Dendam Lana membara kala dipaksa jadi istri kedua Dipta, anak dari orang yang telah membunuh ayahnya. Terlebih, ia ternyata hanya 'pabrik anak' oleh keluarga suaminya itu. Lantas, akankah Lana bisa melepaskan diri dari Dipta dan membayar dendamnya? Atau... dia dan Dipta justru terjebak gairah dan cinta yang tak pernah terbayangkan?
View More"BAPAAAAKKKKK..."
Teriakan Lana mengguncangkan seluruh penjuru kampung.
Membuat tetangga-tetangga yang mendengar teriakannya terkejut.Tapi, tak ada yang berani menghampirinya karena tahu siapa yang tengah Lana hadapi--Juragan Sabri.
"Sudah Lana, biarkan bapakmu pergi dengan damai..."
Kepulan asap disembur pria bau tanah itu ke wajah Lana yang sesegukan.
Tangan Lana mengepal dan langsung memegang kerah baju juragan yang masih mengisap cerutu mahalnya. "Kamu yang membunuh bapakku!"
"Heh, diam kau!"
Anak buah Juragan Sabri yang berbadan tegap nampak memegang tubuh Lana yang berusaha memberontak.
Namun, pria tua itu mengisyaratkan agar mereka melepaskan Lana. "Bapakmu sudah waktunya mati. Umurnya sudah habis..."Nafas Lana masih tersengal. Ia tak kuasa menahan amarah sekaligus kebencian.
Hal ini membuat tangisan Lana makin jadi. "Bapaak..Biarkan aku melihat bapakku dikubur..." pintanya.
"Diam atau kami akan membunuhmu sekalian agar jadi satu liang dengan bapak sialanmu itu!" Sang pengawal mengancam Lana agar tidak berkutik. Dengan keras, mereka mendorong Lana agar masuk dan duduk di bagian bangku belakang. "Dan jangan coba-coba untuk kabur." Deg!Jantung Lana berhenti berdetak.
Ia tak kuasa untuk melawan. Tak ada daya lagi. Ia pasrah, tak ada yang bisa ia lakukan selain hanya diam dan menuruti semua yang diperintahkan, terlebih kala pisol ditodongkan ke kepalanya. Dirinya hampa.Tak ada yang tersisa kecuali nyawa dan baju yang melekat di badan, hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang begitu megah bagaikan istana!
**
"Sekarang kamu dalam perlindunganku Lana! Jadi, jangan coba melawan."Dengan angkuh, Juragan Sabri menyilangkan kedua kakinya begitu mereka tiba di ruang tamu.
Melihat Lana yang masih tak berkutik, tawa kemenangan bersinar di hati juragan tanah itu. Tak lama, seorang pria tampak masuk ke rumah.Dia melihat sekilas Lana dan Juragan Sabri, tapi berlalu begitu saja.
Namun dari raut wajahnya, terlihat sekali dirinya begitu marah.
"DIPTAAA..."Suara panggilan Juragan Sabri membuat langkah pria itu terhenti. Diliriknya sang ayah menanti apa yang hendak dikatakan pria itu.
"Ke mari dan duduklah!"
Meski bingung, Dipta, anak sulung Juragan Sabri, langsung mendekat ke arah ayahnya yang memanggil.
Diperhatikan wanita yang menundukkan pandangan dan wajahnya tertutup rambut panjangnya, sebelum duduk di sebelahnya.
"Ada apa, ayah?" tanya Dipta pada Juragan Sabri.
Namun, pria itu hanya tersenyum.
Tiba-tiba saja, Kiai Badrus yang terkenal dekat dengannya, masuk sambil mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum..."
Semua lantas menjawab dengan serentak, "Wa'alaikumsalaam..." Senyum Kiai Badrus membuat Dipta dan Lana makin tidak paham. Situasi apa yang akan mereka hadapi sekarang? "Mereka sudah siap.."Begitu enteng Juragan Sabri melaporkan keadaan.
Kedua mata Lana memandang Juragan Sabri dengan penuh tanda tanya. Apa yang akan dilakukan? "Baiklah. Siapa nama gadis ini?" tanya Kiai Badrus. "Nurlana Sadikin..." jawab Lana meski ragu.Kiai Badrus mengangguk. "Baik. Lalu, maharnya?"
"Ini maharnya.." Juragan Sabri mendadak menunjukkan gelang emas yang berkilau terkena sorot cahaya lampu.
"Mahar?" Dipta tiba-tiba tersentak. "Ayah, tapi Dipta sudah punya--" "DIAM! Ikuti perintahku!"Ya, titah Juragan Sabri adalah hal mutlak.
