Beranda / Urban / Brondong Kampung Kaya Raya / Kenapa Begitu Baik Kepada Aji?

Share

Kenapa Begitu Baik Kepada Aji?

Penulis: BliDek
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-27 18:06:24

"Aku heran, kenapa om Wisnu bisa baik sama Aji? Padahal mereka, kan baru pertama kali ketemu." Radhia langsung menelepon Raffi, melaporkan  Aji yang mendapatkan hadiah ponsel mahal dari ayah kekasihnya itu.

Di tempat lain, Raffi yang memang temperamental meremas ponsel yang masih menempel di telinganya kuat-kuat.

Hatinya terbakar emosi mendengar kemurahan hati ayahnya. 

Kemarin pria tua yang seorang pengusaha nomor satu itu membantu Aji dengan langsung mengirim Bella. Hari ini Wisnu Hutama mengirimkan Aji yang seorang anak kampung ponsel mahal.

Raffi tidak terima. Wisnu begitu keras kepadanya tetapi kenapa sangat baik kepada pemuda asing.

Raffi menutup telepon  Radhia. Ia yang masih di rumah bergegas mengenakan pakaian rapi lalu turun ke meja makan.

Ia yakin orang tuanya sedang berada di ruang makan menikmati sarapan.

Wisnu sedang mengolesi rotinya dengan selai melirik ketika sekilas melihat Raffi masuk ke ruang makan.

Ia kemudian menoleh melihat jam dinding. Keningnya berkerut heran apalagi saat Raffi menarik kursi dan duduk di meja makan.

"Apa kau salah minum semalam? Tidak biasa kau bangun sepagi ini dan ikut sarapan," ujar Wisnu sarkas tidak peduli jika ucapannya menyinggung Raffi.

Raffi duduk dengan kasar. Mengambil roti dengan wajah ditekuk sebal sambil menatap menantang Wisnu. 

Ia baru mengalihkan pandangannya setelah sang ibu menyenggol tangan Raffi.

"Ada apa? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Wisnu dengan suara dingin seperti biasa.

"Kenapa papa begitu baik dengan anak kampung itu?" Kekesalan yang Raffi tahan sejak tadi akhirnya meledak.

Ia tidak lagi mengindahkan sopan santun. Tidak peduli jika Wisnu akan murka karena ketidaksopanannya.

"Aku baik dengan siapa, itu bukan urusanmu." Wisnu menyesap kopi hitamnya pelan. Meletakkan cangkir mahal itu kembali ke meja.

"Satu lagi, anak kampung itu punya nama. Namanya Aji!" seru Wisnu penuh penekanan sambil melirik Raffi dari balik kacamata.

"Papa ini, sama orang lain baik, tapi sama anak sendiri malah kejam!"

BRAGH!

Wisnu memukul meja makan dengan keras sampai pirang dan gelas yang ada di atasnya bergetar.

Ia menatap sang istri yang duduk di sebelah Raffi dengan tajam.

"Kau lihat anakmu? Tidak punya sopan santun! Bibit buruk, hasilnya pun buruk!" Wisnu beralih menatap Raffi. Tatapan tajam penuh kebencian.

"Kenapa? Kenapa papa selalu mengatakan seolah aku ini akan yang tidak berguna? Aku juga keturunan Hutama." Kali ini Raffi membalas ucapan Wisnu.

Ia tidak lagi mengingat pesan Irene - ibunya agar jangan pernah membalas ucapan Hutama dan berdebat dengan pria tua itu.

"Kau harus tanyakan itu pada ibumu. Mungkin sudah waktunya anakmu ini tahu yang sebenarnya." Wisnu beralih pada Irene. 

Kepala Irene tetap tegak, menatap ke depan walau panjangan wanita itu begitu jauh.

Ia mengepalkan tangan, menahan air mata agar tidak jatuh di depan Wisnu.

Wisnu berdiri dari duduknya, menghampiri Bella yang sejak tadi berdiri agak jauh dari ruang makan.

Ia mengajak wanita itu masuk ke ruang kerjanya.

Sementara di ruang makan, amarah Raffi sudah sampai pada titik teratas. 

Tidak dianggap oleh orang yang ia kagumi membuatnya sakit hati.

"Ada apa, Ma? Apa yang harus Raffi tahu?" Mata merah Raffi menatap ibunya dengan tajam, menuntut penjelasan

"Tidak ada, Nak! Papa mu sedang emosi jadi dia bicara sembarangan." Irene menghindari kontak mata dengan Raffi justru membuat Raffi semakin curiga.

Ia tidak melepaskan pandangannya dari Irene yang sedang merapikan piring kotor.

"Lain kali, jangan buat papa mu marah. Kamu tahu sendiri ucapannya sangat tajam dan menyakitkan." Irene berdiri dari duduk setelah merapikan piring kotor.

Wanita paruh baya itu segera bangkit dan meninggalkan ruang tamu sebelum Raffi bertanya lebih banyak.

Melihat ruang kerja suaminya yang sedikit berbuka, Irene jadi penasaran apa yang Wisnu dan Bella sedang bicarakan. 

Tidak biasanya asisten suaminya itu datang sepagi ini.

Karena ingin tahu hal penting apa yang mereka bicarakan di ruang kerja, Irene berjalan dengan pelan agar langkahnya tidak tertangkap pendengaran Wisnu.

Ia berdiri di balik pintu sambil menajamkan telinga. Mencoba mencuri dengar pembicaraan suaminya.

"Kapan tesnya akan siap?" Wisnu mendorong beberapa berkas elektronik yang baru saja ia tanda tangani ke Bella.

"Satu atau dua hari ini, Tuan Besar." Bella mengambil tablet dan mengirim semua dokumen ke divisi masing-masing.

"Pastikan tidak ada orang yang tahu sampai aku mengumumkan kalau anak kandungku sudah kembali." Wisnu bersandar ke kursi.

Pria itu membuang nafas panjang sambil memegagi dadanya. Untuk beberapa saat itu berusaha untuk menenangkan ritme jantung yang mendadak cepat karena terlalu bahagia.

Bella mendekat hendak melihat keadaan Wisnu, namun pria paruh baya itu mengangkat tangan menolak bantuan sang asisten.

Di luar sana, Irene sedang fokus mendengarkan sambil menebak apa yang terjadi di dalam sana.

Ia dikejutkan dengan kedatangan tiba-tiba Raffi. 

"Apa yang sedang mama lakuk -" Raffi berhenti bicara ketika melihat jari telunjuk menempel di bibir sang ibu.

Dengan gestur tubuhnya, Irene mengajak putranya untuk pergi dari sana. Ia takut Wisnu akan mengkap basah mereka.

Namun, putranya menolak. Raffi jutru memasang telinga, ingin mencuri dengar pembicaraan papanya.

"Apa ada hal lain yang tuan inginkan?" tanya Bella setelah semua urusan pekerjaan selesai.

"Awasi saja Aji!" Tuan besar memberikan perintah yang dijawab anggukan oleh Bella.

"Lalu bagaimana dengan tuan muda Raffi?"

Satu helaan nafas panjang keluar dari bibir Wisnu. "Anak itu terus saja membuat masalah. Entah kapan dia akan belajar untuk menjadi dewasa."

Tidak ingin putranya mendengar lebih banyak, Irene menarik tangan Raffi yang sedang geram menjauh dari ruang kerja.

Ia mengajak Raffi kembali ke kamarnya.

Raffi menghempaskan tangan ibunya dengan kasar. Ia memukul udara untuk melepaskan kemarahannya.

"Kenapa papa begitu sama anak kampung itu, Ma?" ujarnya geram. 

Raffi mengisi gelas yang ada di nakas dengan minuman coklat bening. Belum sempat Raffi membasahi tenggorokannya, Irene sudah merebut gelas itu darinya.

"Apa yang kamu lakukan, hah?!" Irene meletakkan gelas kembali ke meja dengan keras.

"Apa kamu tidak dengar apa yang tadi papa katakan? Jangan sampai kamu kalah dari anak itu. Siapa tadi namanya?" Irene yang juga kesal memilih duduk di ranjang sambil memijat pelipisnya sambil menerka hubungan suaminya dengan orang yang tadi menjadi topik pembicaraan.

