Indira mengetuk pintu pintu ruangan Aryo suaminya. Sebelum makan siang, ia datang ke kantor Aryo tepat waktu. Namun, saat wanita itu membuka pintu, alangkah terkejutnya Indira kala melihat seseorang di sana. Ya, Indira baru tahu kalau Wulan pun ada di sana. Tatapannya beralih pada benda-benda yang berserakan. Dari kotak makanan yang ada di atas meja, dapat Indira simpulkan kalau Aryo dan kakak madunya telah makan siang bersama. Ada sesuatu yang perih melihat itu semua. Indira merasa niatnya untuk datang siang ini telah sia-sia. Indira kecewa, ia sedih kenapa Aryo tidak menunggunya untuk makan siang. Apalagi, mereka telah melakukan janji untuk bertemu dan dengan jelas wanita itu mengatakan akan membawa makanan untuknya sebelum pergi ke kantor tadi.Dalam benak Indira penuh dengan segala pertanyaan yang mulai bersarang. Pikiran buruk terhadap suaminya mulai tumbuh. Melihat situasi ini, Indira mulai sadar dengan posisinya saat ini. Sebagai istri kedua yang mungkin tidak dicintai. Bahka
Aryo sadar sedari tadi istrinya tidak memulai makan mengikutinya. Melihat Indira yang tidak menyentuh makanan itu sama sekali, membuat Aryo berinisiatif menyendokkan nasi dan lauknya di piring. Lalu, mengarahkan makanan itu ke mulut sang istri hendak menyuapi, membuat Indira terkejut dengan apa yang sedang Aryo lakukan.Diberikan perhatian yang tidak terduga seperti itu, membuat Indira melongo tidak percaya. Matanya masih menatap Aryo tak berkedip. Otak wanita itu sungguh tidak bisa berjalan. Tiba-tiba saja perasaan gugup serta canggung menguasai dirinya.Kembali suaminya tersebut menyodorkan sendok di tangannya ke hadapan Indira, mengisyaratkan kepada gadis itu agar membuka mulutnya. Namun, masih belum ada respon apa pun dari istri keduanya tersebut. Seolah masih menyimpan rasa keterkejutan di wajahnya.“Ra, buka mulutnya. Biar Mas suapi,” ujar Aryo menyadarkan kembali Indira dari lamunannya.“Biar aku makan sendiri, Mas,” jawab wanita itu malu-malu. Mendapatkan perhatian yang kecil,
Aryo terus menepuk-nepuk pipi Indira karena sejak dari tadi wanita itu belum juga siuman. Itu semua membuat Aryo gelisah tidak menentu. Diusapnya pipi sang istri yang kepalanya ia baringkan di pangkuannya. Perlahan, mata Indira mengerjap kemudian terbuka dengan sempurna. Ia dapat melihat wajah Aryo yang sedang menundukkan kepalanya memandang wajah wanita itu.“Alhamdulillah kamu sadar, Sa ... ehmm, Ra.” Saking bahagianya pria itu, ia hampir saja keceplosan kembali memanggil Indira dengan panggilan sayang. Memang tidak ada yang salah, toh mereka sudah menjadi pasangan suami istri. Akan tetapi, mengingat masih ada jarak di antara keduanya membuat Aryo tidak terlalu terang-terangan menunjukkan perasaannya.“Mas, aku kenapa?” tanya Indira masih memegang kepalanya karena masih sedikit pening.“Tadi kamu pingsan, Ra. Apa kamu lupa? Tadi, kepalamu seperti kesakitan. Kamu enggak apa-apa, kan? Apa masih sakit?” tanya Aryo. Indira ingat apa yang terakhir kali ia rasakan. Sebelumnya bayangan se
Dari arah dapur, Bunda yang mendengar suara mobil yang tidak asing langsung keluar menuju halaman depan rumah. Ia sedikit heran, kenapa Aryo mengantarkan Indira pulang? Apalagi, Bunda memperkirakan putrinya tersebut baru saja sampai ke kantor menantunya. Akan tetapi, mengapa ia pulang secepat ini? Bunda juga dapat melihat seseorang di depan kemudi yang tidak ia kenal. Dari pakaian yang dikenakannya seperti karyawan. Apa itu bawahan Aryo? Namun, kenapa sampai diantar pulang segala? Kenapa bukan menantunya saja yang mengendarai mobilnya?Aryo turun dan berputar mengelilingi mobil dan membukakan pintu untuk Indira. Pria itu membantu serta memapah istrinya turun, mencoba memastikan wanita itu sudah baik-baik saja.“Kamu tunggu sebentar di sini, ya, Ted. Saya antar istri saya masuk ke dalam dulu, lalu kembali ke kantor lagi,” perintah Aryo yang langsung dibalas anggukan oleh bawahannya tersebut.“Indira kenapa Nak Aryo? Kok malah diantar pulang? Memangnya Nak Aryo tidak sibuk di kantor?”
