Home / Romansa / Brondong Toxic / Kejutan Ulang Tahun

Share

Kejutan Ulang Tahun

last update Last Updated: 2022-04-12 19:09:22

Berapa bulan yang lalu di kantor Arum,

"Arum, kamu dipanggil sama Pak Yos tuh!" panggil Rizki.

"Aku? Ok!" Arum gerak cepat masuk ke ruangan Pak Bos nya yang ajaib itu.

Arum mengetuk pintu dan masuk saja perlahan,

"Selamat ulang tahun istriku."

"Loh Mas Pras? Kok bisa di sini?" Arum tidak tahu harus memasang ekspresi bagaimana.

Mas Pras tetap tersenyum dengan sebuket bunga di tangannya. Sengaja duduk di kursi atasan Arum untuk mengerjainya. Lalu rekannya yang lain ikut masuk membawa kue juga cemilan lainnya. Menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Pak Yos, Lili, Asti, Rizki, Uli, dan Tri.

Hari ini memang hari ulang tahun Arum yang bertepatan jatuh pada tanggal 15 April setiap tahunnya.

"Selamat ulang tahun ya Arum," salam Pak Yos padanya.

Masing-masing memberi ucapan selamat lalu lanjut memotong kue dan menikmati cemilan yang tersedia. Ya selayaknya kejutan ulang tahun pada umumnya.

"Gimana nih kejutannya kira-kira? Suka ya?" tanya Lili yang melirik ke arah Mas Pras di ujung ruangan.

"Iya, gak nyangka Mas Pras disini. Saya kira gak bakal datang karena semalam sudah ngucapin," tutup Arum tentu saja.

"Ditemenin dong suaminya Arum. Jauh-jauhan aja kaya orang lagi marahan," Rizki angkat bicara.

Arum hanya tersenyum paksa saja. Semalam padahal dia baru saja bertengkar dengan sang suami melalui telepon. Arum hanya merasa semuanya mulai berbeda. Belum lagi karena suaminya bilang tak akan datang untuk merayakan ulang tahunnya. Kini Mas Pras disini, bukankah seharusnya dia bahagia?

Rekan-rekan Arum yang mengerti, satu persatu meninggalkan ruangan. Pak Yos berdalih mengadakan rapat dadakan di ruang pertemuan yang sebenarnya hanya memberi waktu untuk kedua orang ini bicara. Jangan salah paham, kabar mengenai keretakan rumah tangga itu memang sudah terdengar ke seluruh penjuru ruangan.

"Hm, kapan sampe?" Arum basa basi.

"Baru tadi pagi. Langsung kesini," jawab Pras.

"Habis ini mau kemana?" tanya Arum lagi.

"Mau balik lagi ke Blitar. Ada kerjaan yang gak bisa ditinggal," jawab Pras menimbulkan sedikit kekecewaan.

"Hm gitu. Aku kira mau mampir rumah mama dulu," Arum berkomentar.

"Ya nanti weekend pasti aku kesini lagi," jawab Pras tersenyum.

"Ya udah ati-ati aja ya. Makasih udah nyempetin dateng. Aku juga gak bisa lama-lama. Enggak enak sama lainnya udah mulai kerja, masa aku ngobrol disini," Arum coba menjelaskan.

"Iya. Ya udah semangat kerjanya ya," Pras mengelus puncak kepala istrinya itu dan pergi meninggalkannya setelah berpamitan dengan Rizki yang kebetulan berpapasan dengannya di depan ruangan.

Di ruang pertemuan di mana semua teman Arum sedang berkumpul,

"Kalian liat gak sih tampang Mas Pras sama Arum juga? Kaku banget gak sih gak kaya suami istri. Keliatan banget kalo lagi ada masalah," Lili mulai berspekulasi.

"Ih iya. Aku liatnya aja gimana gitu. Jadi ikut kasian liat mukanya mereka tuh. Apa jangan-jangan emang bener ya gosip-gosip itu?" Uli penasaran.

"Gosip kalo Arum selingkuh sama Viki? Itu mah udah rahasia umum, tapi semoga enggak bener. Kasian Mas Pras," jawab Lili lagi.

