Ada kekacauan dalam pikiran Suro Joyo ketika Badas mengucapkan diri putra mahkota Krendobumi itu tiba waktunya menysul kedua orang tua. Apa maksud di balik perkataan Badas? Itu yang yang mengganggu pikiran Suro Joyo.
Namun Suro Joyo tidak ada kesempatan untuk memiliki makna perkataan Badas. Kini maut ada di depan mata. Dua gumpalan merah membara berbentuk cakra siap menghancurkan Suro Joyo!
Hanya satu tindakan yang bisa dilakukan Suro Joyo, menangkis ajian lawan dengan ajian yang sama. Cepat tangan kanan Suro Joyo menyorong ke depan dengan telapak terbuka. Dari telapak tangan Suro Joyo meluar sinar merah membara berbentuk cakra. Sinar merah itu menyongsong sinar serupa berjumlah dua buah dari Badas.
Terjadi benturan keras disertai suara ledakan membahana memenuhi alam sekitarnya. Akibat benturan, ada pukulan balik ke masing-masing penyerang. Pukulan balik kembali ke pihak Badas dan Suro Joyo. Badas terlihat berdiri tegar ketika hantaman balik menerpa. Sedangkan Suro Joyo terlempar ke belakang puluhan tombak. Punggung Suro Joyo menghantam bebatuan. Pendekar yang berpakaian warna merah itu terjatuh ke tanah keras dalam keadaan tersungkur.
Suro Joyo merasakan badannya terasa ngilu di seluruh persendian. Pelan-pelan dia bangkit dengan tubuh agak goyang. Pandangan mata sedikit berkunang. Dia lihat ke arag Badas yang pelan-pelan mendekat. Gerakan kedua tangan menunjukkan pendekar yang lihai ganti rupa itu siap melancarkan serangan susulan!
“Huahaha hahaha..., orang tuamu dan para petinggi Krendobumi telah kutumpas, Suro!” teriak Badas lantang. “Kini giliranmu menyusul mereka!”
Kembali Badas menghantam pukulan jarak jauh dengan menggunakan Ajian Rajah Cakra Geni yang dilandasi kekuatan berlipat dari tenaga dalam tingkat tertinggi. Badas benar-benar sudah mempersiapkan sejak lama untuk menghabisi Suro Joyo. Tujuannya sudah jelas, ingin menumpas Agung Paramarta sekeluarga bersama seluruh punggawa dan pengikut setianya.
Suro Joyo melesat tinggi ke udara ketika ajian dari Badas menghantamnya. Dirinya lolos dari ajian lawan. Ajian Badas menghancurkan bebatuan di belakang Suro Joyo. Sebagian serpihan bebatuan mengena punggung Suro Joyo.
Tubuh Suro Joyo yang berada di udara melesat cepat ke arah Badas. Dia merasakan keanehan ketika dirinya menyarang sosok yang wajah dan postur tubuhnya sama persis dengan dirinya. Keadaan itu membuat pikiran Suro Joyo terganggu. Apalagi dia telah menyadari bahwa kedua orang tua dan seluruh punggawa Krendobumi telah ditumpas Badas.
“Heaaa!” teriak Badas sambil menangkis pukulan Suro Joyo yang dilandasi tenaga dalam tingkat paling tinggi. Dalam waktu yang hampir bersamaan, tangan kanan Badas menghantam dada Suro Joyo dengan keras.
Kembali tubuh Suro Joyo terbanting ke bumi dalam keadaan telentang. Cepat-cepat Suro Joyo bersalto ke depan, lalu menyarang lagi dengan tendangan kaki kanan siap menghantam kepala lawan.
Badas tanpa ragu-ragu lagi menghantam telapak kaki kanan Suro Joyo dengan kepalan tangan kanan bertenaga dalam. Kali ini Suro Joyo terlontar ke belakang beberapa tombak.
Saat tubuh Suro Joyo masih melayang di udara, Badas melancarkan serangan susulan. Dua telapak tangannya menghantamkan Ajian Rajah Cakra Geni. Dua sinar merah siap meluluhlantakkan tubuh pewaris sah tahta Krendobumi!
Dalam keadaan genting, Suro Joyo bersalto lebih tinggi ke ke depan. Tubuhnya lolos dari serangan lawan. Hantaman ajian dari Badas hanya mengena tempat kosong.
