Home / Rumah Tangga / Bukan Gadis Biasa / Bag 10. Kita Kompakan.

Share

Bag 10. Kita Kompakan.

Author: Rizuma Iori
last update Last Updated: 2021-08-19 10:50:29

»»»»

   Suara dari seberang telfon masih terdengar. Namun, Cia sudah ingin mengakhiri panggilan itu. Ceramah panjang dari Ferry sudah dia dengar semenjak kemarin, Cia sangat pusing mendengarnya.

"Besok malem gua ada acara!" Tanpa maksud tujuan, Cia mengatakan hal itu.

'Acara apa? Paling juga nongkrong sama Rajawali!'

"Enggak!" Elak Cia ketus.

'Terus?'

"Acara makan malem keluarga!" Cia mengutuk dirinya dalam hati. Namun, beberapa saat kemudian, ide brilian merasuki otaknya.

'Boong banget! Udah nggak usah alasan. Pokoknya, besok malem kita berangkat, jam 8 lo harus udah sampe bandara.'

"Gue nggak boong bang! Besok gue vc deh kalo nggak percaya!"

'Gue nggak percaya, bisa aja lo boongin gue, nyewa orang buat jadi sodara sama bokap lo. Gue kan nggak pernah ketemu sama mereka!'

"Ish! Pokoknya, gue nggak bisa. Titik!"

   Cia memutuskan sambungan telfon. Lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Berarti, besok dia harus terpaksa hadir di acara yang Radith katakan tadi. Kapan dan di mana acara itu di lakukan? Menyebalkan jika dia harus bertanya pada Dava. Apa dia bertanya pada Radith saja?

»»»»

   Cia keluar dari lift dan menuju ke arah dapur. Semalam, dia meninggalkan casan laptopnya di sana. Gara-gara ada Dava dan Radith, jadi dia melupakan benda itu.

   Saat sedang memasukan casan laptop ke dalam tas, Radith muncul dengan jas kerja lenkapnya. Sepertinya dia sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Cia celingukan mencari anak ayam yang biasa mengikuti Radith. Siapa lagi kalau bukan Diana.

"Khm!" Cia berdehem sambil menuang air ke dalam gelas, melirik Radith yang langsung duduk di kursinya. Dua prt langsung menyiapkan sarapan untuk Radith.

"Belum berangkat, Cia?" tanya Radith ramah. Cia memalingkan wajahnya.

"Kalo gue masih di sini. Berarti ya belum!" Cia hendak berlalu pergi, lalu mengingat bahwa dia akan ikut dalam acara makan malam nanti. Cia menghentikan langkahnya tepat di samping Radith. Pria itu menoleh dan mendapati Cia yang tampak ingin bicara sesuatu.

"Jam berapa?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Cia. Radith terdiam sesaat lalu tersenyum lebar.

"Nanti malam, jam setengah delapan di Carlis Resto!" jawab Radith dengan penuh semangat.

"Di mana?"

"Carlis Resto!"

"Ok!" 

"Kita berangkat sama-sama saja!"

"Nggak perlu, gue punya mobil sendiri!" Cia langsung pergi begitu saja. Radith tersenyum melihat kepergian putrinya. Saat itulah Dava keluar dari lift dengan terburu-buru.

"Cia mana?" 

"Udah berangkat!" Jawab Radith sambil tersenyum. Dava tampak sedikit kecewa, tapi segera merubah ekspresinya saat melihat Radith tampak bahagia pagi ini.

"Papa tumben senyum-senyum pagi-pagi gini. Ada apa nih?" Dava duduk di dekat kursi Radith, dua prt tadi langsung menyiapkan sarapan juga untuk Dava.

"Adik kamu nanti malam ikut datang!"

"Siapa? Cia? Serius, Pa?"

"Dia sendiri yang bilang." Dava tampak kegirangan mendengar perkataan Radith. 

"Asik, akhirnya dia mau juga kumpul keluarga!" Moment paling Dava tunggu setiap saat adalah dimana mereka bisa berkumpul bersama. "Nggak sabar jadinya, buat nanti malem." Radith hanya terkekeh pelan melihat tingkah putranya. 

»»»»

    Cia menganga tak percaya dengan sebuah paket yang di berikan oleh prt beberapa saat yang lalu. Dia baru saja pulang sekolah dan berniat pergi ke castroom. Namun, seorang prt menyerahkan sebuah paket dengan takut-takut kepadanya. Dan saat Cia kembali ke kamar dan membuka isinya, itu adalah paket yang di kirimkan Ferry untuknya. Lengkap dengan sebuah note bertuliskan.

'Gue nggak percaya kalo lo pergi tanpa pake ini!' Dan sebuah dress cantik berwarna hitam yang mungkin sangat pas di tubuh Cia.

"Ah sial!" Cia membanting tubuhnya ke kasur. Kenapa hidupnya jadi rumit begini.

"Ci, Cia!" Dava mengetuk pintu kamar Cia beberapa kali. Sejak dirinya memutuskan untuk ikut dalam acara makan malam itu, di sekolah, Dava seperti seorang yang baru saja jatuh cinta kembali, mengikuti Cia dari jauh, menatapnya sambil senyum-senyum tidak jelas. Mengerikan bagi Cia.

"Pergi lo, tukang nguntit!" Cia berteriak kencang. Dava tak mendengar karena kamar Cia memang kedap suara. Cia memilih membenamkan kepalanya di balik bantal, setidaknya dia tak akan mendengar ketukan suara Dava lagi dari luar. Memang menyebalkan, ruangan yang aneh, dari dalam bisa mendengar suara dari luar, tapi dari luar tak bisa mendengar suara dari dalam. Kan menyebalkan.

    Waktu yang Dava tunggu akhirnya tiba. Jam menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit. Dan mereka harus berangkat sekarang sebelum mereka terlambat. Dava sudah mencari-cari Cia sejak tadi, berharap mereka bisa berangkat bersama menggunakan satu mobil. Namun, sayangnya Cia sudah lebih dulu pergi menggunakan mobilnya sendiri. 

"Ayo kita berangkat, sebelum semakin malam!" Dava akhirnya pasrah, ikut masuk ke dalam mobil Radith. Diana juga melakukan hal yang sama, lagi pula tak akan nyaman bila ada Cia di dalam mobil itu.

»»»»

    Dava menatap Cia tanpa berkedip. Siapa gadis cantik dengan dress selutut yang ada di hadapannya ini? Benarkan ini Cia, benarkah ini adiknya yang selama ini tampil urakan itu? Apa ini yang di sebut the power of make up?

"Lo liatin apaan! Mau gue colok!" Cia bersiap menusukkan kedua jarinya ke arah mata Dava. Sang kakak segera menghindar sambil terkekeh pelan.

"Habisnya lo beda banget sih!" Cia mengambil sesuatu dari tas kecil yang dia pegang.

"Pake!" Perintahnya pada Dava. Cowok manik abu tampak terkejut, bukan pada apa yang Cia berikan, tapi pada apa yang Cia lakukan. Memberikan sebuah dasi kupu-kupu pada Dava? Benar-benar bukan seperti Cia. "Mau nggak? Kalo enggak, gue masuk in lagi!" Dava dengan segera mengambil dasi itu. Memakainya lalu tersenyum bangga, pasalnya, dasi itu memiliki bentuk yang sama dengan pita yang ada di bahu kiri Cia. Mereka sama an sekarang.

"Pa, liat!" Dava memamerkan kekompakan keduanya pada Radith. Mereka sudah sampai lebih dulu di restoran dan Cia sudah sampai lebih dulu dari yang lain.

"Wah, kalian cocok sekali pakai itu. Jadi kompak ya!" Radith tersenyum hangat. Cia menghela napasnya sebelum berdiri dan berkata.

"Ayo foto bareng!" Dengan lantang. Karena tempat itu memang sedang sepi. Dava dan Radith menatap Cia tak percaya, sedangkan Diana hanya duduk diam di tempatnya.

"Sa.sama kita, Ci?" Dava tak salah dengar, kan?

"Iya, ayo foto bareng!" Pada akhirnya, Radith dan Dava berdiri di samping kanan dan kiri Cia. Cia sudah malu setengah mati di buatnya, mungkin di kehidupan yang lalu, Cia sering mempermalukan seseorang, maka dari itu, sekarang dia sedang di permalukan.

     Cia mengirim fotonya kepada Ferry setelah mendapatkan apa yang dia inginkan. Semoga saja ini akan baik-baik saja kedepannya.

.

.

.

   Apanya yang baik-baik saja!

»»»»

To be Continue ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 72. Jangan Lagi ....

    *****  Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin.  Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 71. Curhatan.

