Home / Romansa / Bukan Istri Bayaran / Bab 3 Ruang Hampa

Share

Bab 3 Ruang Hampa

Author: Liliput
last update Last Updated: 2024-05-20 15:36:01

Lana sedikit mengeluarkan suara.

Ia hanya bisa sedikit melakukan perlawanan.

Sialnya, pelukan  itu semakin kuat dan tak membiarkan Lana begitu saja.

Sosok yang tak bisa dilihatnya itu kini bahkan menyeret Lana ke sebuah tempat yang tak diketahui pasti.

Bug!

Kaki Lana secara tidak sengaja menabrak sebuah kaki meja.

"Aduuhhh.." Lana mengaduh. Kakinya terbentur kayu yang begitu keras.

"DIAMMM..."

Tanpa dinyana, sosok yang menyeret Lana dalam kegelapan itu mulai bersuara dengan keras. Sambaran petir di luar menambah rasa takut yang luar biasa.

"Tolong, jangan lukai aku..." Lana mulai berani bersuara.

Rintihan Lana membuat sosok itu kembali bersuara.

"Diamlah.." Kali ini, suaranya lebih lirih dari sebelumnya.

Sorotan kilat yang menyambar membuat wajah sosok itu sedikit terlihat.

 Sosok itu membuat Lana terkejut. Tak menduga jika sosok itu adalaha Dipta!

Kedua mata pria itu menatap Lana dengan tajam. Seperti seekor serigala yang kelaparan mencari mangsa dan akan menerkamnya.

"Kamu?"

Tubuh Lana runtuh. Terkulai tak berdaya di lantai.

"Sebaiknya kamu melakukan tugasmu malam ini.."

Deg!

Suara lirih Dipta tepat memeruhi pikiran Lana.

Air mata Lana tak terbendung lagi. Hingga akhirnya menetes membentuk anak sungai di lantai.

Lana merasa tak ada harganya lagi. Dirinya memang sudah nista dan hina.

"Tuaan.. Tuaan..." mendadak Lana lupa dengan nama suaminya sendiri.

"Kenapa?" Bibir Dipta sangat terasa dekat dengan telinganya.

"Saya ini orang miskin. Jangan lakukan, saya tidak mau..."

Semakin Lana merintih. Hati Dipta semakin merasa jumawa.

Entah mengapa, tiba-tiba kepuasan tumbuh di hatinya. Ya, sebuah rasa puas yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kamu harus menurutiku..." 

Sentuhan pria itu semakin jauh.

Menyerang titik-titik murni di tubuh Lana.

"Tuan.. ingatlah tuan sudah memiliki istri," ucap gadis itu tiba-tiba.

Alis Dipta mengernyit. Ia bahkan sudah hampir lupa jika ia pernah menikah. Bagaimana tidak, Alina istrinya sudah beberapa bulan tidak pulang.

"Diam. Kamu tidak usah mengguruiku!"

Cengkeraman tangan Dipta begitu kuat di pipi Lana.

"Sakit Tuan!" Lana kembali merintih.

Dengan kuat Dipta menggunakan seluruh tenaganya untuk melempar Lana ke ranjang tidurnya.

"Sekarang puaskan aku!"

Tak dinanya sambaran kilat makin menjadi. Gemuruh angin dan hujan bertarung di luar. Suara alam benar-benar menakutkan.

Tangisan Lana tak ada artinya. Alam sedang tidak berpihak kepadanya.

"Kemarilah.." 

Dipta sudah menanggalkan kemejanya dan bersiap untuk memeluk Lana yang ketakutan.

Kedua tangan Lana berkumpul menjadi satu. Menggenggam satu sama lain dan memegang selendang merah yang dibawanya dari rumah Juragan Sabri.

Tangan Lana terasa dingin. Keringat dinginpun bercucuran kemana-mana.

Ingin mendorong tubuh Dipta, kedua tangannya malah diraih dan didekap oleh Dipta. 

"Kenapa dingin sekali?" tanya Dipta sambil berbisik di telinga kanan Lana.

Sejujurnya, Lana sangat ingin malaikan mencabut nyawanya saat ini. Tapi entah, ia masih saja bisa bernafas dengan baik meski jantungnya berdegup tidak karuan.

"Bukalah..."

Perlahan selendang yang menutupi tubuhnya ditarik oleh Dipta dan dibuang ke lantai.

Kini dengan jelas Dipta bisa melihat bagian lengan dan leher Lana yang tak tertutup selembar kain pun.

"Aku ingin menikmatimu malam ini..."

Tangan Lana meraba-raba, barangkali ada sebuah benda yang bisa ia gunakan untuk memukul pria yang berubah menjadi binatang keji.

"Jangan lakukan itu!"

Lana ketakutan lagi. Dipta segera meraih sebuah vas bunga yang digenggam oleh tangan Lana dalam kegelapan.

"Tuan.." Lana memelas.