Kedua kaki Suro Joyo menapak di depan Badas. Kedua pendekar yang wajah dan tubuhnya sama persis berhadap-hadapan. Mereka sama-sama pasang kuda-kuda untuk menyerang.
“Jadi kamu sudah membunuh raja dan permaisuri Krendobumi?” tanya Suro Joyo dengan nada geram.
“Huahaha hahaha..., benar sekali, Suro!” jawab Badas dengan bangga. “Mereka orang tua bodoh yang mudah kutipu. Bukan hanya orang tua yang telah kuhabisi, tapi seluruh petinggi Krendobumi kubersihkan! Aku tak ingin menjadi raja dengan menyisakan satu orang musuh pun. Siapa saja yang kuanggap musuh, kusingkirkan. Prinsip itu berlaku sejak merebut tahta Krendobumi sampai sekarang. Kini aku telah menjadi raja di Kerajaan Krendobumi dengan wilayah yang lebih luas. Perdikan Tirtawisa dan Kerajaan Wanabisala menjadi bagian Kerajaan Krendobumi sekarang. Aku menjadi penguasa tiga wilayah itu sekarang. Ke depannya, wilayah itu akan kuperluas.”
“Bedebah...!” rutuk Suro Joyo. “Dasar manusia sampah! Bisanya hanya membuat resah dan kerusakan pada bumi yang telah gemah ripah.”
Perkataan Suro Joyo bukan hanya asal-asalan. Wilayah yang dijarah Badas bukan wilayah yang resah atau penduduknya menderita. Pertama, Kerajaan Wanabisala. Kerajaan itu termasuk kerajaan yang makmur. Rakyat hidup dalam kemakmuran. Badas yang memiliki nafsu tinggi untuk menguasai, akhirnya berhasil merebut Wanabisala dengan cara sangat licik. Namun sejak Wanabisala dalam kekuasaan Badas, rakyat justru hidup sengsara dan menderita.
Kedua, Kerajaan Krendobumi. Menurut pengakuannya, Badas telah menjadi raja di kerajaan tersebut. Dengan rasa bangga, Badas merasa dirinya paling berhasil dalam melakukan penaklukan suatu wilayah. Kini Badas ingin menyempurnakan keberhasilannya dengan cara mengakhiri hidup Suro Joyo!
“Hm..., ora ganja, ora unus,” gumam Suro Joyo lirih disertai gemeretak gigi-giginya menahan kemarahan yang memuncak.
“Ha...? Apa kamu bilang?” Badas terlihat penasaran. “Coba kamu ulangi perkataanmu tadi! Aku pengin tahu maksudmu apa?”
“Para leluhurku mengatakan ora ganja, ora unus pada sosok manusia semacam kamu, Badas Wikatra!” tegas Suro Joyo tanpa rasa gentar. “Kamu ini buruk rupa, buruk juga perilakunya. Sudah buruk wajah dan fisiknya, jahat pula kelakuannya, itu maknanya. Tidak salah kan yang kukatakan?”
Kali ini giliran Badas yang geram. Dia tahu bahwa wajahnya sejak lahir memang tidak menarik. Apalagi setelah dirinya mendapatkan ajian mantra sakti yang membuatnya mampu mengubah wujud fisik menjadi siapa pun yang diinginkan. Termasuk yang dilakukan sekarang ini.
Untuk mendapatkan mantra sakti, saat bertapa di Goa Blondrong, dirinya mesti berani berkorban. Ada beberapa pengorbanan yang mesti dilakukan, di antaranya, wajahnya akan berubah buruk, lebih tua dari usia yang sebenarnya, dan sebagian besar tubuhnya menghitam legam seperti baru saja dihajar massa!
“Tidak apa-apa aku memiliki wajah dan tubuh buruk,” kata hati Badas. “Yang penting Iblis Penunggu Goa Blondrong mengabulkan permintaanku untuk menguasai mantra malih rupa. Dengan mantra ini, aku bisa mengubah wujudku menjadi siapa saja yang kuinginkan. Dengan cara ini, aku berhasil menguasai dua kerajaan besar, Kerajaan Wanabisala dan Kerajaan Krendobumi.”
Suro Joyo tersenyum mengejek ketika melihat Badas tersinggung atas kata-kata yang diucapkan tadi. “Badas Wikatra..., kamu ini manusia tidak berguna, buruk rupa, dan jahat sekali perilakumu. Kamu layak menjadi sampah peradaban, selalu menyusahkan rakyat kebanyakan. Rakyat Wanabisala dan Krendobumi kamu buat menderita akibat ulahmu. Sudah saatnya kamu lenyap dari muka bumi!”