"Anak kampung itu...." Raffi menggeram, tangannya saling meremas seolah sedang meremas Aji seperti kertas.

"Baru sehari muncul ia sudah membuat masalah! Ini tidak bisa dibiarkan, Ma!" Raffi mengambil jaket dan kunci mobilnya.

"Aku akan memberinya pelajaran!"  Naik pitam, Raffi keluar kamar lalu pergi dari rumah mencari orang untuk melampiaskan kemarahannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aji Kalah!

    “Untuk apa uang sebanyak itu?” Aji sedang menghadapi tatapan mata tajam Bella. Mereka sedang duduk di sebuah cafe. Wanita itu langsung menuju ke bank, begitu mendapatkan pemberitahuan penarikan dalam jumlah besar.Dengan membawa tas berukuran besar, Aji terpaksa ikut dengan Bella, dan disinilah ia sekarang, di sidang oleh orang kepercayaan papanya.“Kalau anda tidak mau mengatakannya, aku akan melaporkan ini kepada tuan Wisnu.” Aji mendelik mendengar ancaman Bella. Ia sudah mempersiapkan diri jika papa Wisnu, tetapi baru mendengar ancaman Bella saja sudah membuat Aji ciut.Ia menyerah, Aji dengan cepat menceritakan alasannya memerlukan uang sebanyak itu. Dengan gamblang ia bercerita mulai dari ia yang menangkap basah Raffi sedang bercinta dengan istrinya sampai tugas untuk melunasi tagihan tante Kalina.BRAGH!Bella menggebrak meja saking marahnya setelah mendengarkan cerita Raffi. “Kenapa tidak bercerai saja? Memangnya berapa uang pinalti yang harus dibayar, hah?!” Aji bisa mende

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Aku Anak Wisnu Hutama!

    "100 juta!" ucapan Raffi membuat para penagih hutang itu tertarik. "Aku akan memberikan uang 100 juta, jika kalian memberikan kami waktu tambahan sampai besok siang."Kedua penagih hutang itu saling pandang. Saling bertanya lewat gestur tubuh, haruskan mereka menerima tawaran Raffi. "Jangan coba membohongi kami! Hutang kalian saja tidak bisa kalian bayar, bagaimana mungkin kalian bisa memberikan kami 100 juta?""Mereka memang tidak bisa, tetapi aku bisa!" ujar Raffi dengan sangat yakin. Kedua penagih hutang itu memperhatikan Raffi dari atas sampai bawah. Melihat jam tangan yang Raffi kenakan, mereka akhirnya memutuskan untuk percaya. "Datang besok jam tiga sore. Aku akan bayarkan hutang mereka dan 100 juta untuk kalian."Kesepakatan tercapai! Kedua penagih hutang akhirnya pergi meninggalkan rumah Radhia. Raffi mengambil paksa ponsel Aji. Ia tidak ingin anak kampung ini meminta bantuan dari Bella apalagi papanya. "Waktumu sampai besok jam tiga sore!" Raffi menonaktifkan ponsel m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Mencium Kaki Raffi

    “Hari ini aku akan membuatmu mencium kakiku!” ucap Raffi dengan sangat yakin dan kesombongan.Setelah masuk ke kamar mandi, ia mendorong Aji keluar dengan kasar sampai nyaris terjatuh.Rahang Aji terjatuh melihat Raffi bisa mandi sendiri. Ia mengira pria itu tidak berdaya, Aji baru sadar kalau Raffi sedang mengerjainya.Ia memilih menunggu di depan kamar, tidak mungkin ia menunggu Raffi mandi dan berganti pakaian. Ia masih waras dan lebih suka melon kembar daripada tongkat sakti! “Hai Anak Kampung, cepat masuk!” Raffi berteriak dari dalam kamar.Aji tidak langsung masuk, ia sengaja membiarkan Raffi menunggu dan kembali berteriak memanggilnya. Ia baru masuk setelah Raffi melempar sesuatu sampai mengenai pintu.“Ada apa?” jawab Aji malas.Raffi memerintahkan Aji untuk membawanya ke ruang makan. Ia akan sarapan bersama dengan Radhia dan keluarganya.“Bukannya kamu bisa jalan sendiri?” sahut Aji, ia enggan menjadi pelayan Raffi apalagi ia lihat sendiri Raffi bisa berjalan.“Jangan banyak