"Kalo menurut kamu gimana Asti? Kamu kan best friend nya Arum. Masa dia gak pernah cerita-cerita sih sama kamu?" tanya Uli penasaran.

"Enggak tahu. Dia enggak pernah cerita sama aku tentang masalahnya. Lagian aku enggak mau ikut campur urusan pribadi dia. Kalo dia emang enggak mau cerita ya aku biarin aja. Ya kita doain aja semoga masalahnya cepet selesai," kata Asti berusaha bijak.

"Ih Asti mah gak asik. Kalo itu sih kita juga pengennya mereka baik-baik aja. Kan itu kenapa kita inisiatif undang Mas Pras hari ini buat kasih kejutan ke Arum!" Lili membela diri.

"Gosip bener deh nih cewek-cewek. Tuh Pak Yos udah dateng," Rizki yang baru saja tiba angkat bicara.

Mereka memilih fokus pada rapat yang bos nya pimpin ini. Tak lama Arum juga memasuki ruangan. Langsung duduk di sebelah Asti memperhatikan intruksi. Setelah 15 menit bicara, si bos yang menerima telepon, memilih mengangkatnya di luar ruangan.

"Loh Mas Pras kamu tinggal?" tanya Asti tentu saja penasaran melihat temannya ini cepat kembali.

"Dia udah balik kok ke Blitar," jawabnya singkat.

"Lah cepet banget? Aku kira bakal nunggu dirumah orang tua kamu?" tanya Asti lagi.

"Ya kamu tau lah dia. Mana mau dia nunggu sendirian di rumah mama. Jadi ya gitu deh lebih milih pulang,” dan Asti hanya mengangguk saja tanda mengerti.

Pikiran Arum jadi melayang. Bukan berarti hubungan Mas Pras dan mama Arum buruk. Hanya saja memang Mas Pras terlalu pendiam dan sedikit canggung. Bahkan ketika ada di rumah orang tua Arum, dia lebih memilih menghabiskan waktu di dalam kamar. Keluar kamar hanya untuk makan dan ke kamar mandi saja. Tidak banyak bicara dengan kedua mertuanya.

Tentu saja semua bukan tanpa sebab. Hubungan mereka awalnya memang tidak disetujui oleh orang tua Arum. Papa dan mama Arum merasa Pras bukan calon yang baik untuk anaknya karena pekerjaannya yang kurang menjanjikan. Pras bahkan hampir saja membatalkan pernikahan mereka. Menanggalkan cincin pertunangan yang sudah tersemat di jarinya.

Tentu saja itu Arum. Dia tidak tinggal diam. Dia berontak dan membela Pras di depan orang tuanya. Pras faktanya memang pria baik dan sudah sewajarnya orang tua Arum memberi kesempatan, pikirnya. Hingga pada akhirnya papa dan mama Arum memberi izin. Tidak lain tidak bukan demi kebahagiaan sang putri satu-satunya. Setelah lampu hijau didapat, Arum segera pergi ke Blitar sendiri untuk bertemu Pras. Meyakinkannya agar mau melanjutkan pernikahan.

Saat itu Pras percaya bahwa dirinya memang kurang pantas bersanding dengan Arum. Keluarganya memang sangat sederhana. Pekerjaannya juga memang tidak begitu mentereng. Namun karena melihat ketulusan dan perjuangan Arum, sebagai laki-laki dia merasa malu karena memilih menyerah. Pada akhirnya karena cinta yang begitu besar, mereka menikah.

"Arum, Arum?" panggil Pak Yos didepan sana.

"Ya, Pak?" Arum yang melamun tersadar setelah dicolek Asti.

"Gimana sih? Kamu nglamun? Dari tadi saya udah ngomong panjang lebar kamu ternyata enggak dengerin?" Pak Yos mulai marah.

"Ya maaf, Pak. Kenapa, Pak?" Arum bertanya lagi.

"Ah udah lah. Kamu tanya aja sama yang lain nanti," Pak Yos beralih bicara pada Tri meninggalkan Arum dengan sedikit perasaan bersalah.