Tak ada sesiapapun yang berani melanggar ataupun melawannya juragan tanah paling kaya di seantero negeri.
Jadi, janji suci yang tak pernah disangka terjadi seketika terucap dari mulut Dipta Sabri Panama.
"Bagaimana saksi?" tanya Kiai Badrus. "SAAAHHHH....."Seketika tawa Juragan Sabri tiada henti. Ia begitu bahagia melihat anak lelakinya mendapatkan istri baru dengan cuma-cuma.
Siapa sangka kematian anak buahnya bisa menjadi senjata pamungkas untuk menakhlukkan kembali anak lelakinya!
"Ayo Nak Lana, cium tangan suamimu sekarang!" perintah Kiai Badrus. Meski tidak mengerti, Lana gemetar memegang tangan pria yang baru dilihatnya beberapa menit yang lalu.Diberikannya sebuah penghormatan pertama untuk pria tak dikenal yang kini dinisbatkan menjadi suaminya.
Hanya saja, beberapa detik kemudian Dipta segera menarik kembali tangannya dan berlalu pergi meninggalkannya, begitu saja.
Meski miskin adalah makanan keseharian Lana, namun belum pernah ia merasa dihina harga dirinya sebagai manusia, seperti hari ini!
"Setelah ini, pastikan kau hamil anak Dipta. Sebanyak-banyaknya," ucap Juragan Sabri memecah keheningan.
Sebuah kepulan asap lagi-lagi mengenai wajah Lana, hingga gadis itu terbatuk.
"Dan setiap kamu hamil, aku akan memberimu seratus juta rupiah! Karena kau mesin pencetak anak untuk keluarga kami."Deg!
Tangan Lana sontak mengepal. Ditatapnya tajam pria tua kejam di hadapannya itu. "Kau..."
"Aku sudah menyampaikan apa yang akan aku sampaikan. Jika kamu menolak untuk melakukan permintaanku, maka... aku tak bisa lagi melindungimu jika sewaktu-waktu orang suruhan Ayahku mengambil Arjuna darimu!"Bagi Lana, itu adalah sebuah ultimatum yang sifatnya bukan candaan.Tapi Lana sudah menyiapkan sebuah rencana untuk menghadapi semuanya..."Lana?""Iya, Pak. Saya hanya bisa menunggu saja..."Meski akan keluar pergi dari rumah Lana, tetap saja Dipta ingin mencoba peluang keberuntungannya.Siapa tahu..."Nak Dipta?" Bibi Lana baru saja muncul dari belakang.Rupanya tadi menyelesaikan memasak dan mendengar ada suara tamu, langsung dilihatnya."Iya, Bibi..""Katanya baru kena musibah? Apa sudah baikan sekarang?" Bibi Lana bertanya dengan nada penuh perhatian.Dari sorot matanya yang tulus, kadang Dipta iri karena Lana rasanya lebih dihargai oleh keluarganya meski tidak sekaya dirinya."Iya, Bi.. tapi sudah membaik, kok." Jawabnya ramah."Lha, kok tidak disuguhin apa-apa to Lan? Ambil m
"Apa syaratnya, Pak Dipta, katakan saja!" Seolah dia justru menantang sang lelaki itu."Beri aku anak satu lagi!"Dipta berkata dengan nada datar. Tanpa emosi dan ekspresi apapun.Wanita berambut hitam legam itu tentu saja terkejut, "Hah? Beri anak lagi? Apa maksud kalimatnya Pak Dipta??"Ini bukanlah jawaban yang diinginkan oleh Lana. Sempat tadi ia menduga jawabannya akan berupa pindah ke rumah Dipta barangkali. Lantas merangkap menjadi asisten alias pembantu barangkali.Mungkin jika yang terjadi adalah demikian, Lana masih bisa mentoleransi."Iya, kamu tidak salah dengar. Beri aku anak!" Ucap Dipta sambil menatap lekat kedua netra Lana yang terlihat menawan."Pak Dipta tahu sendiri bagaimana kondisinya sekarang. Itu tidak mungkin, Pak!" Elaknya."Hmmm... bukannya tadi kamu seperti orang yang sudah siap untuk berperang dan berani melawan apapun yang jadi rintangan!?" Protes Dipta.Ke mana perginya nyali pemberani barusan yang tampak di depan matanya?"Ya, saya kira bukan hal semacam