Aryo membuka pintu rumahnya bersama Wulan. Mengucapkan salam ketika kakinya menginjak lantai ruang tamu. Melewati tempat tersebut dan masuk ke ruang keluarga yang terdengar riuh anak-anak sedang tertawa. Terlihat oleh Aryo anak-anak sedang bermain lari-larian dengan riangnya. Sampai-sampai mereka sama sekali tidak mendengar ucapan salam dari ayahnya tersebut dan belum sadar juga akan kedatangan pria tersebut.Mungkin pula karena suara teriakan anak-anak dan televisi yang terdengar keras sehingga Wulan pun sama sekali tidak sadar Aryo pulang.Aryo menghampiri anak-anak, lalu sigap memangku tubuh Ria yang tengah berlari.“Assalamualaikum, Sayang. Putri ayah lagi apa? Lagian main sama kakak, ya? Sampe enggak dengar ayah pulang,” sambut Aryo. Semua orang yang ada di sana menoleh termasuk Danish dan Wulan. Sedangkan mertua pria tersebut sedang tidak ada karena ada urusan di luar.“Papa udah pulang!” teriak Danish girang sambil memeluk tubuh Aryo yang masih berjongkok sambil memangku Ria.
Sorot mata Aryo yang lembut membuat perasaannya yang sempat ragu terhadap cinta sang suami berubah seketika. Senyum wanita itu mengembang mendengar perhatian Aryo. Ia mengusap pipi sang suami dengan sebelah tangannya. Tidak terasa, air mata yang sejak tadi telah berdesakan namun sempat ia tahan, keluar juga. Wulan tidak kuasa membendung cairan demi cairan bening tersebut merembes deras mengalir di pipi putihnya. Sungguh, Wulan terharu dan berbangga diri memiliki suami yang memang baik seperti Aryo. Meskipun, wanita itu tahu, tidak mudah membagi segala perhatian serta cinta untuk dua orang, terlebih Indira wanita yang lebih dulu bertahta di hati suaminya. Seseorang yang mungkin saja mengisi mimpi Aryo setiap malam disela tidurnya sang suami.Aryo mengusap air mata Wulan dengan tangannya sendiri. “Mulai sekarang, katakan segala yang kamu rasakan sama, Mas. Ingatkan juga jika Mas mulai salah mengambil jalan atau lupa akan adanya kalian. Karena Mas hanya manusia biasa yang belum bisa m
Bab 31.Indira hanya mengaduk-aduk jus di hadapannya yang isinya sudah hampir kosong. Beberapa kali ia menghela napas untuk menghapus rasa kecewa yang telah bergulung di hatinya. Sudah hampir dua jam wanita itu menunggu kedatangan Aryo yang tak kunjung muncul juga. Padahal, sang suami sendiri yang membuat janji, tetapi malah pria itu tak kunjung hadir. Apalagi, tak ada kabar apa pun dari Aryo untuk Indira saat ini. Jangankan menelepon, mengirim pesan pun tidak. Saat ini Indira merasa Aryo telah mempermainkannya.Indira meraih tas selempang yang ia bawa, lalu merogoh dompet dan mengambil sejumlah uang. Ia hendak memanggil pelayan untuk membayar minuman yang sejak tadi wanita itu pesan selama menemaninya menunggu Aryo hingga berjam-jam. Namun, suara seseorang menghentikan gerakannya.“Ra. Maaf Mas datang telat. Kamu nunggu lama?” “Eh, Mas. Kukira Mas Aryo enggak bakalan datang.” Indira tersentak mendengar suara Aryo menghampirinya. Napas pria itu terdengar ngos-ngosan karena sempat be
“Di mana Mbak Wulan, Mas?” tanya Indira karena melihat Aryo hanya datang sendirian. Padahal, dia berharap kakak madunya tersebut bisa pergi bersama malam ini.“Ria dan Danish sudah tidur, Ra. Mereka enggak ada yang nunggu, soalnya Yuri lagi pergi ke rumah temannya dan menginap di sana,” terang Aryo dan dibalas anggukan oleh Indira.“Bentar, Mas. Aku ambil tasku dulu sama ganti baju,” pamit Indira dengan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Sedangkan, Aryo langsung memanaskan motor besarnya. Terlihat Ayah Indira keluar menemui Aryo yang sedang ada di teras.“Nak Aryo. Bapak mau ngasih tahu kamu kalau Indira takut sama ketinggian. Jadi, nanti enggak usah naik bianglala. Dia suka pingsan gemetar kalau naik itu.”Ternyata, Ayah Indira hanya ingin menjelaskan sesuatu yang tak disukai Indira. Meski, Aryo pun jelas-jelas sudah tahu masalah ini dulu.Ya, mana mungkin dia lupa segala tentang Indira. Bahkan, Aryo menjadi orang kedua yang mengetahui semua mengenai istri mudanya itu setelah orang t