Ia hanya ingin kesuciannya diberikan kepada pria yang benar-benar ia cintai, bukan pada pria yang baru ia kenal yang belum genap satu malam.

"Semakin kamu menurutiku, semakin cepat semuanya diselesaikan.."

"Sudahlah Lana, menyerahlah!" 

Hatinya berkali-kali bersuara.

Dengan mata terpejam, Lana pasrah. Ia hanya bisa diam saat Dipta, sang suami, mulai menjamah semua yang ia miliki. Semuanya!

Tangis Lana pecah dalam badai dan hujan.

Gerakan Dipta semakin liar.

Dia memacu tubuhnya di atas tubuh Lana--mencari kenikmatan-kenikmatan duniawi.

"Aku tidak menyangka, wanita sepertimu memeiliki kenikmatan yang luar biasa!" geramnya.

Dalam hitungan menit, kedua mata Dipta terpejam.

Mengembara dalam dunia mimpi yang panjang.

Dipta seakan terpuaskan hasratnya oleh Lana, wanita lugu yang baru ia kenal hari itu juga.

Di sisi lain, Lana menangis.

Lengkap sudah penderitaannya dalam satu hari.

Harga dirinya telah terinjak-injak dengan atas nama kemiskinan harta dan jabatan. Dia merasa sangat murahan!

"Bapak, ibuk.. Maafkan anakmu!" batinnya pedih.

Hanya saja, suara di kepalanya malah  semakin menjadi-jadi.

"Ingatlah Lana, kamu wanita murahan!" 

"TIDAAAKKKK!" Lana membungkam mulutnya sendiri agar Dipta tidak terbangun.

Untungnya, hujan makin deras dan menyamarkan tangisannya.

Namun, itu juga pertanda bahwa tak ada celah untuk sembunyi dari guyurannya malam ini.

***

"Diptaaa!"

Teriakan yang diiringi derap langkah kaki begitu jelas terdengar.

Membuat Lana yang masih berselimut tebal tak mendengar suaranya dentuman langkah kaki dari luar.

Sementara dalam lelapnya tidur, Dipta sedikit mendapatkan kesadaran. Bunyi langkah kaki itu terasa sangat ia kenal.

"Diptaaa...."

Suara panggilan itu kembali terdengar samar-samar.

Kedua mata Dipta terbuka. Ia baru sadar jika ada seseorang yang lain yang kini berada di pelukannya.

Tetapi, bukan sosok yang biasa bersamanya.

Tangan Dipta segera melepaskan tubuh yang berada di dekatnya itu. Dipta segera bangkit dan tidak memperdulikannya lagi.

"Alinaaa?"

Suara Dipta menyahut dari dalam kamar lantai satu. 

Tak diduga langkah kaki itu secepat elang yang menyambar anak ayam yang sendirian.

BRAAAAKKK!

Pintu kamar terbuka dengan sangat keras. 

Dipta masih berusaha mengancingkan kemejanya dan menatap langsung ke arah pintu kamar yang terbuka.

"Siapa dia?"

Sorot mata itu terkejut hingga ingin menjerit sekeras-kerasnya.

Pandangan Dipta dan Alina mengarah pada Lana yang masih baru membuka mata.

Tanpa pikir panjang, Dipta langsung memeluk Alina yang masih belum bisa mencerna apa yang ia lihat. "Tenang Alina..."

Lana sendiri juga bingung dengan situasi ini.

Hanya saja, kepalanya mendadak sakit.

"Tuan, kepalaku sakit..." Gadis itu memegang kepalanya--berharap pertolongan dari "sang suami".

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 79 Kedok Busuk

    "Jangan sampai keduluan sama istri mudanya Juragan Sabri, sejak tadi pagi sudah muntah-muntah itu..."Lana kaget, "Dia hamil juga?""Ya semua orang hampir tahu suara dia muntah-muntah pagi.. terus tiba-tiba minta asinan kedondong! Kalau saja tadi pagi kamu sudah pulang..." Mbok Mirah melanjutkan."Apa benar masih bisa menghamili? Maksudku, usia Juragan Sabri kan sudah tidak muda, Mbok.." Lanjut Lana menebak-nebak akan kebenaran berita itu.Mbok Mirah tertawa geli. "Asal masih bisa berdiri, harusnya bisa Lan..."Kedua wanita itu tersenyum karena celotehan yang terjadi tanpa direncana."Ya sudah.. sekarang kamu mau sarapan atau bagaimana?"Lana menggeleng. Ia ingin membersihkan diri dan bertemu dengan anaknya. Badannya tak merasa nyaman saja sekarang."Aku mau mandi lagi..." Ucap Lana sembari membuka isi tas yang hanya berisi baju kotornya semalam."Lan, aku mau tanya sesuatu. Jika kamu beneran hamil, kamu nggak mau dinikah resmi sama Tuan Dipta? Eh, sini bajumu biar aku bawa!" Mbok Mir

