Jordan kembali mendapat hadiah cambukan ke dua puluh tujuh. Ya, pria malang itu telah berada di penjara batu dalam pulau selama lima tahun.
Langley semakin menggila mencambuki punggung Jordan. Tetapi Jordan sudah tidak berteriak lagi juga tidak melantunkan firman Tuhan.Sebaliknya Jordan justru tertawa terbahak-bahak, menantang Langley agar membunuhnya dengan cambukan.Punggung Jordan sudah seperti akar pepohonan karena banyak terdapat bekas luka serta bilur-bilur daging menggumpal mengeras yang saling bersambungan."Kau menantangku, Jordan?!"Sreekk ...Cratt!Cambukan Langley berayun tinggi dan segera ujungnya tenggelam ke dalam luka pada punggung Jordan yang telah mengalirkan darah segar hingga menetes pada lantai batu."Kau sudah tua, Langley! Cambukanmu seperti elusan bayi!"Jordan terbahak-bahak hingga memuntahkan seteguk darah dari tenggorokannya yang kian terasa perih. Jordan mempertaruhkan tubuh dan nyawanya sendiri untuk mengukur batas kemampuan Langley.Langley kembali melebihi batas cambukannya yang seharusnya berjumlah dua puluh tujuh untuk Jordan, menjadi tiga puluh cambukan."Bawakan dia pakaian bersih setiap hari! Tubuhnya bau pesing dan sangat menjijikkan!" titah Langley seraya menyerahkan cambuknya ke salah satu dari dua pengawal yang bersamanya."Apakah perempuan dari Ben sudah datang?" tanya Langley pada petugas yang menyongsongnya saat dia telah berada di luar ruangan Jordan."Ya, mereka ada enam orang dan masih sangat muda-muda!" jawab sang petugas anak buah Langley.Langley adalah anak buah Ben Horik yang diperintah pria itu untuk mengelola penjara pada tengah pulau. Semua kebutuhan Langley beserta para anak buahnya yang menemani Langley di pulau dipenuhi oleh Ben, termasuk kebutuhan perempuan setiap pekannya selalu datang silih berganti jika Langley tidak menahan para wanita 'hadiahnya' tersebut.--Air di dinding batu dalam ruangan penjara Jordan masih terus mengalir yang membuat pria itu bisa mandi bahkan dengan tubuh telanjang di dalam ruangannya, dimana air tersebut langsung menghilang meresap ke tanah bebatuan, tidak mengalir keluar ruangannya sehingga tidak pernah diketahui oleh para penjaga maupun Langley.Jordan sedang berbaring telungkup, menatap tulisan di dinding ruangannya yang beberapa hari lalu kembali dia tajamkan menggunakan kerikil.Tatapan Jordan mengarah pada sebuah batu yang dia jadikan untuk menghitung sudah berapa kali dirinya dicambuk oleh Langley."Uhm, sudah lima tahun lebih ...sepertinya sebentar lagi genap enam tahun atau memang telah enam tahun sekarang aku berada di sini?" gumam Jordan sambil berusaha bangkit dari tidur menelungkupnya untuk duduk dan menyandarkan punggungnya perlahan ke dinding batu.Bibir Jordan berdesis seketika, merasakan ngilu dan perih saat tubuhnya bergerak.Jordan meraba kepala dan sisi wajahnya yang sangat lebat ditumbuhi rambut, terasa kasar pada telapak tangannya. Janggut Jordan bahkan telah mencapai dadanya dan rambut di kepalanya hampir sepinggang.Jordan mengais batu pada dinding, kemudian dia gosok-gosokkan batu tersebut ke bebatuan lain agar semakin tajam dan bisa dia gunakan sebagai pisau.Benar saja, beberapa menit kemudian, kepala Jordan telah botak berdarah-darah dia gunduli menggunakan batu tajam di tangannya."Mama ...bagaimana kabarmu? Segera kita bisa bertemu, entah di dunia atau di surga ..." bisik Jordan yang sangat merindukan Mary Helena hingga dadanya terasa seperti membengkak setiap kali mengingat Mamanya.Jordan menengadah melihat ke sekat kaca di atas langit-langit ruangannya. Malam telah turun dan sekat kaca memantulkan cahaya jingga masuk ke dalam ruangan."Hidupku tidak dimulai dengan kebencian. Terima kasih sudah mengajarkan sabar padaku, Tuhan ..." gumam Jordan sambil memposisikan tubuhnya seperti orang berdoa menghadap dinding batu, tempat air mengalir.Entah sudah berapa lama Jordan berdoa hingga pria itu jatuh tertidur dan terbangun terkejut saat pintu baja ruangannya di buka paksa dari