordan sedang berbaring telungkup, menatap tulisan di dinding ruangannya yang beberapa hari lalu kembali dia tajamkan menggunakan kerikil.

Tatapan Jordan mengarah pada sebuah batu yang dia jadikan untuk menghitung sudah berapa kali dirinya dicambuk oleh Langley.

"Uhm, sudah lima tahun lebih ...sepertinya sebentar lagi genap enam tahun atau memang telah enam tahun sekarang aku berada di sini?" gumam Jordan sambil berusaha bangkit dari tidur menelungkupnya untuk duduk dan menyandarkan punggungnya perlahan ke dinding batu.

Bibir Jordan berdesis seketika, merasakan ngilu dan perih saat tubuhnya bergerak.

Jordan meraba kepala dan sisi wajahnya yang sangat lebat ditumbuhi rambut, terasa kasar pada telapak tangannya. Janggut Jordan bahkan telah mencapai dadanya dan rambut di kepalanya hampir sepinggang.

Jordan mengais batu pada dinding, kemudian dia gosok-gosokkan batu tersebut ke bebatuan lain agar semakin tajam dan bisa dia gunakan sebagai pisau.

Benar saja, beberapa menit kemudian, kepala Jordan telah botak berdarah-darah dia gunduli menggunakan batu tajam di tangannya.

"Mama ...bagaimana kabarmu? Segera kita bisa bertemu, entah di dunia atau di surga ..." bisik Jordan yang sangat merindukan Mary Helena hingga dadanya terasa seperti membengkak setiap kali mengingat Mamanya.

Jordan menengadah melihat ke sekat kaca di atas langit-langit ruangannya. Malam telah turun dan sekat kaca memantulkan cahaya jingga masuk ke dalam ruangan.

"Hidupku tidak dimulai dengan kebencian. Terima kasih sudah mengajarkan sabar padaku, Tuhan ..." gumam Jordan sambil memposisikan tubuhnya seperti orang berdoa menghadap dinding batu, tempat air mengalir.

Entah sudah berapa lama Jordan berdoa hingga pria itu jatuh tertidur dan terbangun terkejut saat pintu baja ruangannya di buka paksa dari luar.

Jordan terbangun, beringsut mundur ke sudut ruangan sambil berdesis menahan perih dan ngilu pada punggungnya, luka bekas cambukan Langley yang telah membengkak.

Mata Jordan melihat tajam ke arah pintu yang berdebum terbuka di depannya.

"Jordan Smith Watanabe?!" ucap seorang pria bertubuh besar yang tidak bisa Jordan kenali wajahnya.

Tetapi Jordan tahu, tidak seorangpun pengawal Langley yang berbicara padanya sebelumnya. Penjaga mengantar makanan hanya berkata beberapa kalimat saja yang menyuruh makan atau mati. Tidak ada yang memanggil namanya lengkap seperti pria yang kini telah berdiri tegak dalam ruangan gelap, di depan Jordan.

"Ach sepertinya salah lagi!" gumam sang pria menggerutu berjalan mundur keluar dari ruangan karena tidak ada jawaban dari Jordan.

Saat sang pria telah berada di lorong, membuka ruangan penjara lainnya di sebelah ruangan Jordan dan berteriak menyebutkan nama lengkapnya kembali.

"A-aku ...aku Jordan ..." ucap Jordan terbata di belakang sang pria yang dia ikuti ke lorong.

Sang pria berjalan mundur menghampiri Jordan, tangannya mencengkeram wajah Jordan untuk dia tatap lekat-lekat.

"Ikut denganku!" ujar sang pria tegas sudah menarik pergelangan tangan Jordan untuk dia bawa pergi.

Sang pria melemparkan anak kunci pada salah satu tahanan yang berlari keluar agar membebaskan tahanan lainnya.

"Wah ...wah ...wah! Kalian mau pergi?" Langley bersama anak buahnya muncul menghadang langkah sang pria yang tidak lain adalah Maximus dan Jordan yang hendak menuju kapal di bagian bawah, satu-satunya pintu masuk dan keluar dari penjara di pulau tersebut.

Di belakang Jordan dan Maximus, para tahanan lain ikut mengekori mereka setelah ruangan tahanannya di buka oleh Maximus yang sebelumnya mencari Jordan.

Langley mengangayunkan cambuknya ke udara yang dia arahkan pada pria bertubuh besar di samping Jordan, namun Maximus yang sangat terlatih juga tidak kalah kejamnya dari Langley berhasil meraih ujung cambuk penjaga penjara tersebut.

"Ya! Kami dan semua tahananmu mau pergi. Siapkan kapal!" jawab Maximus dengan suara lantang menggelegar seperti ejekan pada Lanley.

Maximus menarik ujung cambuk yang dipegang erat oleh Langley tersebut dan dengan kecepatan kilat dia membanting tubuh kurus Langley ke dinding batu di sebelahnya.

"Cepat cari perahu di bawah! Dan kau ...bisa berjalan?"

Maximus memberikan titah pada tahanan lain dengan memberi mereka jalan agar bisa pergi ke bagian bawah penjara batu. Maximus sekilas sudah melihat punggung Jordan penuh luka dan darah mengering, karena pria muda yang terlihat jauh lebih tua dari usianya tersebut belum mengenakan atasannya.

Meskipun masih bingung dengan apa yang terjadi, kepala Jordan mengangguk menjawab pria besar yang baru saja membanting Langley tersebut.

Para tahanan berlarian menuruni lorong dan tangga batu menuju ke bawah. Walaupun berhadapan dengan anak buah Langley, tetapi anak buah Langley kalah jumlah dari para tahanan . Sehingga dengan mudah tubuh mereka dirobohkan dan diinjak-injak oleh para tahanan yang ingin pergi meloloskan diri dari penjara terkutuk tersebut.

"Kau tidak bisa pergi!" seru Langley sudah bangkit berdiri mencekal lengan Jordan dan membantingnya ke tanah.

Maximus menggeram dengan sorot mata seakan menyala kejam. Tidak ada orang yang berani memprovokasinya saat berhadapan dengannya, meski dia tetap akan menghabisi nyawa para targetnya.

Tubuh Maximus berputar dan menendang perut Langley bertubi-tubi hingga sebuah tinju telak pada pangkal lehernya.

"Jangan! Jangan bunuh dia! Tuhan bahkan tidak pernah dendam pada pengkhianat dan penyiksanya ..." ucap Jordan lirih sambil terbatuk-batuk darah, menahan pakaian bagian samping pinggang Maximus.

Maximus menyeringai mendengar ucapan Jordan, tetapi pria itu menurutinya untuk tidak membunuh Langley.

Maximus membantu Jordan bangkit berdiri dan tepat saat itu pula sebuah pisau melayang ke arah kening Jordan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zetha Salvatore
Lembutnya hatimu, Jordan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status