"Mas ngapain ikut saya ke sini?" Seruni salah tingkah saat Antonio mengikutinya hingga ke dapur. Bukan apa-apa. Ia takut kagok karena terus dipelototi selama memasak.
"Saya 'kan harus memastikan apakah makananmu itu layak dikonsumsi oleh manusia. Lagi pula saya juga ingin melihat proses pembuatannya. Higienis atau tidak. Perut saya ini tidak seperti perut orang kebanyakan."
Bilang saja kalau perut anak sultan, beda dengan perut rakyat jelata.
Kalau jawaban Antonio sudah sombong seperti itu, Seruni memilih mengalah saja. Berdebat sampai mulut berbusa pun, si tuan besar ini tidak akan mau kalah. Yang waras, sebaiknya mengalah. Dalam diam Seruni mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak dari dalam kulkas.
"Kamu mau memasakkan saya apa? Ingat ya, jangan makanan kampung yang aneh-aneh. Perut saya bisa mules-mules nanti," oceh Antonio seraya menarik sebuah kursi di dekat meja makan. Ia bahkan mencari s
Antonio menekan pedal gas semakin dalam. Ia memiliki dua alasan untuk mencari pelampiasan. Pertama ia kesal pada Seruni. Gadis itu sudah mulai menunjukkan taringnya sekarang. Ia mengatakan apa tadi? Urus saya urusannya sendiri! Lihatlah, betapa tidak tau terima kasihnya perempuan itu. Padahal ia bersikap seperti itu demi kebaikan gadis itu sendiri. Bayangkan saja, seorang gadis membuka pakaian seorang laki-laki. Apakah pantas? Mau laki-laki itu mabuk atau pun tidak, tetap saja tidak boleh. Bahkan sebenarnya laki-laki yang sedang mabuk itu lebih berbahaya. Karena apa? Karena nalarnya sedang dalam keadaan shut down alias mati. Bagaimana jika dalam keadaan tidak sadarnya, Xander mengambil keuntungan? Salah siapa coba? Diberi pengertian sampai segamblang itu, gadis tidak tau terima kasih itu malah menentangnya.Selain masalah Seruni, penyebab lainnya adalah Alexa. Si Mafia kesasar itu mengancam akan bunuh diri kalau ia tidak mau membantunya. Entah men
"Kamu kenapa Uni? Mbak perhatikan dari tadi kamu melamun terus. Ada masalah di kantor atau bagaimana, Uni?" Seruni tersadar dari lamunan tatkala Mayang menegurnya. Minggu pagi ini ia memang sedang menyambangi mess Mayang. Ia tetap berusaha menjalin silaturahmi yang baik dengan Mayang. Ia tidak mau dianggap seperti kacang yang lupa pada kulitnya. "Uni baik-baik saja kok, Mbak. Mbak tidak usah khawatir," Seruni buru-buru mematahkan kekhawatiran Mayang dengan seulas senyum manis. Ia memang dalam keadaan baik-baik saja. Hanya hubungannya saja yang akhir-akhir ini kurang baik dengan Antonio. Ia memang sengaja menghindari Antonio. Ia tidak ingin menjadi perusak hubungan orang. Sikap menjauhnya ini juga ditanggapi dingin oleh Antonio. Sepertinya tuan besar itu benar-benar tersinggung saat ia mengatakan agar tidak mencampuri urusannya. Perang dingin mereka
"Gue nggak apa-apa, Guh. Jangan lebay lo ya?" Antonio mendorong dada Tangguh kesal bercampur malu. Dengan cepat ia berdiri dan mengibas-ngibas bokongnya. Membersihkan kotoran yang mungkin menempel di sana karena aksi jatuh tidak elegannya. Si mantan preman sialan ini sepertinya memang sengaja mempermalukannya. Buktinya, alih-alih menampilkan raut wajah khawatir, Tangguh malah pringas pringis. Sementara ekspresi wajah Gerhana lebih aneh lagi karena berusaha menahan tawa. Pasangan menyebalkan ini memang niat sekali membuatnya malu. Pura-pura khawatir padahal senangnya setengah mati.Setelah merasa bokongnya cukup bersih, Antonio kembali duduk. Ia berusaha menampilkan ekspresi wajah datar seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal dalam hati, ia malu setengah mati. Bayangkan, ia jatuh di tengah-tengah restaurant tanpa sebab dan akibat yang jelas. Jangan-jangan para pengunjung restaurant tadi mengiranya menderita penyakit ayan."Nggak
