Maaf baru update lagii.. kirain gak ada yg nungguin..
Ruang rapat utama di lantai tertinggi gedung Daxprom dipenuhi aroma kopi hangat dan kilauan cahaya matahari yang menembus jendela besar. Meja panjang dari kaca gelap membentang di tengah para eksekutif perusahaan, semuanya mengenakan setelan formal. Di ujung meja duduk Fyodor Draxler, penuh wibawa dengan tatapan yang berkharisma.Ia menatap sekeliling ruangan sebelum akhirnya membuka suara, “Sebelum kita mulai, izinkan saya memperkenalkan seseorang yang akan menjadi bagian penting dari arah baru Daxprom ke depan.”Semua mata tertuju pada Grassiela, yang duduk tenang di samping Fyodor. Mengenakan gaun formal putih selutut dan blazer biru muda, tampil anggun dan profesional. Senyumnya tipis, namun matanya memancarkan ketegasan.“Grassiela Draxler,” lanjut Fyodor, “adalah salah satu pemegang saham utama kini. Saya harap kalian semua menyambutnya dengan rasa hormat yang setimpal.”Tepuk tangan singkat terdengar. Beberapa wajah tampak menahan eksp
Sisa-sisa ketegangan masih menggantung di udara, tapi kini—menjadi lebih dingin. Lebih gelap. Pukulan terus mendarat di tubuh James. Tinju, tendangan, hentakan sepatu ke perut dan punggungnya—namun tak ada satu pun keluhan keluar dari mulutnya. James tetap diam. Tetap angkuh. Tanpa penyesalan. Meski tubuhnya diguncang rasa sakit, matanya tak tunduk. Bahkan dalam keadaan seperti ini, dia tetap menatap Grassiela seolah berkata: “Kau tak akan bisa menjatuhkanku.” Senyuman iblis itu masih ada di sudut bibirnya. Arogan. Tak gentar. Dan justru itulah… yang membakar emosi Grassiela. Dia memerintahkan para pengawalnya untuk terus memukuli suaminya tanpa ampun. "Sampah..," umpat Grassiela seperti bergumam. Matanya menatap nanar, tak percaya bahwa siksaan ini sama sekali tidak membuat James goyah. Para pengawal terus menghajarnya. Suara pukulan, desahan tertahan, dan hentakan kaki menggema di antara reruntuhan bangunan megah yang kini menjadi panggung pembalasan dendam. Gra
Iring-iringan mobil hitam melaju membelah jalanan Moscow. Sebuah jalan lengang menuju distrik khusus—wilayah yang hanya dihuni oleh orang-orang berkuasa, berdinding tinggi dengan lapisan keamanan berlapis, tak mudah ditembus oleh mata awam. Sirene pengawal tak berbunyi, tapi keberadaannya cukup memberi pesan bahwa yang lewat bukan orang sembarangan.Di dalam salah satu mobil itu, suasana begitu tegang. Grassiela duduk berhadapan dengan kedua orangtuanya. Helena tampak cemas. Jemarinya menggenggam erat clutch kecil di pangkuannya, sorot matanya tak pernah lepas dari wajah putrinya. Ketakutan yang menghantuinya sejak dulu belum juga reda.Bagaimana jika bajingan itu menyakitinya lagi? Pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya, tapi tak mampu ia utarakan lagi.Sementara Grassiela duduk dengan tenang. Hanya matanya yang bergerak memandangi keluar jendela. Jalanan berwarna kelabu, pucat dalam pantulan lampu jalan yang remang. Ingatannya kembali ke masa
Lampu ruang keluarga menyala lembut, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan ketegangan di dalamnya. Helena berdiri di depan jendela, memeluk tubuhnya sendiri, sementara Alfonso duduk tenang di sofa. Grassiela, yang baru saja menyampaikan niatnya untuk menemui James, berdiri di tengah ruangan seperti pusat badai.Keheningan seketika menggantung di udara.Helena membeku, matanya membelalak. Dalam sekejap, tubuhnya terasa lemas.“Apa yang kau katakan barusan?” suara Helena nyaris berbisik, seolah berharap dirinya salah dengar.Grassiela tidak mengulanginya. Ia hanya menatap ibunya dengan tenang.Helena menutup mulutnya dengan tangan, lalu menggeleng perlahan. “Tidak. Tidak, Grace. Kau pasti bercanda. Ini... ini gila.”Dengan menahan panik, ia berdiri di hadapan putrinya, kedua tangannya menggenggam lengan Grassiela seolah ingin menahannya agar tidak pergi ke mana-mana. "Kau tidak bersungguh-sungguh, kan? Katakan bahwa ini ha
Suara tawa anak-anak masih memenuhi ruang keluarga yang luas, dipenuhi kilau lampu gantung dan aroma teh hangat serta biskuit vanila. Kertas-kertas kado berserakan di lantai, suara sobekan pita dan bisikan penasaran anak-anak mengalun pelan. Elara duduk bersila di karpet empuk di tengah ruangan, wajahnya berseri-seri saat menatap kotak kado besar berwarna merah muda dengan pita emas.Ia menoleh ke Aidan yang juga sibuk membuka kadonya sendiri sebelum membuka kotak itu.Dengan hati-hati, Elara membuka tutup kotak. Lalu senyumnya perlahan memudar. Di dalam kotak itu... terlihat sesuatu yang berat, gelap, dan dingin.Sebuah rompi anti peluru hitam terlipat rapi, dengan pelat logam tersembunyi dan jahitan militer yang kasar. Gadis kecil itu memandangnya lama dan kebingungan."Apa... ini?" bisiknya.Zack dan Alexa segera menghampiri, ekspresi mereka berubah. Alexa berlutut di samping Elara, Zack menyentuh rompi itu dengan alis terangkat tinggi
Malam menuruni langit Cestershire dengan tenang, menyelimuti kastil Stamford dalam keheningan mewah setelah pesta ulang tahun yang berlangsung meriah siang tadi. Balon-balon emas dan pita perak masih menggantung di beberapa sudut ruangan, dan aroma manis dari sisa kue vanila krim keju masih tersisa di udara.Ruang keluarga utama kini tampak hangat, tenang, dan penuh keintiman. Lampu gantung kristal dipadamkan separuhnya, menyisakan cahaya kuning keemasan dari lampu meja dan perapian.Aidan dan Elara duduk berdampingan di tengah lingkaran. Wajah mereka masih merah karena kegirangan hari ini—penuh tawa, permainan, dan sorotan. Meski tubuh kecil mereka mulai lelah, mata mereka masih bersinar penasaran.Zack Stamford duduk di sofa panjang, tersenyum dan mengamati, tangannya melingkari bahu Alexa. Tak jauh dari mereka, Eveline, sang nenek, duduk di kursi dengan cangkir teh bergenggam porselen, matanya hangat dan penuh nostalgia.Grassiela duduk bersama