Jam makan siang pun, Arum memilih makan sendiri di ruang kerjanya. Sepi saat yang lain lebih memilih makan di kantin. Dia memang lebih suka begini. Hanya saja, banyak pikiran yang menyita tenaganya akhir-akhir ini. Bertemu dengan banyak orang di kantin tidak akan membantunya sama sekali. Akhirnya, dia kembali memikirkan tentang kelangsungan hubungannya dengan Pras.

Kemana perasaanku yang menggebu-gebu dulu? Kenapa sekarang rasanya jadi hambar?

Sebuah pesan masuk di ponsel Arum dari Viki.

Viki     : Udah makan siang?

Arum   : Ya, ini lagi makan siang.

Viki     : Tapi aku enggak kliatan kamu di kantin?

Arum   : Ya aku makan di ruangan.

Viki     : Padahal aku pengen bisa liat kamu di kantin.

Arum   : Ngapain?

Viki     : Ya kangen aja sih.

Arum   : Mulut dijaga ya.

Viki     : Nanti pulang jadi bareng?

Arum   : Ya boleh aja sih.

Viki     : Ok nanti aku tunggu di luar ya.

Arum   : Sebagai ucapan terima kasih, nanti kita mampir makan dulu deh.

VIKI   : Asiiik. Aromanya bakalan traktiran ulang tahun nih.

Arum   : Hahahaha. Siiip dah.

Itulah Viki. Ya dia memang dekat dengannya beberapa waktu belakangan ini. Dan memang begitulah Viki, suka bicara manis padanya. Tentu Arum tak pernah ambil pusing, karena Viki memang terpaut usia cukup jauh darinya dan dia memang menganggap Viki sama saja dengan teman prianya yang lain. Namun tak bisa dipungkiri, kehadiran Viki bisa sedikit menghiburnya dalam kondisinya yang sedang pelik.

Arum memang punya banyak teman pria karena sifatnya yang cenderung tomboy juga tentunya tuntutan pekerjaan. Suaminya juga tidak pernah melarangnya untuk berteman dengan siapapun. Bahkan Arum sudah biasa pulang dan pergi atau sekedar makan-makan dengan beberapa rekan kerja prianya. Arum memang tidak membawa kendaraan sendiri karena mamanya melarangnya. Lebih memilih sang anak pergi dengan kendaraan umum yang dinilainya lebih aman. Tentu saja semuanya atas sepengetahuan suami.

Arum juga tahu bahwa kedekatannya dengan Viki perlahan dipahami salah oleh orang lain. Mereka mulai menganggap Viki sebagai orang ketiga dalam hubungannya bersama Pras. Bukan tanpa alasan, itu karena Viki memang bukan orang yang sepertinya akan bisa dekat dengannya. Secara hubungan pekerjaan pun, sebenarnya juga sama sekali tidak cocok. Namun Arum tak merasa ada yang salah karena ya mereka hanya berteman. Oleh karena itu, dia memilih diam. Biarkan saja orang lain berasumsi semau mereka. Karena kebenarannya hanya dia yang tahu.

Sore hari sepulang kerja, Arum sedang dibonceng Viki.

"Seneng deh aku. Bisa nemenin kamu di hari spesialmu," goda Viki.

"Jangan mulai deh, Vik! Mending fokus aja deh liat jalan tuh di depan!" sergah Arum.

"Hahaha. Kenapa sih? Aku serius loh!" ujar Viki lagi.

"Ya aku juga serius, Vik. Aku laper! Pengen makan rawon!" elak Arum.

"Hahaha. Iya iya ini juga lagi otw kan," goda Viki terus.

"Tapi by the way, seandainya kamu belum ada suami… kira-kira kamu mau gak kalo nikah nya sama aku?" Viki mencoba peruntungan.

"Lah, tapi kan aku ada suami, Vik please deh!" kata Arum.

"Ya aku kan bilang seandainya. SE AN DAI NYA ngerti gak sih?" Viki mengeja perlahan.

Tak kunjung mendapat jawaban, Viki bertanya lagi, "jadi gimana? Mau enggak?"