“Huahaha hahaha..., kamu mau melenyapkan aku?” ejek Badas. “Apa modalmu? Ajian Rajah Cakra Geni? Itu sudah kumiliki sekarang! Di tanganku, ajian itu lebih hebat dan lebih mematikan. Dengan Ajian Rajah Cakra Geni ini, kubunuh Agung Paramarta, Niken Sari, dan seluruh pengikutnya pada malam penobatanku menjadi Raja Krendobumi, muehehehe...!”
Suro Joyo terpancing kemarahannya. Dia ingin menumpas Badas Wikatra saat ini juga.
“Sebelum kukirim ke Lembah Siungbowong alias lembah kematian,” lanjut Badas, “sebaiknya kamu bersimpuh takluk di depanku! Kamu akan kuampuni, kemudian kujadikan penjaga gerbang istana Kerajaan Krendobumi!”
Tanpa berkata sepatah pun, Suro Joyo langsung melancarkan serangan dadakan. Batu sebesar kambing dewasa yang ada di dekatnya ditendang dengan keras. Batu hitam itu melesat sangat cepat mengarah wajah Badas!
***
Ada sosok pendekar tinggi besar, berpakaian serba hitam, mengenakan topeng harimau, mendekati Suro Joyo dan Westi Ningtyas. Suro Joyo dan Westi Ningtyas tidak mengurangi kewaspadaan, meskipun sosok berpakaian serba hitam itu terlihat tenang. Pendekar Bertopeng Harimau memandangi dua pendekar yang seperti dua sejaoli itu.“Huahahahaha..., rupanya kalian berkasih-kasihan ya?” ejak Pendekar Bertopeng Harimau. “Maaf kalau mengganggu.”Pendekar Bertopeng Harimau menjura. “Sekali lagi aku minta maaf kepada kalian berdua. Sebenarnya aku tak bermaksud suasana syahdu dua orang yang sedang memadu cinta. Tidak ada maksud sedikit pun dariku untuk mengusik kalian.”Westi Ningtyas tersipu. Dia sangat malu dikatakan sedang memadu kasih dengan Suro Joyo. Padahal tidak demikian kenyataannya. Pada saat bersamaan, Suro Joyo terlihat kikuk juga.“Dasar mulut sumur, asal mangap saja!” gerutu Suro Joyo dalam hati. ”Orang lagi bersungguh-sungguh membicarakan tentang nasib rakyat Krendobumi yang menderita ak
Dulu Westi Ningtyas pernah membayangkan dirinya bisa mendapatkan cinta Suro Joyo. Lalu dirinya mengebara bersama orang yang dicinta. Westi Ningtyas tertarik pada Suro Joyo bukan karena dirinya putra raja, atau pewaris tahta Kerajaan Krendobumi. Pendekar perempuan yang berparas jelita itu tertarik pada Suro Joyo karena perilakunya yang baik. Tentu saja, juga karena ketampanannya.Ya..., Westi Ningtyas, dan kebanyakan gadis, atau pendekar perempuan tidak bisa memungkiri bahwa Suro Joyo tampan. Para gadis itu tidak ingkar hati bahwa mereka tertarik pada Suro Joyo karena paras tampan yang dimiliki.“Tapi itu dulu..., ya..., aku dulu memang tertarik pada Suro Joyo,” batin Westi Ningtyas. “Sekarang..., aku tahu diri. Aku tidak mungkin terlalu berharap pada Suro Joyo. Dia sekarang menjadi simbol pemimpin besar yang akan merebut kembali tahta miliknya yang diambil secara lisik oleh Badas Wikatra.”Selama beberapa saat Westi Ningtyas terdiam. Berdiam diri. Padahal Suro Joyo menunggu jawaban da
Suro Joyo memperkokoh kuda-kudanya sambil terus menangkisi setiap pukulan lawan. Pandangannya menajam, melihat setiap pergerakan lawan. Lawannya yang seorang perempuan, tapi memiliki ilmu silat tinggi dan tenaga dalam yang mumpuni. Jurus yang digunakan pendekar bercadar ungu bukan hanya untuk menjajaki, tetapi melumpuhkan. Bahkan kalau Suro Joyo tidak hati-hati, bisa lebih celaka lagi.Tiba-tiba penyerang yang bercadar ungu itu melompat tinggi ke udara dalam keadaan tubuh berputar sesar. Putaran tubuhnya menimbulkan pusaran angin beliung yang menggoyahkan keseimbangan Suro Joyo.Tiba-tiba kedua kaki pendekar bercadar bergerak sangat cepat menendang ke arah Suro Joyo kecepatan luar biasa. Suro Joyo harus mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan dengan cara bersalto ke belakang beberapa kali.Namun penyerang itu tidak menyerah begitu saja. Dia terus mengejar. Maka Suro Joyo terpaksa menangkis dengan kedua tangan sekaligus. Dia hantamkan pukulan jarak jauh untuk mendorong si pe
