"Ada apa ini?"Bima terbangun setelah suasana ramai di kamarnya. Ada beberapa kamera ponsel yang mengarah kepadanya."Astaga!" Dia semakin reflek untuk melindungi Lana, wanita yang ada di sampingnya."Bima, apa yang kamu lakukan padaku?" Lana menangis terisak dan tampak menyesali perbuatan itu."Lan, aku bisa jelaskan. Ini semua tidak seperti yang kamu kira." Jawab Bima sambil memeluk ibu muda yang masih tampak sedih karena anaknya sakit."Aku ingin bertemu dengan Arjuna!" Lana mulai tantrum."Jangan mimpi!" Petir itu menyambar lagi. Suara Alina yang sejak tadi tampak bahagia seolah baru saja memenangkan lotere miliaran rupiah."Kamu sengaja menjebakku kah, Bim?" Tangisan Lana makin pecah.Bima menggeleng. "Jangan bohong!" Lana meracau dan mengamati di mana pakaiannya berada."Hah, kamu cari ini?" Rupanya bajunya sudah dibawa oleh Alina dan tanpa aba-aba dia menginjak baju itu dengan kakinya. "Najis!"Gerakan itu sungguh telah dirasa merendahkan Lana dan seperti menganggapnya layakny
"Panasnya tinggi!"Lana tampak cemas dan mondar mandir saja saat Mbok Mirah memeriksa kening Arjuna."Aku takut..." Lana sudah mulai membayangkan hal yang tidak-tidak!Bagaimana jika terjadi hal yang tak diinginkan!?Dia memang sampai saat ini belum menyukai Dipta dan bahkan kemungkinan tidak akan pernah bisa tumbuh benih cinta di hatinya untuk selamanya. Tapi...lain ceritanya dengan Arjuna.Bayi mungil ini tak berdosa. Serta, ada bagian dari anak ini yang merupakan milik Lana."Sudah, tenang dulu..."Mbok Mirah meletakkan kembali termometer pengukur suhu badan."Kita bawa ke rumah sakit atau kamu mau sabar menunggu dokter keluarga datang besok pagi?" Mbok Mirah tetap menyertakan Lana sebagai seseorang yang terlibat untuk mengambil keputusan.Walau bagaimanapun, Lana adalah ibunya.Juragan Sabri tiba-tiba datang bersama beberapa orang anak buahnya."Kenapa? Apa yang terjadi dengan Arjuna?" Tak kalah hebohnya, dia membuat Lana dan Mbok Mirah jadi tegang.Matanya menelanjangi Lana. Ibu
Lana terdiam sejenak.Mengamati lagi Dipta yang sepertinya juga merasakan hal yang sama dengannya.Mereka menginginkan satu sama lain, namun terhalang oleh logika dan alasan yang membuatnya urung untuk maju ke depan."Lana?""Maaf, Mas... Aku harus melihat Arjuna lagi. Aku takut dia terbangun. Mas bisa tidur lebih dulu."Air matanya menetes dan jiwanya benar-benar seperti harus berkelahi. Mana yang harus dia turuti."Kamu tidak..."Suara Dipta tersapu oleh malam. Tak sampai didengar oleh Lana yang buru-buru pergi lagi dari kamarnya.Kenapa sekarang dirinya merasa sangat hampa ketika meninggalkan suaminya sendirian?Salahkah jika seorang istri -meski bukan yang diinginkan- menolak ajakan sang suami?Ah, siapa bilang Dipta menginginkannya? Bisa saja dia sebenarnya jengah dengan keberadaan Lana di sisinya.Bisa saja dalam lubuk hati Dipta yang paling dalam, dia tak sudi berdekatan atau berbagi ranjang dengan seorang wanita yang tak pernah bertahta di hatinya?Segelintir dugaan dibumbui d
"Mbok, kuharap jangan beritahu..." Lana mengejar Mbok Mirah dengan langkah terengah-engah. "Mbok..."Dia berupaya mensejajari langkah Mbok Mirah yang cepat bagai kuda balap."Diam dan susui anakmu sekarang!" Dia tak berekspresi apapun.Wajahnya datar tapi Lana tahu dan bisa merasakan kalau wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya di sini itu sedang marah besar.Tapi dia bersyukur juga, bagaimana jika tadi yang mendapatinya berpelukan dengan Bima adalah Juragan Sabri? Bisa saja dia kena hajar di tempat dan pria itu tidak akan membiarkannya lepas hidup-hidup."Arjuna!" Lana mendekap anaknya lantas membuka bajunya untuk memberikan ASI."Kamu lapar ya, Sayang?" Lana mulai berbicara pada anaknya dengan lemah lembut. Bayi itu menyusu tergesa-gesa saking laparnya."Ssssh.. pelan-pelan ya Sayang... nanti kamu tersedak ya?" Lana ikut menyambung kalimatnya lantas barulah Arjuna bisa menyusu dengan tenang.Ini sebenarnya adalah hal yang
"Sepagi ini sudah bangun?" Dipta keluar dari ruang tengah lantas mendapati Arjuna digendong baby sitternya.Tangan dan kakinya bergerak ke udara dengan lincah.Senyumannya tak henti-henti menghiasi awal pagi."Kamu ramah sekali ya?" Puji Dipta pada bayi yang kini sudah membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan sebelumnya."Tuan... Tuan Muda saatnya dimandikan!" Baby sitter satunya memberikan informasi karena sudah selesai menyiapkan air hangat untuk mandi."Baguslah. Kamu mandi dulu, nanti kita main ya?" Kata sang ayah sambil memegang ujung tangan mungil itu lalu dengan cepat melepaskannya."Hah, sudah kubilang sejak dulu..." Tiba-tiba Juragan Sabri muncul dari balik rimbunnya taman halaman.Dipta langsung berubah menjadi patung hidup."Kamu cocok punya anak! Jiwamu sebagai bapak itu lebih hidup daripada aku sebagai bapakmu! Hahahahaha..." Tawanya benar-benar merusak suasana hening yang ta
"Mmmmm...Aaahhhhh!" Lenguhan Lana terdengar menggema ke seujung ruangan.Benar yang dikatakan Mbok Mirah, kalau dia harus melayani suaminya dengan sepenuh hati.Meski tubuhnya sekarang berada di bawah kendali Dipta seutuhnya, tapi hatinya masih tertawan pada sosok di balik korden itu.Apa yang terjadi pada Bima sekarang?Nafas Lana mulai teratur. Dipta berpikir istrinya langsung menggelepar setelah dua ronde berturut-turut dia paksakan untuk edisi perdananya.Di saat tubuh wanita itu terbaring memunggungi suaminya, Lana sempat terpikir di sela-sela aktifnya jemari Dipta menyentuh setiap lekuk tubuhnya, akankah Bima membakar ruang tadi karena emosi?"Lana..." Bisikan lembut Dipta terasa asing di telinga Lana. "Kamu tidur?"Sejatinya Lana baru saja memberikan apa yang selama ini dirindukan oleh suaminya.Kini, Lana telah memberikan hal itu dan membuat suaminya menjadi seutuhnya lelaki."Hmmm?""Lana? Apa kamu kelela