"Karena mereka... terlalu mengasihani perempuan!" Jawabnya lantang."Bukankah Ayah juga terlalu lembek dengan Sasmita?" Akhirnya Dipta berani bicara."Apa katamu??" Bentak Ayahnya merasa tersinggung."Itu kan yang sekarang terjadi... Ayah dengan mudahnya memberikan dan menyetujui apapun yang Sasmita minta! Termasuk membawa dua anak tirinya ke sini." Cecar Dipta."KAMU INI, BERANI YA?" Juragan Sabri sudah mengangkat tangan kanannya dan hendak menampar anak kandungnya sendiri."Ayah, jangan suka memberikan saran pada orang lain sementara diri Ayah sendiri punya kekurangan!" Dipta bangkit dan berjalan meninggalkan ayahnya sendirian.Sudah cukup dia ditindas dan dihabisi dengan kata-kata ayahnya sendiri.Dia ingin mencari Sapto yang akan disuruh menjemput Arjuna. Bagaimanapun, dia harus ikut menemui Lana secara langsung.Untungnya, Sapto masih memanasi mobil dan menunggu baby sitter itu datang."Sapto!" Dipta berjalan tertatih mengejar sang sopir."Iya, Tuan Muda?""Aku harus ikut ke Lana
"Bukan... Bukan soal Tuan Dipta. Kamu nggak usah khawatir..." Dia menenangkan.Tapi...Lebih besar dari soal Dipta untuk kali ini. Langkah Mbok Mirah sedikit goyah karena sudah membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Juragan Sabri mengamuk!Dan benarlah... saat sampai di rumah, sudah terdengar gelegar suaranya di kamar Dipta."Bagaimana bisa kamu percayakan Arjunaku pada Lana?" Bentak Juragan Sabri saat pulang bersama istri barunya."Kamu sudah gila, Dipta?" Teriaknya di kamar."Ayah, aku bisa jelaskan..." Dipta terdengar berusaha menjelaskan namun sang Ayah bersikeras tidak mau mendengar apapun.Sekali salah akan tetap salah di mata Juragan Sabri.Mbok Mirah mendengar dua orang ayah dan anak yang saling bersilat lidah."Bagimana kamu bisa, Dipta? Kukira kamu ini pintar dan teliti... rupanya kamu ini ceroboh!" Makin menjadi-jadi amukan sang ayah."Tuan, Juragan!" Mbok Mirah langsung masuk setelah mengetuk pintu dan tak didengar seorangpun.Dia merasa perlu untuk melerai.
"Tuh, kamu nggak apa-apa. Berarti..besok siang kamu bisa pulang sepertinya. Dan setelah itu... sore hari kita bisa berangkat ke Sydney untuk acara reuni keluargaku!"Alina mengatakannya tanpa berpikir bagaimana kondisi fisik suaminya yang baru saja mengalami kecelakaan."Apa maksud kamu? Kamu nggak lihat aku sekarang dalam keadaan bagaimana?" Tanya Dipta.Baginya apa yang dikatakan oleh sang istri adalah hal yang tidak masuk akal."Hah? Kamu dengar sendiri kalau kata dokter, kamu itu nggak apa-apa..." Makin ngeyel saja Alina dengan suaminya.Ia tak mau lagi jika ke mana-mana saat di acara keluarga dia harus seorang diri."Alina, besok aku masih mau diobservasi dan belum tentu juga kalau hasilnya baik... Jadi, jangan atur-atur dan paksa aku untuk ikut acara di Sydney, okay?"Dipta sudah lelah dan tak mau berdebat lagi. Alina terlihat ngambek dan merebahkan diri di sofa untuk menunggu pasien."Memang, kamu sejak dulu nggak berubah!" Gumam Alina sambil melanjutkan perbincangannya di pon
"Sayaang!"Baru saja Mbok Mirah berjalan ke pintu keluar, sudah masuk seorang wanita berpakaian terbuka di malam-malam begini."Alina?"Dipta kaget bagaimana mungkin bisa tahu istrinya kalau dia dibawa ke IGD."Kamu nggak apa-apa?" Tangisannya pecah.Beberapa orang di sekitarnya melihat gaya berpakaiannya yang cukup terbuka."Kamu, kenapa pakai baju begini ke sini?" Dipta justru salah fokus pada tank top dan celana crop top yang dikenakan istrinya di malam hari begini."Sayangku..." Dia memeluk dan pura-pura tak mendengar pada apa yang diucapkan oleh suaminya."Bajumu! Suruh Mbok Mirah mengambilkan baju biar nggak kebuka kayak gini!" Kata Dipta.Alina masih tak memperdulikannya.Baginya, apa yang ia kenakan adalah sesuatu yang nyaman dan seharusnya Dipta tak mempermasalahkan hal semacam ini."Iya, iya. Nanti aku akan cari baju ganti, Dipta. Sementara ini, tolong kamu tahan dulu sikapmu yang keras kepala!" Bisiknya saat ada salah satu petugas kesehatan yang mendekat."Maaf, Anda keluar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments