Home / Romansa / Bukan Istri Bayaran / Bab 4 Bermain Hati

Share

Bab 4 Bermain Hati

Author: Liliput
last update Last Updated: 2024-05-20 15:36:06

Sayangnya, Dipta tampak tak peduli.

Pria itu masih menatap dalam Alina, sang istri pertama. "Aku bisa jelaskan semuanya!" ucapnya serius.

"Kamu sudah gila!" Alina menjawab dengan menunjukkan jari telunjuknya.

Dia lalu segera melangkah menuju ke ruang tengah. Meninggalkan Dipta yang hanya menggenakan celana panjang dengan kemeja yang berantakan.

Saat ini tampilannya nampak sangat acak-acakan.

"Tuan..Saya pusing...." Suara Lana kembali terdengar.

Kali ini begitu lemah.

Tak diduga Lana pingsan.

"Sialan!" Dipta berteriak ke pengawal atau pembantu agar menolong Lana. 

Untungnya,  tak lama, seorang pembantu datang.

"Tolong, dia!"

Begitu memastikan Lana dirawat, Dipta pun berlari keluar tanpa alas kaki mengejar Alina.

"Alina..." Dipta menggedor kaca pintu mobil sedan berwarna putih.

"Plisss Alina..Pliss . .Tolong dengarkan penjelasanku.."

Berkali-kali Dipta berusaha untuk merayu istrinya yang sedang marah besar.

Urung, Alina malah mengunci pintu

Namun meski mobilnya dalam keadaan mesin menyala, ia tetap terdiam di tempat.

Alina menempelkan kepalanya ke setir mobil sambil menangis sesugukan.

"Penipu!!" teriak Alina di dalam mobil.

Sementara ia harus melihat pemandangan di luar, suaminya menggedor-gedor kaca jendela dan memohon-mohon padanya.

"Buka Alina!" Dipta makin keras memukul kaca jendela.

Hingga akhirnya ia putus harapan dan mengambil sebuah batang besi yang berada di dekat semak-semak.

Dengan jelas Alina bisa melihat suaminya akan memukul kaca jendela mobilnya dengan besi itu.

Mau tidak mau Alina akhirnya kembali membuka pintu mobilnya. Wajahnya datar dan memalingkan pandangan dari suaminya.

"Aku mohon, beri kesempatan aku untuk bicara..." ucap Dipta tiba-tiba.

Sambil menyilangkan tangan, Alina mendengarkan Dipta bercerita panjang lebar tentang kejadian tak terduga yang menimpanya kemarin.

Alina tertegun mendengarnya.

Cukup lama, sebelum dia kembali bersuara, "Aku butuh waktu..."

Setelahnya, wanit itu kembali membuka pintu mobil dan meninggalkan Dipta begitu saja.

Di sisi lain, setelah mendapat perawatan, Lana sudah sedikit baikan.

Dengan mengendap-endap, Lana segera kabur dari tempat Dipta semalam.

Ia tidak ingin Dipta ataupun istri pertamanya tahu.

Hanya saja, saat Lana melewati rumah Juragan Sabri, ia dihadang oleh seorang pria muda yang baru dilihatnya hari ini.

Lana berhenti dan memperhatikan pria itu sejenak.

"Maaf, permisi Tuan..?" tegurnya.

Namun, pria itu malah berpindah tempat dan berada di tengah pintu masuk dan menghalangi Lana sejenak.

"Abimanyu...Panggil saja Bima..."

Sebuah uluran tangan berada tepat di depan Lana.

Lana tertegun memperhatikan pria yang kira-kira lebih tua beberapa tahun saja darinya.

"Saya Lana.."

Begitu mengenalkan diri, Lana langsung melewatinya dan menyelimutkan kembali kain yang menjadi penutup lengan dan bahunya yang terbuka.

Dan ketika mulai memasuki rumah, Lana tersadar jika ia tak memiliki tempat atau ruangan tersendiri untuknya.