Sarenggolo melemparkan pisau bergeriginya ke arah anak buah Dirgayuda berkepala botak. Pisau melesat sangat cepat melebihi kecepatan angin badai. Ujung pisau bergerigi menusuk tengkuk, tembus sampai leher bagian depan. Sarenggolo menggunakan tenaga dalam untuk menarik pisaunya dari jarak jauh. Pisau bergerigi yang semua menancap di leher anak buah Dirgayuda, kini melesat kembali ke dalam genggaman tangan kanan Sarenggolo.Anak buah Dirgayuda ambruk ke bumi sambil memegangi lehernya. Dia berkelejotan menahan sakit. Tak lama kemudian tak bergerak sama sekali.Kematian anggota Pasukan Pemburu yang kepalanya plontos itu membuah Dirgayuda dan anak buah lainnya semakin panik. Mereka berlarian ke segala penjuru untuk menghindari Sarenggolo. Mereka berlarian ke berbagai penjuru mata angin.“Hahahahaha..., kalian mau lari kemana?” teriak Sarenggolo dengan pongahnya. “Mau lari ke lobang semut pun, Pisau Netrakethi ini tak bisa tinggal diam! Pisau ini pasti akan menemukan kalian!” Sarenggolo me
“Kamu mau membunuh kami?” tanya Dirgayuda dengan nada tegar, meskipun nyalinya ciut. Dia takut mati dengan cara yang mengenaskan seperti yang dialami Somblah dan teman-temannya.“Kalau tidak ada yang mau menyebutkan nama pimpinan kalian, terpaksa kulakukan jalan kekerasan,” ucap Suro Joyo tenang. “Rupanya aku harus menjadi algojo kejam untuk orang-orang macam kalian.”Seorang anak buah yang berkepala botak mendekati Dirgayuda sambil berkata lirih, “Sebaiknya kita berterus terang saja, Raden. Si Pendekar Sinting ini akan tega menghabisi kita kalau keinginannya tidak dipenuhi.”Dirgayuda memandang anak buahnya dengan sorot mata penuh kemarahan, “Kamu takut mati?”“Bukan begitu, Raden. Kalau mati, tidak masalah. Tapi kalau mati dengan cara nista seperti Somblah, aku tidak mau.”“Kalau tidak mau, ya sudah, kamu kabur sana!”Anak buah Dirgayuda terdiam. Kabur, meninggalkan Pasukan Pemburu sama saja mencari jalan kematian. Ketika dirinya kabur, maka entah kapan, dan di mana, akan ada seoran
Suro Joyo terlihat tenang menghadapi lawan yang sorot matanya memperlihatkan nafsunya untuk membunuh lawan. Pendekar Kembara Semesta itu memusatkan perhatiannya pada pedang yang berada dalam genggaman lawan. Tentang nafsu Somblah untuk menghabisi orang yang dimusuhi, tidak ambil peduli.“Dilihat dari nafsunya yang sangat besar untuk membunuhku menunjukkan sifat sombongnya,” kata Suro Joyo dalam hati. “Dia seolah-olah akan berhasil menghabisi musuhnya dalam waktu yang tidak lama lagi. Ini kelemahannya. Sekaligus kelengahannya.”Sebelum Somblah mengayunkan pedangnya, tiba-tiba Suro Joyo bergerak sangat cepat. Dia seperti terbang. Ini ajian yang dia peroleh dari Manusia Lumut. Sebuah ajian yang sangat langka. Hanya beberapa gelintir manusia yang memilikinya.Tubuh Suro Joyo melesat bagaikan kilat menuju angkasa. Ketika sampai ketinggian, tiba-tiba tubuh pendekar yang punya julukan Suro Sinting itu melenyap! Tubuh rampingnya seolah-olah ditelan awan biru. Ditelan kegelapan gulita.Dirgayu