"Astaga. Males jawab aku pertanyaanmu aneh!" Arum mengelak menatap punggung yang sedang menyetir didepannya ini.

Nih cowok sebenernya bercanda doang atau serius sih? Nih lama-lama bisa baper akunya. Hm, tapi ya gak mungkin lah ya dia serius. Secara dia masih single masih muda. Pasti banyak cewek yang mau sama dia. Lah aku? Udah ada suami di rumah, muka juga enggak cantik-cantik amat! Aku enggak boleh keGRan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Brondong Toxic   Inikah Akhirnya?

    Setelah hampir lima tahun melewati hal-hal yang menguras tenaga, pikiran, dan emosinya, Arum berhasil melepaskan semuanya. Sesuai janjinya pada diri sendiri dan apa yang dia katakan pada semua orang di sekitarnya, dia ingin fokus untuk membahagiakan diri sendiri dan sang mama. Malam ini, Arum merebahkan diri di ranjang kesayangannya bersama Jelly. Televisi menyala mempertontonkan sinetron favoritnya. Besok weekend dan Arum sudah merencanakan ingin mengajak Jelly pergi ke salon hewan untuk mendapatkan perawatan. Kali ini sekaligus mengajak mamanya yang memang sangat sayang pada Jelly bahkan sudah dianggap seperti anak sendiri. “Mama, besok kita pergi sama Jelly ya. Kita anter dia ke salon biar makin cakep,” ajak Arum semangat. “Habis itu ya kita juga ke salon ya? Sekali-kali mama ini pengen perawatan gitu. Cuci muka apa rambut itu apa namanya?” rajuk Mama Tina pada anak satu-satunya itu. “Hahaha. Mama mau? Ya udah kalo gitu besok kita juga ke salon. Kita anter Jelly dulu terus kita k

  • Brondong Toxic   Mari Bicara Serius

    “Mau kemana kita hari ini?” Awan menawarkan. “Ya bukannya kamu yang ngajakin aku tadi. Emang kamu mau kemana?” Arum balik bertanya. Awan melihat lekat pada sosok Arum. Wanita itu hari ini tampak cantik walau hanya mengenakan celana jins dan kaos polo berkerah. Tentu saja sebenarnya itu hanya perasaannya saja karena penampilan Arum sama sekali tak pernah berubah dan masih seperti biasanya. “Wan? Kok malah ngelamun sih?” Arum menyadari tingkah aneh pria itu. “Eh eh iya maaf. Aku ini loh. Hm, mau beli mainan aja buat Athir. Kamu mau nemenin kan?” Arum jadi berpikir jauh lagi. Pria disampingnya ini begitu menyayangi keluarganya dan apakah pantas dia datang begitu saja dan sangat mungkin menyebabkan kehancuran untuk keharmonisan keluarga kecil itu. “Arum? Kok jadi kamu yang ngelamun sih?” Awan yang tak kunjung mendapat jawaban. “Ah iya. Aku bebas aja sih anterin kemana aja kamu mau. Aku nanti cuman mau liat-liat tanaman aja buat mama di pasar bunga.” Arum tersenyum kikuk. “Owh ok ka

  • Brondong Toxic   Permintaan Maaf

    Arum dan mamanya masih berada di ruang tamu kecil mereka. Rumah yang memang sudah mereka tempati selama berpuluh-puluh tahun sejak papa dan mama Arum menikah. Rumah ini menjadi saksi kunci bagaimana Arum lahir hingga sedewasa ini. Rumah ini melihat jelas tawa tangis dan segala rasa yang Arum tumpahkan. Sebenarnya Arum sudah memiliki rumahnya sendiri dengan Pras saat itu, tapi memang sama sekali tidak pernah ditempati dan hanya dikontrakkan saja. Suatu saat nanti Arum pasti akan tinggal di sana walau untuk saat ini dia masih setia mendampingi sang ibu. Mama Tina melihat anaknya yang menemaninya kini. Entah kenapa ada sedikit perasaan iba karena anaknya itu harus menjalani hidup sendirian sebagai seorang janda di usianya yang kini sudah menginjak 35 tahun. Padahal di usia seperti itu, harusnya dia sedang menghabiskan waktu bersama suami dan anak-anaknya dan bukan menemani ibunya yang sudah tua juga mulai sakit-sakitan. Entah bagaimana sang mama juga merasa sedikit bertanggungjawab hingg