luar.Jordan terbangun, beringsut mundur ke sudut ruangan sambil berdesis menahan perih dan ngilu pada punggungnya, luka bekas cambukan Langley yang telah membengkak.Mata Jordan melihat tajam ke arah pintu yang berdebum terbuka di depannya."Jordan Smith Watanabe?!" ucap seorang pria bertubuh besar yang tidak bisa Jordan kenali wajahnya.Tetapi Jordan tahu, tidak seorangpun pengawal Langley yang berbicara padanya sebelumnya. Penjaga mengantar makanan hanya berkata beberapa kalimat saja yang menyuruh makan atau mati. Tidak ada yang memanggil namanya lengkap seperti pria yang kini telah berdiri tegak dalam ruangan gelap, di depan Jordan."Ach sepertinya salah lagi!" gumam sang pria menggerutu berjalan mundur keluar dari ruangan karena tidak ada jawaban dari Jordan.Saat sang pria telah berada di lorong, membuka ruangan penjara lainnya di sebelah ruangan Jordan dan berteriak menyebutkan nama lengkapnya kembali."A-aku ...aku Jordan ..." ucap Jordan terbata di belakang sang pria yang dia ikuti ke lorong.Sang pria berjalan mundur menghampiri Jordan, tangannya mencengkeram wajah Jordan untuk dia tatap lekat-lekat."Ikut denganku!" ujar sang pria tegas sudah menarik pergelangan tangan Jordan untuk dia bawa pergi.Sang pria melemparkan anak kunci pada salah satu tahanan yang berlari keluar agar membebaskan tahanan lainnya."Wah ...wah ...wah! Kalian mau pergi?" Langley bersama anak buahnya muncul menghadang langkah sang pria yang tidak lain adalah Maximus dan Jordan yang hendak menuju kapal di bagian bawah, satu-satunya pintu masuk dan keluar dari penjara di pulau tersebut.Di belakang Jordan dan Maximus, para tahanan lain ikut mengekori mereka setelah ruangan tahanannya di buka oleh Maximus yang sebelumnya mencari Jordan.Langley mengangayunkan cambuknya ke udara yang dia arahkan pada pria bertubuh besar di samping Jordan, namun Maximus yang sangat terlatih juga tidak kalah kejamnya dari Langley berhasil meraih ujung cambuk penjaga penjara tersebut."Ya! Kami dan semua tahananmu mau pergi. Siapkan kapal!" jawab Maximus dengan suara lantang menggelegar seperti ejekan pada Lanley.Maximus menarik ujung cambuk yang dipegang erat oleh Langley tersebut dan dengan kecepatan kilat dia membanting tubuh kurus Langley ke dinding batu di sebelahnya."Cepat cari perahu di bawah! Dan kau ...bisa berjalan?"Maximus memberikan titah pada tahanan lain dengan memberi mereka jalan agar bisa pergi ke bagian bawah penjara batu. Maximus sekilas sudah melihat punggung Jordan penuh luka dan darah mengering, karena pria muda yang terlihat jauh lebih tua dari usianya tersebut belum mengenakan atasannya.Meskipun masih bingung dengan apa yang terjadi, kepala Jordan mengangguk menjawab pria besar yang baru saja membanting Langley tersebut.Para tahanan berlarian menuruni lorong dan tangga batu menuju ke bawah. Walaupun berhadapan dengan anak buah Langley, tetapi anak buah Langley kalah jumlah dari para tahanan . Sehingga dengan mudah tubuh mereka dirobohkan dan diinjak-injak oleh para tahanan yang ingin pergi meloloskan diri dari penjara terkutuk tersebut."Kau tidak bisa pergi!" seru Langley sudah bangkit berdiri mencekal lengan Jordan dan membantingnya ke tanah.Maximus menggeram dengan sorot mata seakan menyala kejam. Tidak ada orang yang berani memprovokasinya saat berhadapan dengannya, meski dia tetap akan menghabisi nyawa para targetnya.Tubuh Maximus berputar dan menendang perut Langley bertubi-tubi hingga sebuah tinju telak pada pangkal lehernya."Jangan! Jangan bunuh dia! Tuhan bahkan tidak pernah dendam pada pengkhianat dan penyiksanya ..." ucap Jordan lirih sambil terbatuk-batuk darah, menahan pakaian bagian samping pinggang Maximus.Maximus menyeringai mendengar ucapan Jordan, tetapi pria itu menurutinya untuk tidak membunuh Langley.Maximus membantu Jordan bangkit berdiri dan tepat saat itu pula sebuah pisau melayang ke arah kening Jordan.Langley mengambil pisau yang terselip di samping pahanya dan langsung melemparkannya