    *****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 70. Gue Nggak Mau Kecewa Hari ini.

    *****"Ok, gue duluan!" Dava melambaikan tangannya pada Iqbal sambil membawa sepeda motornya pergi meninggalkan sekolah, siang ini, seusai sekolah, Dava memutuskan untuk pulang lebih awal, Radith bilang ada yang ingin di bicarakan, jadi dia buru-buru untuk pulang. Di tengah jalan, Dava menghentikan laju motornya saat melihat mobil yang dia kenal tengah berhenti di bahu jalan, lampu mobil masih menyala, pertanda pemiliknya masih di dalam.   Dava memutuskan berhenti di belakang mobil itu, lalu turun tanpa melepas helm miliknya. Dava mengetuk kaca mobil dengan pelan."Ci, Cia ..." panggilnya, gadis yang di dalam menoleh, membuka pintu dengan perlahan. Dava mundur beberapa langkah dan terkejut saat pintu terbuka, Cia langsung memeluk dirinya sambil menangis. Dava tentu saja tidak menyangka Cia langsung memeluknya dan menangis."Cia lo kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?" Dava bertanya khawatir. Bukannya menjawab, Cia malah semakin menangis dalam

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 69 . Sorry.

    *****   Gevin masih di posisi yang sama, duduk di samping tempat tidur sang Nenek. Padahal banyak yang memintanya untuk istirahat, tapi Gevin menolak. Pakaian yang dia pakai semalam masih sama, hingga pagi ini, Gevin tidak mau pergi ke sekolah dan betah duduk di samping Neneknya."Gue mau di sini aja! Jangan ganggu gue!" ucapan Gevin yang mendapat pelototoan dari Angga."Basi lo!" Angga kesal sekali dengan Gevin. "Emangnya lo mau nikah muda, pacar lo kan banyak!" sindir nya kesal. Gevin menatap sang Nenek yang baru saja tertidur. Semalam, setelah meminta maaf dan di maafkan, Sang Nenek berpesan.'Gevin, ingin sekali Nenek melihatmu menikah sebelum Nenek pergi.' tapi itu kan tidak mungkin. Gevin masih sekolah, terlebih dia mencintai Cia, apa Cia mau menikah dengannya, jika tidak, apa Gevin harus menikah dengan orang lain dulu, baru menceraikannya setelah itu kembali pada Cia. Tapi Gevin sudah berjanji akan berubah, jika dia melakuka

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 68. Jangan Pergi ... Kumohon.

    ******   Rio menatap Gevin heran, cowok itu keluar sambil membawa handuk dan berjalan dengan santai sembari mengeringkan rambutnya. Empat orang lainnya yang tadi ada di sana sudah pulang,  mereka bilang lain kali saja datang lagi, karena melihat mood Cia juga tampaknya tidak bagus. Siapa yang tidak tau jika mood Cia sedang buruk maka semua orang bisa kena getahnya. Mungkin hanya Gevin yang kebal dengan itu semua. Ya ada satu lagi, siapa lagi kalau bukan Dava."Lo baikkan sama Cia?" tanya Rio yang tau bahwa sebelumnya Cia bertengkar dengan Gevin."Iya. Thanks ya, udah cerita soal Cia waktu itu." Rio hanya mengedik acuh. Tak menyangka Cia akan memberikan kesempatan pada Gevin."Jangan nyakitin Cia ..." pesan Rio, "gue kasih tau sama lo ya." Rio melirik kamar Cia lalu berbisik pelan, "Cia kalo udah nyaman, bakalan manja minta ampun. Percaya deh sama gue!" Gevin tentu saja tidak percaya, tapi dia juga penasaran. Gimana sosok Cia yang manja. "Gue

  • Bukan Gadis Biasa   Bag 67. Anak-anak Apartemen.

    ******    Gevin membuka pintu ruangan Cia dan masuk tanpa ijin. Cia menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Gevin sudah biasa dengan itu, tapi sekarang Gevin juga sudah tau cara menenangkan nya."Di luar nggak ada yang gue kenal, sayang. Gue kan baru liat mereka." Gevin langsung memeluk Cia dari belakang, menenangkan gadis itu akan kemarahannya. Gevin melihat sekeliling, ruangan itu ternyata ruang kamar, dengan kasur king size dan sebuah lemari besar, juga meja kerja yang berada di sudut ruangan."Lepas gue mau ganti baju! Keluar sana!" Gevin tersenyum cerah."Mau dong liat lo ganti baju ... Bercanda! Sumpah bercanda!" Gevin segera tertawa melihat reaksi Cia. Cowok itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu, lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue main game sambil nungguin lo aja gimana?" Cia masih menatap Gevin tajam. Dia heran, kenapa bisa nyaman dengan orang semenyebalkan Gevin. Sungguh bodoh sekali.   Gevin benar-benar serius bermai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status