Secara naluri, Suro Joyo sejati merasa muak dan mual melihat sosok Badas Wikatra yang mewujud sebagai dirinya. Wajah asli Badas terbungkus ketampanan wajah Suro Joyo. Selain itu, dengan meminjam wajah Suro Joyo, Badas berhasil menipu daya seluruh rakyat Krendobumi saat malam pengangkatan Suro Joyo jadi-jadian menjadi raja di Krendobumi.
Sebagian besar rakyat Krendobumi memang mudah ditipu dengan tampilan wajah bersih dari seseorang yang punya kepentingan untuk meraih kekuasaan. Badas punya ambisi menjadi raja di Krendobumi. Maka dia menggunakan ajian malih rupa untuk mengubah tampilan wajah dan fisiknya menjadi Suro Joyo. Suro Joyo, pewaris tunggal yang sah tahta Krendobumi tentu saja dielu-elukan seluruh rakyat Krendobumi. Ketika Badas menyamar sebagai Suro Joyo, mendapat perlakuan istimewa dari orang tua Suro Joyo, semua punggawa, dan seluruh rakyat Krendobumi.
Kesempatan emas itu dimanfaatkan Badas untuk menggapai ambisi secara mudah dan cepat. Tanpa melalui peperangan. Cukup dengan tipu daya, Badas berhasil naik tahta sebagai Suro Joyo jadi-jadian. Setelah Badas naik tahta, dia langsung mengekskusi mati orang tua Suro Joyo, seluruh punggawa, dan semua pengikut setia Agung Paramarta. Malam pengangkatan Suro Joyo jadi-jadian menjadi raja Krendobumi menjadi malam pembantaian yang keji dalam sejarah Kerajaan Krendobumi.
Pagi harinya Badas kembali ke wujud semula. Saat itu juga dia mengumumkan kepada seluruh rakyat Krendobumi bahwa dirinya menjadi penguasai Krendobumi. Dia Raja Krendobumi. Tahta Kerajaan Krendobumi beralih dari Agung Paramarta ke tangan Badas Wikatra dengan menggunakan tipu daya .
“Sekarang saatnya aku memenuhi satu keinginanku,” kata Badas dalam hati. “Suro Joyo harus lenyap dari kehidupan ini. Aku belum merasa tenang kalau mendengar kabar Suro Joyo masih hidup. Dengan kematian Suro Joyo nanti, aku bisa tidur lebih nyenyak tanpa gangguan mimpi buruk seperti yang dialami Jati Kawangwang pada zaman dulu.”
Jati Kawangwang dulu pernah merebut tahta dari Agung Paramarta. Namun pada akhirnya tahta kembali direbut Suro Joyo melalui jalan kematian Jati Kawangwang di tangan pendekar muda itu.
Badas Wikatra tidak ingin bernasib seperti Jati Kawangwang. Dia kini bertekat bulat menghabisi Suro Joyo! Namun Badas lengah selama beberapa kejapan mata karena pikirannya melambung di langit. Sebuah batu hitam sebesar kambing menghantam wajahnya!
Badas dalam wujud Suro Joyo terlempar beberapa tombak. Dia tersungkur ke bebatuan dalam keadaan tengkurap. Pelan-pelan dia bangun dengan wajah babak belur! Kini ketampanannya sebagai Suro Joyo jadi-jadian berkurang. Luka-luka baret memenuhi wajahnya.
Itu salah satu kelemahan yang mesti dia terima ketika menggunakan ajian malih rupa. Kesaktian sejatinya hilang untuk sementara waktu mengikuti sosok manusia yang disamarnya.
Tiba-tiba Badas merasa kepalanya terasa pening. Saatnya kembali ke wujud semula telah tiba. Ajian malih rupa hanya bertahan selama satu hari satu malam. Sekarang waktunya menjadi sosok Suro Joyo telah habis. Pelan-pelan seluruh tampilan Suro Joyo jadi-jadian berubah.
Dalam beberapa kejapan mata, Suro Joyo jadi-jadian berubah ke wujud semula ..., Badas Wikatra! Sosok tinggi besar, kekar, kokoh, perkasa, dan terlihat otot menonjol di seluruh tubuhnya. Wajah Badas seperti sosok hantu yang menakutkan bagi siapa pun yang baru pertama melihatnya, termasuk Suro Joyo!