ke arah Jordan. Namun ... Maximus yang sudah terlatih merasakan bahaya, menoleh dan menangkap pisau dengan telapak tangannya yang langsung dia genggam erat selama beberapa detik. Lalu membalikkan dan melemparkan pisau itu kembali ke arah Langley yang menancap di atas jantung pria itu. "Achk!!" Satu tangan Langley memegangi pisau di dadanya dan satu lagi terulur maju ke arah Jordan yang sudah dipapah berdiri oleh Maximus. Tetapi tidak ada kata yang terucap keluar dari mulut Langley selain suara napasnya yang mendidih dan beberapa detik kemudian tubuhnya ambruk ke belakang, jatuh berguling-guling pada tangga batu dan mendarat melintang dengan posisi kepala tertekuk ke depan dadanya. "Tunggu!" Jordan menahan langkah Maximus yang hendak mengangkat tubuhnya seperti anak-anak untuk melangkahi mayat Langley. Jordan berusaha menahan perih pada punggungnya untuk membungkuk, mengangkat sedikit tubuh bag
Keadaan Mary Helena benar-benar membaik sejak bertemu Jordan. Mary Helena yang sering diajak menemani suaminya berlatih dahulu, memberikan beberapa petunjuk jurus ninja pada Jordan. "Berdirilah ...aku bisa membantu Mama latihan sedikit agar peredaran darah dalam tubuh Mama lancar," ucap Jordan lembut meraih telapak tangan Mary Helena yang langsung mengikuti perkataan putranya. "Seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk menemani Mama, maafkan aku!" bisik Jordan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita kesayangannya tersebut untuk masuk ke Seminari hingga dia dibuang di penjara terpencil. "Jangan lagi minta maaf, semuanya telah berlalu ..." Mary Helena menjawab sembari mengikuti gerakan tangan Jordan yang memandunya, lalu berbalik menatap putra tampannya tersebut. "Sebenarnya Mama sudah berjanji dan Marco juga telah mempersiapkan semua harta keluarga Mama diberikan pada Maximus. Sebagai imbalan telah membawamu pulang ke Mama," tutur Mary Helena yang membuat mata Jo
Jordan terpelanting terbang beberapa meter ke belakang dan mendarat di atas rumput ilalang yang tumbuh melebat menahan tubuhnya seperti tikar alami. "Ikut denganku, aku akan melatihmu seperti permintaan Mamamu padaku!" ucap Maximus seraya mengulurkan telapak tangannya ke depan wajah Jordan. "Berada di sini, menunggu kamu di tangkap polisi atau pembunuh bayaran, sama artinya dengan bunuh diri. Apakah menurutmu itu yang diinginkan Mary Helena untuk kau lakukan? Bunuh diri?" tambah Maximus yang akhirnya telapak tangannya direngkuh oleh Jordan dan pria itu bangkit dari jatuh tertelentangnya di atas rumput ilalang. "Baik!" akhirnya Jordan menjawab dengan satu kata yang pendek setelah dia menatap makam Mamanya yang tadi dia terbang melewatinya akibat tendangan bertenaga dari Maximus. Sudut bibir Maximus tertarik naik sedikit yang tidak bisa dilihat oleh Jordan. Karena Maximus punya rencana yang mungkin akan melatih pria muda itu gila-gilaan untuk menjadi penerusnya, tangan kanan Rollo s
"Tolong temukan putriku, Max!" pinta Rollo seperti memohon pada Maximus yang berdiri di depannya. "Ada pengkhianat diantara para pengawal putriku dan dia sedang pergi memancing di danau beku saat para pengawalnya yang lain ditembaki hingga tewas." tambah Rollo memberikan informasi pada Maximus, tangan kanan kepercayaannya. "Baik. Saya akan menemukan Lagertha dan membawa kepala pengkhianat itu ke hadapan Anda, Bos!" sahut Maximus seraya menundukkan tubuhnya hormat pada Rollo. Maximus sudah sangat paham dengan hobby Lagertha yang memang tidak biasa, seperti berkemping di puncak pegununan bersalju, memburu hewan atau memancing ikan di danau beku. Meski jika Lagertha mau makan daging hewan liar hasil buruan atau ikan dari danau beku, Rollo bisa mendatangkannya dengan mudah tanpa Lagertha harus repot melakukannya sendiri. Tetapi gadis tomboi itu selalu menolak dan ingin memburu serta memancing ikannya sendiri. "Kenapa genetik Papamu harus turun plek ketiplek padamu, Lagertha?" des