Di sepanjang perjalanan pulang, Mayang tidak mengeluarkan satu suku kata pun. Ia hanya diam dengan tatapan nyalang. Seruni jadi tidak berani untuk menanyakan apapun. Terlebih lagi ada Antonio yang tengah menyetir. Hanya saja, Seruni merasa tidak tenang. Ia terus menerus memandang ke belakang. "Kalau kamu terus menggerakkan lehermu seperti itu, dikhawatirkan saat kakimu sembuh nanti, malah gantian leher kamu yang sengkleh. Duduk tenang Seruni. Jangan mengurusi hal yang bukan urusanmu. Ingat, setiap orang mempunyai privacy sendiri." Teguran Antonio menyadarkan Seruni. Ia memang terlalu mengkhawatirkan Mayang. Bagaimana ia tidak khawatir, Mayang yang biasanya jenaka dan ceria, mendadak seperti orang linglung begini."Tapi, Mas--""Mungkin kamu memang sahabat Mayang. Tapi ingat, jangan memaksa apabila yang bersangkutan tidak ingin membagi masalahnya. Hormati keputusannya. Kala
"Mas, sebelum kita pulang, ada hal penting yang harus Mas tau. Ini soal hubungan Uni dan Mas Xander." Hening sejenak. Seruni memutuskan untuk berterus terang tentang hubungannya dengan Xander sedini mungkin.Sejak Antonio blak-blakan menceritakan tentang kemungkinan penolakan keluarga besarnya atas hubungan mereka, Seruni mengerti kalau Antonio adalah type orang yang menyukai kejujuran walau menyakitkan. Oleh karena itulah, ia juga akan melakukan hal yang sama. Ia ingin mengawali hubungan percintaan mereka dengan kejujuran di atas segala-galanya."Lanjutkan,""Mas, Uni terikat perjanjian dengan Mas Xander, sebagai pacar pura-puranya," ucap Seruni hati-hati."Sudah Mas duga. Sampai berapa lama?""Sampai Mas Xander berhasil mendapatkan cinta Mbak Nuri atau...""Atau?""Atau Mas Xander mengatakan bahwa Uni bukan pacarnya lagi," lanjut Seruni pe
"Eh, gue nggak ada urusan sama lo ya, Ton!" Xander mendorong keras bahu Antonio. Gestur tubuhnya menegang. Ia siap untuk berperang."Nggak ada hubungannya dengan gue lo bilang? Eh, Seruni itu pacar gue sekarang. Urusan dia, ya urusan gue juga. Lo kalo ngomong otaknya dipasang dulu biar ngotak!"Antonio balas mendorong Xander tak kalah kasar. Kertakan suara gerahamnya yang saling beradu membuat Seruni kebingungan. Suasana sudah mulai memanas, sementara ia tidak tau harus berbuat apa."Keberatan lo itu apa hah? Gue nggak masalah kok dia pacaran sama lo. Tepatnya, gue kagak peduli! Gue nggak mencampuri urusan pribadinya. Yang gue minta cuma satu. Janjinya. Udah itu aja!"Xander mendekatkan wajahnya dengan Antonio. Kini mereka berdua berdiri berhadapan dengan kedua tangan saling mengepal. Seruni makin bingung. Ia panas dingin memikirkan apa yang terjadi kalau k
Seruni merasa ada sesuatu saat menjejakkan kaki ke kantor. Ia baru kembali dari lantai delapan tempat Rahmi bekerja. Rahmi adalah orang yang mengajarinya naik lift saat pertama kali ke kantor ini. Hari ini Rahmi membawa bekal makan siang berlebih dan memintanya untuk makan siang bersama. Berawal dari pertemuan tidak sengaja, kini ia dan Rahmi memang berteman baik. Saat akan melewati front desk, Seruni mendapati beberapa rekan kerjanya bergerombol di meja Tika. Mereka berbincang-bincang seru dan sesekali tertawa geli mendengar lelucon rekan-rekan lainnya.Sewaktu melihat kehadirannya, Tika melambaikan tangan. Mengajaknya bergabung di front desk. Sikap Tika sekarang sudah berubah 180 derajat, sejak menyadari kedekatannya dengan Antonio. Walau Seruni tau kalau perubahan rekan kerjanya itu tidak tulus, tapi ia tidak pernah mengambil hati. Biar sajalah orang mau berpikir seperti apa. Pikiran mereka semua toh bukan tanggung jawab
"Kamu masih mencintai si Bian itu, Uni?"Heningnya ruangan membuat suara Antonio menggema. Saat ini ia tengah duduk berhadap-hadapan dengan Antonio. Dalam ruangan kini hanya tersisa dirinya dan siempunya ruangan. Abizar telah kembali ke ruangannya dengan membawa serta Bian.Seruni mengerti kalau Abizar secepat mungkin membawa Bian keluar, karena takut suasana menjadi tidak terkontrol. Air muka Antonio sudah menjelaskan segalanya. Daripada terjadi tragedi yang tidak perlu, Bian dan Antonio memang sebaiknya dipisahkan. Selain itu ia dan Antonio memang butuh waktu untuk berbicara berdua."Kalau Uni masih mencintai dia, untuk apa Uni menerima cinta, Mas?" Seruni balik bertanya. Ia paling tidak menyukai pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban seperti ini. Unfaedah."Kalau kamu memang sudah tidak mencintainya, lalu kamu sebut apa tindakanmu yang terus melindunginya selama ini? Kamu membuat Mas terlihat seperti