“Hahaha haha..., ternyata wajahmu menyeramkan seperti genderuwo,” ejek Suro Joyo dengan tawa khasnya yang membuat orang lain kesal. Juga geram.
“Memang tidak salah katamu, Suro!” balas Badas. “Tapi Si Buruk Rupa ini yang telah membunuh Agung Paramarta dan Niken Sari secara langsung. Tanganku ini yang menebas mereka dengan pedang baja yang tajamnya melebihi pisau cukur, muehehe hehehe...!”
Pelan-pelan Badas menghunus pedang saktinya. Sebuah pedang baja, panjang, dan gagangnya berbentuk kepala harimau. Ada hawa panas keluar dari pedang di tangan Badas. Dalam dunia persilatan, pedang sakti itu bernama Pedang Kalacundang. Keinginan Badas untuk mengakhiri pertarungan tak terbendung lagi. Dia ingin menyingkirkan sosok muda di depannya.
“Iblis laknat!” Suro Joyo geram. “Baru kusadari sekarang..., kamu bukan hanya manusia buruk rupa yang jahatnya luar biasa. Kamu ternyata iblis kerak neraka yang menjelma
jadi manusia. Tak ada cara lain untuk menghentikan perilaku kotormu, kecuali membuatmu musnah dari muka bawana!”
Suro Joyo langsung menghantamkan pukulan jarak jauh dari telapak tangan kanannya. Dia langsung menggunakan Ajian Rajah Cakra Geni untuk menghabisi lawan.
Namun Badas sudah bisa menebak pikiran Suro Joyo. Dia langsung menggunakan Pedang Kalacundang untuk menangkisnya. Pukulan jarak jauh Suro Joyo berbalik arah. Suro Joyo menggeserkan tubuh ke kanan untuk menghindari hantaman balik dari ajiannya.
Pohon besar kena hantaman Ajian Rajah Cakra Geni. Pohon itu hancur berkepingan jadi serpihan-serpihan kecil. Bertebaran di udara, berjatuhan di dasar Lembah Siungbowong. Lembah yang sering disebut lembah kematian karena banyaknya pendekar hebat di masa lalu yang tewas akibat jatuh di dasarnya. Dasar Lembah Siungbowong berupa ribuan batu hitam yang tajam mencuat ke arah langit.
Ketika Suro Joyo menghindari hantaman balik dari ajiannya, Badas melesat ke arahnya dengan ujung Pedang Kalacundang mengarah dada!
Suro Joyo menghindar dengan melemparkan tubuhnya ke kiri. Dia tak tahu ada batu besar di sisi kiri. Kening kiri menghantam batu hitam.
Pandangan mata terasa gelap selama beberapa kejapan mata. Pada saat bersamaan, Badas menggerakkan tangan ke kanan dengan cepat. Gagang Pedang Kalacundang menghantam punggung Suro Joyo. Pendekar Rajah Maut Cakra Geni itu tersorong ke depan, menghantam pohon tua yang batangnya mengeras baja!
Pohon tua itu berada di tepi jurang, di atas Lembah Siungbowong. Setelah membentur pohon tua yang umurnya ratusan tahun, tubuh Suro Joyo terjun ke dasar lembah kematian!
“Huahahahaha..., kamu bakal mampus menyusul leluhurmu, Suro!” teriak Badas keras penuh kemenangan.
Lamat-lamat Suro Joyo mendengar ucapan Badas yang diselingi tawa terbahak-bahak membahana di seantero perbukitan. Tawa gembira Badas makin menggema, sehingga yang bersangkutan tidak menyadari keadaan di sekitarnya. Dia terlalu lama mendongak ke angkasa sewaktu merayakan kegembiraaannya.
“Sekarang sudah tidak ada lagi orang yang bakal mengusikku," teriak Badas dengan suara menggema. “Aku akan menjadi penguasa tunggal di Krendobumi, Wanabisala, dan Tirtawisa!”
Pada saat bersamaan, Suro Joyo merasa ajalnya akan tiba. Kesadarannya pelan-pelan berkurang karena benturan di kepala. Kini dalam pikirannya terbayang wajah ayah dan ibunya.