Setelah beberapa jam dalam pencarian Lagertha, Maximus ingat jika dia meninggalkan Jordan tanpa bahan makanan atau pun minuman di rumahnya. "Teruskan pencarian dan laporkan padaku sekecil apapun penemuan kalian. Ada yang harus aku kerjakan dulu." ucap Maximus dalam sambungan radio ke anak buah kepercayaan Rollo yang ikut menyusuri jalanan mencari keberadaan Lagertha. Setelah membeli banyak bahan makanan yang bisa di simpan dalam jangka waktu lama, minuman dan buah, Maximus melajukan mobilnya kembali pulang ke rumah tinggalnya. Namun betapa terkejutnya Maximus begitu dia memasuki rumahnya, melihat gadis muda yang telah membuatnya serta anak buah Rollo yang lainnya membuang-buang waktu menyusuri selak beluk jalanan, ternyata berada di rumahnya bersama Jordan. Dan yang paling mencengangkan adalah ucapan dari gadis muda putri bosnya itu yang bisa berkata tanpa beban, "Aku adalah wanitanya Jordan" tutur Lagertha santai seakan dia sudah mengenal lama dengan Jordan. Maximus menaik
Wilson, asisten Rollo membawa Jordan dan Maximus langsung ke ruangan kerja Rollo di kediaman pribadinya.Sedangkan Lagertha pergi menemui Mamanya yang sejak mendapat kabar dirinya hilang hingga diburu oleh pengawalnya yang berkhianat, terbaring lemas di atas ranjang. "Mama ..." panggil Lagertha setelah membuka pintu kamar, langsung berhambur untuk memeluk wanita yang telah melahirkannya tersebut namun sering dia buat cemas. "Bagaimana keadaanmu? Apakah kamu terluka? Apakah kamu dilecehkan? Apakah para pria itu menyentuh tubuhmu?" Priskila berusaha bangkit untuk duduk, masih tetap memeluk wajah Lagertha yang bersandar manja di dadanya. Perawat yang hendak masuk ke dalam kamar Priskila dilarang oleh pelayan kamar untuk masuk karena ada Lagertha yang bersama Nyonya mereka. "Aku baik-baik aja. Pria yang saat ini bertemu dengan Papa, menyelamatkanku tepat waktu sebelum para berandalan memperkosaku ...""Memperkosamu? Oh, kamu hampir diperkosa, Lagertha?" Priskila terkejut dan segera m
Jordan baru saja mengelilingi kediaman Connor yang luas dan terletak di atas perbukitan. Sekeliling tanah kediaman Connor dari arah gerbang masuk yang ada sekitar dua ratus meter di bagian bawah sampai ke halaman luas bagian belakang perbukitan dipagari tembok berlapis-lapis dengan bahan berkualitas tinggi dan juga baja di lapisan bagian dalamnya, tidak bisa hancur oleh bom ataupun rudal. Pada empat penjuru kediaman Connor terdapat menara pemantau seperti mercu suar dengan misil yang juga bisa ditembakkan otomatis begitu ada ancaman mendekat. Rollo sebagai bos mafia kejam dan mungkin terkejam yang pernah ada di Swedia, memang sangat menjaga kehidupan pribadinya.Sejak Priskila hamil, Rollo lebih sering bekerja di rumah, sementara asisten pribadinya, Wilson yang bolak-balik mengerjakan pekerjaan di kantor perusahaannya serta membawa dokumen-dokumen penting untuk Rollo tandatangani. Rollo mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang real estate untuk menyamarkan bisnis gelapnya yang
Tangan Jordan masih mencengkeram lembut dagu Lagertha dan kini wajah gadis itu sudah semakin dekat dengan wajahnya. "Aku sungguh tidak pantas untukmu, Lagertha." ucap Jordan dengan napas bertiup hangat di atas wajah Lagertha yang masih tetap membuka mulut seksinya untuk menggoda agar Jordan cicipi. "Aku tau apa yang ku inginkan dan kamu jauh lebih pantas dari pria manapun untukku, Jordan!" sahut Lagertha setelah Jordan melepaskan cengkeraman pada dagunya. Lagertha bergegas memeluk tubuh Jordan yang membelakanginya untuk pergi berpakaian. "Kamu mengatakan kita akan pergi ke luar bersama Mamamu, hem? Mungkin saat ini Mamamu sudah menunggu kita di ruang tengah." Jordan berkata seraya tangannya membelai punggung tangan Lagertha agar melepaskan pelukan pada tubuhnya. "Nanti, setelah dirimu bertemu pria yang tepat untukmu. Sungguh kamu akan sangat menyesali apa yang bisa terjadi jika aku membalas keinginanmu saat ini." tutur Jordan menarik Lagertha agar berdiri di depannya dan membelai