Ia sedikit kebingungan dan mulai mencari kira-kira dimana tempat kosong yang bisa ia gunakan untuk kamar.

"Kamu mencari apa?"

Deg!

Rupanya, Bima masih mengikuti Lana dari belakang.

"Maaf sayaa..." Lana ragu-ragu untuk melangkahkan kakinya lebih jauh lagi.

"Apakah kamu pembantu baru di sini?"

Diam-diam Bima memang memiliki rasa penasaran yang tinggi pada Lana.

"Atau kamu mau menempati kamarku saja?" godanya lagi.

Lana tidak berani memandang wajah Bima. Ia hanya diam dan menunggu seseorang datang untuk dimintai tolong.

"Ayolah.. kalau cuma pembantu, kamu malah lebih enak tinggal di kamarku saja..." tawa Bima terkekeh.

"Maaf saya bukan wanita yang seperti itu..." jawab Lana dengan memejamkan kedua matanya.

Sejujurnya ia bingung harus berbuat apa. Karena tidak ada seorangpun yang dekat dengannya di rumah ini.

"Tetapi, aku bisa memberikanmu sesuatu yang jauh lebih baik dari sekedar jadi pembantu!"

Diam-diam Bima mendekati Lana dari arah belakang. Kedua tangannya bersiap memeluk Lana yang ketakutan setengah mati.

"Lana.. Namamu cantik..." Bima berbisik dengan pelan.

Tangannya mulai bermain dengan perlahan memegang pinggul Lana.

"Bukalah selendangmu ini.. Aku ingin melihatmu seperti saat kamu berlarian ke rumah ini..."

"Tuan..Maaf..Saya bukan wanita seperti..."

"Kenapa kamu takut kalau ada yang melihat?" goda Bima lebih lama.

Sekujur tubuh Lana bergetar. Hatinya terus mengatakan agar menjauhi pria yang bernama Bima. Namun raganya lemah, tak kuasa lagi untuk berpindah.

Bibir Lana berubah memucat. Wajahnya sayu. Ketakutan yang luar biasa membuatnya terdiam kaku.

"Apakah kamu takut padaku?" tanya Bima lagi.

Lana hanya bisa mengangguk dengan mata yang memelas. Bima tak kuasa menahan tawanya sendiri.

"Hahahaa..Maafkan aku, aku hanya bercanda!" gelak tawa Bima memenuhi seantero rumah Juragan Sabri yang besar.

Suara Bima menggema ke mana-mana.

"Jangan takut Lana. Aku bukan laki-laki seperti yang kamu pikirkan..."

Kalimat yang keluar dari mulut Bima belum bisa membuat Lana percaya sepenuhnya. Ia masih ragu dengan ucapan Bima.

"Tenang Lana..Aku hanya memancingmu saja.." kini Bima malah menjadi salah tingkah.

Ia takut jika Lana berprasangka yang tidak-tidak padanya.

"Iii...iiyyaaa..." Lana menjawab dengan pelan.

Selang beberapa saat Mbok Mirah datang dari arah belakang.

Ia lari tergopoh-gopoh saat tahu Lana hanya berdiri mematung kebingungan.

"Lana...." panggilnya. "Sebaiknya kamu ke kamar Tuan Dipta.."

Mbok Mirah segera mengajak Lana untuk masui ke kamar Dipta.

"Jj jaangan Mbok Mirah," tolak Lana. Ia seperti ketakutan saat mendengar nama pria yang menjadi suaminya sendiri.

"Ayolah, tidak apa-apa..Kamarnya Tuan Dipta kosong, tidak ada yang menempati.."

Bima yang belum sadar situasi malah mengira Mbok Mirah mendukungnya!

"Ayoo..." Tanpa diminta, Bima memegang tangan Lana dan mengajaknya masuk ke kamar Dipta.

Tangan Lana masih mengepal--masih menolak diajak masuk ke kamar Dipta.