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kehilangan Harga Diri dan Wibawa

    “Bantu Raffi ke kamar mandi!” Radhia berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap di depan dada.Rahang Aji terjatuh mendengar perintah tidak masuk akal istrinya. Ia masih berdiri di depan pintu, enggan masuk ke dalam kamar.“Tidak mau!” jawabnya tegas. “Cari saja perawat atau minta yang lain!” tolak Aji mentah-mentah.Ia tidak sudi melayani pria yang berani menyentuh istrinya.“Kau!” Radhia mengepalkan tangan geram karena Aji berani menentangnya. “Kalau sudah tidak ada urusan, aku mau tidur.” Aji meninggalkan Radhia, menutup telinga walau Radhia terus berteriak memanggilnya untuk kembali.Pagi-pagi sekali, tidur Aji sudah terganggu. Pak Al – kepala pelayan di rumah Setiawan menendang kaki Aji untuk membangunkan lelaki dari kampung itu.Aji berbalik, ia menarik sarungnya lebih tinggi sampai menutupi kepala. Ia berbalik membelakangi pintu, tidak ingin tidurnya terganggu. "Ayo bangun! Sudah waktunya kerja!" Pak Al kembali menendang kaki Aji tetapi kali ini lebih kencang dari sebelu

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Kau Pelayanku!

    "Aku puas sekali!" Stella memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia mendekati meja dan menandatangani proposal iklan yang Aji ajukan. "Ini proposalmu! Sekarang pergi dari sini!" Stella melemparkan map itu ke lantai dekat Aji berdiri. Aji sudah biasa dihina dan diejek. Tetapi apa yang ia alami malam ini membuatnya merasa benar-benar hina. Harga dirinya hancur tak tersisa. Dengan tangan gemetar, Aji mengambil proposal pengajuan iklannya. Sambil menahan amarah, Aji memakai kembali pakaiannya. Walaupun Aji juga merasakan nikmat, namun melakukannya dengan di bawah pengaruh obat tetap saja pemaksaan.Aji merasa seperti sedang menjual dirinya kepada Stella. Dengan menahan malu dan marah, Aji meninggalkan ruang makan privat. Ia bahkan belum menyentuh makanannya. Berjalan dengan cepat ke mobilnya, Aji menutup pintu dengan keras. Ia berteriak kencang sambil memukul stir dengan keras melampiaskan kemarahan yang sejak tadi ia pendam. Aji akhirnya agak tenang setelah cukup lama m

  • Brondong Kampung Kaya Raya   Stella - Wanita Agresif

    Aji datang ke restoran yang Stella tentukan dengan pakaian santai. Celana panjang bahan dipadu dengan kaos yang ia tutup dengan jas. Rambut ikalnya ia tata rapi dengan pomade. Wajahnya segar walau mandi seadanya di kantor. Restoran yang Stella pesan adalah fine-dining restoran yang berada di sebuah hotel bintang lima. Ia berdiri di depan pintu karena tidak diijinkan masuk oleh pelayan. "Maaf tuan, memakai sandal dilarang masuk." Mendengar itu, Aji menunduk melihat kakinya. Benar saja, ternyata ia menggunakan sandal. Kebiasaannya di kampung yang gemar memakai sandal terbawa sampai ke kota. Aji menelepon Stella memberitahu jika ia tidak bisa karena lupa memakai sepatu. Stella membuang nafas kasar tanpa menjawab. Wanita itu menutup teleponnya, tak lama setelah itu ia muncul di pintu masuk.Ia bicara pada pelayan yang menjaga pintu dan memasukkan beberapa lembar uang merah ke saku jas pelayan itu. Senyum setelah mengembang mengulurkan tangan, menyambut Aji yang sudah boleh masu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status