  • Brondong Toxic   Arum Kini

    Arum sedang bekerja di depan komputernya dengan wajah cemberut dan terlipat. Asti yang baru saja keluar dari ruangan Pak Yos membawa setumpuk berkas tentu bisa melihat jelas air muka sang sahabat. Suasana memang cukup sepi karena sebagian orang sedang tidak ada di ruangan entah dinas luar atau memang sedang ada urusan ke departemen lain. “Kenapa sih kamu uring-uringan gitu?” tanya Asti yang melihat gelagat aneh Arum. “Enggak ngerti juga! Awan tuh berubah banget belakangan ini. Kayanya dia mulai ngehindar dari aku,” Arum senewen sendiri. “Lagi? Hahaha. Kamu tuh sadar enggak sih sekarang kalo sedikit banyak sikap kamu udah sama kaya dia? Ketularan childish kayanya ya. Dikit-dikit ngambek, terus manyun. Kaya ABG lagi kasmaran. Hehehe,” goda Asti. “Heh? Apaan sih. Enggak lah ya. Aku tuh cuman kesel karena dia bersikap sesuka hati semaunya sendiri sama aku. Kalo lagi butuh aja dia nyariin, kalo enggak ya lupa!” Arum masih menggerutu. “Tapi kan kamu tahu hari kaya gini emang bakal daten

  • Brondong Toxic   Perubahan Awan

    Saat jam istirahat pun, Arum memilih makan siang dengan Asti di ruangan mereka. Seperti sudah menjadi kebaisaan kini mereka akan berada di sana. Seakan tidak cukup sudah membicarakan kedua pria itu, Viki dan Awan melalui telepon hingga larut malam, Arum kembali bercerita tentang dua pria siang itu. “Sumpah sinetron banget ceritanya. Hahaha,” Asti tidak habis pikir. “Kamu ketawa di atas penderitaan orang lain banget sih, Ti!” Arum tertawa juga. Terbiasa menutupi seluruh perasaannya sendiri. “Kisah hidupmu kalo dijadiin film bagus banget kayanya! Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari sana,” Asti berandai. “Lah iya. Bayangin aja. Setelah bertahun-tahun, kamu udah punya anak tiga, aku masih stuck sama satu cowok itu,” Arum juga tidak percaya sudah selama itu dia menghabiskan waktu dengan Viki.. “Hahaha iya juga sih. Udah kaya kredit motor. Hahaha. Terus kamu sama Awan gimana?” tanya Asti lagi. “Enggak ngerti juga sih. Dia baik, cuman gimana ya, Ti. Dia makin kesini makin keli

  • Brondong Toxic   Perceraian Viki

    Elsa memberanikan diri menemui Viki di rumahnya. Sebenarnya dia juga baru tahu bahwa Viki punya rumah pribadi di Malang. Elsa tahu dari Cindy, temannya di tempat karaoke yang ternyata masih kontak dengan Andi, teman karaoke Viki malam itu saat pertama kali mereka pertama berkenalan. Walau sedikit memaksa, tapi akhirnya Cindy bisa membujuk Andi untuk memberi alamat rumah Viki. Viki tak langsung membuka pintu saat Elsa datang. Dia memang tidak mengatakan akan datang karena pria itu pasti akan menghindarinya. Sebuah surat perceraian datang di kos Elsa kemarin, dan karena itulah Elsa datang hari ini. Masih berharap Viki mau merubah keputusannya walau tentu saja Intan dan Rani sudah berulang kali mendukung keputusan Viki untuk bercerai dan berpesan pada Elsa agar tidak lagi berhubungan dengannya, tapi ternyata cinta itu memang buta. Pintu itu dibuka menampilkan sosok Viki yang berantakan. Matanya merah dan wajahnya mengeras saat melihat Elsa yang muncul di sana. “Ada apa sih kamu kesini?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status