"Tunggu apa lagi?"

Genggaman tangan Bima makin kuat. Mau tidak mau Lana harus mengikuti kemana kaki Bima melangkah.

Hanya saja, tanpa sepengetahuan Bima, Dipta sudah berdiri tepat di sampingnya.

"Lepaskan istriku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 41 Bukan Yang Kumau

    Sementara itu Lana yang tinggal di kamarnya masih merasa semuanya adalah mimpi.Hati Lana kini merasa tak nyaman, saat tak lama setelah kepergian Dipta, Bima sudah berdiri di depan pintu kamarnya."Lana?"Kenapa harus dia yang sekarang ada di sini? Kenapa?Saat sosok itu mendekat, semakin Lana merasa tidak nyaman.Tanpa dia bisa cegah, kini Bima sudah duduk di ranjangnya.Apa ini maksudnya? Kenapa dia berani sekali ke sini."Lana?"Ia masih pura-pura lemah dan tak kuasa merespon."Kamu cepat sembuh ya, Lan?" Belaian tangan itu mulai menjamah rambutnya yang hitam legam.Ia mulai risih."Ah..." Hanya itu yang kali ini bisa Lana ucapkan."Kamu kenapa?"Bima masih belum bisa meninggalkan wanita yang ia cintai sendirian."Aku... tidur dulu!"Ini adalah sebuah kode bahwa Lana tak ingin diganggu untuk sekarang. Ada kecewa yang kini muncul di hati Bima.Sebegitu bencinya kah Lana pada dirinya? Sehingga dia bahkan tak mau menghirup udara di ruangan yang sama!?**Beberapa hari tubuhnya memang

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 40 Sakit

    Setelah Dipta keluar kamar, Alina menelpon seseorang."Dipta sudah pergi. Awasi terus! Kalau sampai dia ke rumah gundik itu, lapor aku dan besok akan segera aku tindak lanjuti!" Ancamnya.Dia tak merelakan kalau suaminya terperangkap lagi dengan wanita yang telah melahirkan anak untuk Dipta.Bisa saja ia pura-pura sakit untuk mendapatkan simpati banyak orang. Dalih dan cara kaum menengah ke bawah, di mata Alina... itu adalah hal yang dilakukan orang yang tak sanggup bersaing dengan cara sehat.**"Kamu ke sini lagi?" Bibi kaget karena Bima datang di tengah malam. Padahal tadi sore ia sudah menjenguk Lana."Iya. Aku tadi sempat pulang tapi tidak bisa tidur. Aku ingat Lana terus, Bi."Ucapnya sambil melepaskan jaketnya."Suhunya masih belum turun ya, Bi?" Bima mendekati ke kamar Lana namun pintunya dalam keadaan ditutup."Ya begitulah. Tadi sudah diinfus oleh tim medis. Aku kasihan karena dia masih sangat sedikit makannya, Bim.""Apa perlu aku suapi?" Bima menawarkan diri."Oh, tidak

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 39 Lupa Daratan

    "Sudah, jangan bicara tanpa bukti!"Tak lama setelah itu, pemuda itu mengeluarkan beberapa tangkapan layar tentang perbincangan Bibinya dengan nomor tak dikenal."LIHAT INI!"Seketika dia tak bisa bicara.Bibinya diam seribu bahasa! Apalagi terlihat bukti transferan selama beberapa kali serta jumlah nominal uang yang dikirimkan ke rekening sang Bibi."Apa maksud semua ini?" Bima memberontak.Jiwanya terasa dikhianati padahal selama ini dia sudah berkorban dan berbuat banyak untuk Lana dan keluarga.Ini sama sekali tidak adil.Bima tidak terima. "Bima, aku bisa jelaskan!" Bibi mulai beralasan setelah tertangkap basah!"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Bi. Aku sudah tahu siapa Bibi sebenarnya dan terus terang aku kecewa dengan yang Bibi lakukan di belakangku!" Bima terus mencerca wanita yang di depannya itu."Aku melakukan ini semua demi kebaikan kalian berdua! Lana sudah cukup dibuat menderita oleh keluargamu, Bim. Juragan Sabri sudah terlalu... menyiksa lahir batin. Lalu, apa k