“Kalau aku mati, sudah tidak ada beban lagi dalam hatiku,” kata hati Suro Joyo. “Aku berusaha merebut kembali tahta Krendobumi dari Badas Wikatra. Namun karena dia lebih kuat dan lebih sakti, aku tidak mampu melawannya. Semoga sepeninggalku nanti ada pendekar lain yang bisa menumpas Badas dan seluruh antek-anteknya. Di belahan bumi mana pun tidak akan tenang kalau ada manusia semacam Badas Wikatra menjadi penghuninya.”
Tubuh Suro Joyo terus meluncur bebas menuju lembah kematian. Batu-batu runcing di dasar lembah, siap menyambut tubuh pendekar yang mengenakan pakaian warna merah. Merah seperti warna darah!
***
Ada sosok pendekar tinggi besar, berpakaian serba hitam, mengenakan topeng harimau, mendekati Suro Joyo dan Westi Ningtyas. Suro Joyo dan Westi Ningtyas tidak mengurangi kewaspadaan, meskipun sosok berpakaian serba hitam itu terlihat tenang. Pendekar Bertopeng Harimau memandangi dua pendekar yang seperti dua sejaoli itu.“Huahahahaha..., rupanya kalian berkasih-kasihan ya?” ejak Pendekar Bertopeng Harimau. “Maaf kalau mengganggu.”Pendekar Bertopeng Harimau menjura. “Sekali lagi aku minta maaf kepada kalian berdua. Sebenarnya aku tak bermaksud suasana syahdu dua orang yang sedang memadu cinta. Tidak ada maksud sedikit pun dariku untuk mengusik kalian.”Westi Ningtyas tersipu. Dia sangat malu dikatakan sedang memadu kasih dengan Suro Joyo. Padahal tidak demikian kenyataannya. Pada saat bersamaan, Suro Joyo terlihat kikuk juga.“Dasar mulut sumur, asal mangap saja!” gerutu Suro Joyo dalam hati. ”Orang lagi bersungguh-sungguh membicarakan tentang nasib rakyat Krendobumi yang menderita ak
Dulu Westi Ningtyas pernah membayangkan dirinya bisa mendapatkan cinta Suro Joyo. Lalu dirinya mengebara bersama orang yang dicinta. Westi Ningtyas tertarik pada Suro Joyo bukan karena dirinya putra raja, atau pewaris tahta Kerajaan Krendobumi. Pendekar perempuan yang berparas jelita itu tertarik pada Suro Joyo karena perilakunya yang baik. Tentu saja, juga karena ketampanannya.Ya..., Westi Ningtyas, dan kebanyakan gadis, atau pendekar perempuan tidak bisa memungkiri bahwa Suro Joyo tampan. Para gadis itu tidak ingkar hati bahwa mereka tertarik pada Suro Joyo karena paras tampan yang dimiliki.“Tapi itu dulu..., ya..., aku dulu memang tertarik pada Suro Joyo,” batin Westi Ningtyas. “Sekarang..., aku tahu diri. Aku tidak mungkin terlalu berharap pada Suro Joyo. Dia sekarang menjadi simbol pemimpin besar yang akan merebut kembali tahta miliknya yang diambil secara lisik oleh Badas Wikatra.”Selama beberapa saat Westi Ningtyas terdiam. Berdiam diri. Padahal Suro Joyo menunggu jawaban da
Suro Joyo memperkokoh kuda-kudanya sambil terus menangkisi setiap pukulan lawan. Pandangannya menajam, melihat setiap pergerakan lawan. Lawannya yang seorang perempuan, tapi memiliki ilmu silat tinggi dan tenaga dalam yang mumpuni. Jurus yang digunakan pendekar bercadar ungu bukan hanya untuk menjajaki, tetapi melumpuhkan. Bahkan kalau Suro Joyo tidak hati-hati, bisa lebih celaka lagi.Tiba-tiba penyerang yang bercadar ungu itu melompat tinggi ke udara dalam keadaan tubuh berputar sesar. Putaran tubuhnya menimbulkan pusaran angin beliung yang menggoyahkan keseimbangan Suro Joyo.Tiba-tiba kedua kaki pendekar bercadar bergerak sangat cepat menendang ke arah Suro Joyo kecepatan luar biasa. Suro Joyo harus mundur beberapa langkah untuk menghindari serangan dengan cara bersalto ke belakang beberapa kali.Namun penyerang itu tidak menyerah begitu saja. Dia terus mengejar. Maka Suro Joyo terpaksa menangkis dengan kedua tangan sekaligus. Dia hantamkan pukulan jarak jauh untuk mendorong si pe
Sarenggolo melemparkan pisau bergeriginya ke arah anak buah Dirgayuda berkepala botak. Pisau melesat sangat cepat melebihi kecepatan angin badai. Ujung pisau bergerigi menusuk tengkuk, tembus sampai leher bagian depan. Sarenggolo menggunakan tenaga dalam untuk menarik pisaunya dari jarak jauh. Pisau bergerigi yang semua menancap di leher anak buah Dirgayuda, kini melesat kembali ke dalam genggaman tangan kanan Sarenggolo.Anak buah Dirgayuda ambruk ke bumi sambil memegangi lehernya. Dia berkelejotan menahan sakit. Tak lama kemudian tak bergerak sama sekali.Kematian anggota Pasukan Pemburu yang kepalanya plontos itu membuah Dirgayuda dan anak buah lainnya semakin panik. Mereka berlarian ke segala penjuru untuk menghindari Sarenggolo. Mereka berlarian ke berbagai penjuru mata angin.“Hahahahaha..., kalian mau lari kemana?” teriak Sarenggolo dengan pongahnya. “Mau lari ke lobang semut pun, Pisau Netrakethi ini tak bisa tinggal diam! Pisau ini pasti akan menemukan kalian!” Sarenggolo me
“Kamu mau membunuh kami?” tanya Dirgayuda dengan nada tegar, meskipun nyalinya ciut. Dia takut mati dengan cara yang mengenaskan seperti yang dialami Somblah dan teman-temannya.“Kalau tidak ada yang mau menyebutkan nama pimpinan kalian, terpaksa kulakukan jalan kekerasan,” ucap Suro Joyo tenang. “Rupanya aku harus menjadi algojo kejam untuk orang-orang macam kalian.”Seorang anak buah yang berkepala botak mendekati Dirgayuda sambil berkata lirih, “Sebaiknya kita berterus terang saja, Raden. Si Pendekar Sinting ini akan tega menghabisi kita kalau keinginannya tidak dipenuhi.”Dirgayuda memandang anak buahnya dengan sorot mata penuh kemarahan, “Kamu takut mati?”“Bukan begitu, Raden. Kalau mati, tidak masalah. Tapi kalau mati dengan cara nista seperti Somblah, aku tidak mau.”“Kalau tidak mau, ya sudah, kamu kabur sana!”Anak buah Dirgayuda terdiam. Kabur, meninggalkan Pasukan Pemburu sama saja mencari jalan kematian. Ketika dirinya kabur, maka entah kapan, dan di mana, akan ada seoran
Suro Joyo terlihat tenang menghadapi lawan yang sorot matanya memperlihatkan nafsunya untuk membunuh lawan. Pendekar Kembara Semesta itu memusatkan perhatiannya pada pedang yang berada dalam genggaman lawan. Tentang nafsu Somblah untuk menghabisi orang yang dimusuhi, tidak ambil peduli.“Dilihat dari nafsunya yang sangat besar untuk membunuhku menunjukkan sifat sombongnya,” kata Suro Joyo dalam hati. “Dia seolah-olah akan berhasil menghabisi musuhnya dalam waktu yang tidak lama lagi. Ini kelemahannya. Sekaligus kelengahannya.”Sebelum Somblah mengayunkan pedangnya, tiba-tiba Suro Joyo bergerak sangat cepat. Dia seperti terbang. Ini ajian yang dia peroleh dari Manusia Lumut. Sebuah ajian yang sangat langka. Hanya beberapa gelintir manusia yang memilikinya.Tubuh Suro Joyo melesat bagaikan kilat menuju angkasa. Ketika sampai ketinggian, tiba-tiba tubuh pendekar yang punya julukan Suro Sinting itu melenyap! Tubuh rampingnya seolah-olah ditelan awan biru. Ditelan kegelapan gulita.Dirgayu