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 38 KO

    Sesampainya di tempat kerja, Lana masih bisa menata kursi-kursi kafe dan mejanya. Bahkan masih sempat mengepel seluruh lantai interior. Giliran dia mau membersihkan kaca jendela luar, pandangannya tiba-tiba gelap.Tangannya yang tadi meraih beberapa tempat tinggi, kini sudah lemah terkulai dan mencari-cari pegangan.Dia tahu kakinya tak cukup kuat lagi menopang.Dan akhirnyaa...Lana ambruk dan tidak ingat lagi kejadian setelahnya!Tubuh Lana masih terbujur di tempat istirahat karyawan. Dia tak mau menggunakan cuti tahunannya karena ini baru masuk bulan ke tiga dia bekerja."Tubuhmu demam, Lan!" Ucap Pak Farel. Bosnya merasa hutang budi karena pernah diselamatkan oleh Lana dan Dipta saat dia kambuh penyakitnya."Pak, saya belum...belum selesai membersihkan kaca-kaca!" Lana teringat pekerjaannya yang belum usai.Soal urusan tanggung jawab pekerjaan, dia memang cukup bisa diandalkan."Iya, semua sudah beres. Teman-teman kamu baik, jangan mikir kerjaan dulu. Tubuh kamu perlu istirahat d

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 37 Lalai

    "HEY, resletingmu belum benar itu!"Seketika Dipta menutup telponnya karena mendengar Bima mengingatkannya. Benar saja, resleting itu masih terbuka.Oh Tuhan!Kini dia tak bisa berpikir jernih. Bayangan Lana masih saja membuatnya tak bisa bertindak layaknya manusia normal.Lana telah menghapuskan rasa dahaga yang selama ini ia miliki. Ajaibnya, memang hanya Lana yang bisa memenuhi rasa itu bagi Dipta. Bukan lagi Alina.Untuk sementara waktu, ia harus melupakan ini sejenak karena ada hal penting yang harus ia selesaikan.Farel dan keluarganya sudah menunggunya.**Sibuk mengejar karir barunya sebagai pekerja di kafe milik Farel, Lana baru merasakan kelelahan yang luar biasa saat malam menjelang.Paginya, seperti biasa dia harus datang ke rumah Dipta untuk menyusui anaknya.Suatu hari, Lana sudah di ambang batas kekuatannya. Fisiknya kelelahan dan akhirnya dia pun jatuh sakit.Badannya panas demam.

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 36 Meeting Dadakan

    Dia memang terlihat sangat lelah. Sengaja lelaki itu membiarkan Lana tertidur."Aku merindukanmu, Lana." Bisik Dipta."Bagaimana kondisi Farel, Nak?" Suara seorang wanita mengagetkan Dipta yang sedang menikmati situasi romantis dengan Lana."Oh, Tante?" Dipta yang awalnya berniat membelai Lana, harus mengurungkan niatnya kembali.Tapi dia juga tidak bisa bangkit untuk berdiri dan menyalami Mama dari Farel."Farel sudah stabil. Tadi sempat diperiksa oleh dokter juga, katanya tidak ada luka yang serius. Hanya ada benturan ringan di lengan kanannya. Itu saja.""Syukurlah..." Mama Farel tampak lega dan disusul oleh Papa serta beberapa orang lain.Ada adik laki-laki Farel juga."Lho, Kak Dipta, siapa cewek ini?" Tanya sang adik yang baru saja datang menyusul sang Mama."Ini... dia karyawan Farel." Jawab Dipta sedikit gugup."Begitu ya? Tapi... kenapa dia sampai bersandar di bahumu?" Selidik adik Farel."Ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status