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 78 Dukun Viral

    "Oh.. saya kira Mbaknya pasien langganan Ki Joko Dudo juga kayak saya. Ampuh betul itu orang. Tadi saya pikir..." wanita elite itu mendekat. "Mbaknya bisa jadi simpanan om-om di sebelah itu karena ritual sama Ki Joko Dudo!" Mata Lana terbuka lebar karena terkejut. Bagaimana bisa orang itu berpikiran demikian??Lana hanya tersenyum kecut."Maaf.. saya tidak mengerti apa yang Anda maksud, Ibu..." Lana berusaha menampis tuduhan dengan sopan."Ya, sebagai manusia normal kita tentu bisa lihat dan menilai ya..." Wanita itu mengamati Lana dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Apa iya si om sebelah Mbaknya itu bisa tertarik kalau nggak dengan guna-guna atau pelet dukun?""Astaghfirullah... Ibu..." Ucapnya.Dia mendengus kesal, "Ya tidak mungkin lah.. si Om ini kalau mau sama kamu, Mbak. Penampilan kamu kampungan dan apa yang kamu bisa lakukan di ranjang! Melihat kamu yang lugu gini..." "Ibu..." Lana mulai ingin marah tapi ia masih waras. "Saya tidak tahu dan tuduhan itu tidak benar!""Janga

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 77 Tak Sengaja Bertemu

    "Ah, sudah tidur dia rupanya..." Ki Joko melihat mata Alina terpejam dan tak lagi terjaga. Nafasnya tampak teratur meski ia belum membersihkan diri. "Seandainya kamu tidak banyak tanya... mungkin aku sudah melakukannya lagi, Alina!" Tak terasa waktu sudah menjelang Subuh. Ki Joko Dudo melewatkan beberapa panggilan masuk di ponsel. "Halo?" Ia menelpon orang pertama yang semalam tidak ia jawab. Tak lain dan tak bukan adalah ibu mertua Alina. "Ki Joko Dudo, semalam kenapa tak bisa aku hubungi? Tiba-tiba saja Juragan Sabri semalam menanyaiku apakah aku sudah hamil..." Celotehnya mengeluhkan permasalahan. "Kan dokter sebenarnya sudah bilang kalau dia tak mungkin lagi punya anak. Tapi aku sudah bilang kalau kemungkinan aku telat haid dan akan hamil..." "Bagaimana? Apa mungkin... kita ritual lagi nanti malam?" Ki Joko Dudo tersenyum membayangkan malam nanti akan mendapatkan 'pelayanan' dari murid andalannya. "Aku tidak mau tahu, Ki Joko Dudo! Aku kan sudah mentransfer uang dua puluh

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 76 TKP Kejadian

    "Kenapa? Kamu takut apa pura-pura?"Lana lantas menunjuk ke tempat yang tadi. Tuan Dipta juga melihat dengan mata kepalanya sendiri...Ada sebuah ledakan dari dalam kamar.Dipikir Dipta tadi, ia hanya dijebak oleh Lana. Ternyata memang ada penampakan di luar nalar."Lan?" Sekarang Dipta yang seperti sedang tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Apa itu di sana?""Pak, sepertinya kita harus melapor ke pihak hotel..." Lana sama-sama merinding.Niat mereka untuk honey moon harus tertunda gara-gara pemandangan ini."Lana... kupikir itu ide yang bagus. Itu lihat, sekarang lampu sudah mati, Lan..." Tuan Dipta tak berkedip sedetikpun."Pak... saya takut kalau disuruh jadi saksi nanti.."Mereka masih mengamati penampakan aneh itu.Ajaibnya, beberapa detik kemudian, lampu menyala lagi dan seolah tak terjadi apa-apa."Pak, lihat Pak!" Lana yang sejak tadi tak berpaling dari posisi kamar mencurigakan itu, kini melihat semuanya normal kembali."Ada apa lagi?" Tuan Dipta yang baru keluar dari ka

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 75 Saling Lihat

    "Iya, bisa jadi aku ingin menolongumu dan sesegera mungkin masalahmu selesai. Itu adalah tujuan utamaku, Alina!" Kalimat penegasan ini menunjukkan pada Alina kalau Ki Joko Dudo benar-benar mencurahkan segenap isi hatinya dan kekuatannya untuk membantu."Tunjukkan bukti ketulusanmu malam ini, Ki Joko Dudo! Aku ingin masalahku selesai..."Ki Joko Dudo-pun akhirnya menanggalkan celana yang ia kenakan."Ki Joko?" Alina terkejut seketika saat Ki Joko Dudo melakukannya. "Kenapa dilepas? Apa-apaan ini!"Seakan Ki Joko Dudo tahu kalau Alina akan protes, dia sudah menyiapkan kalimat pamungkas."Ini adalah bukti kalau aku sungguh-sungguh ingin membantu menyelesaikan masalahmu, Alina..." Ucapnya penuh penghayatan.Bibir Alina tak bisa berkata-kata lagi. Kaki dan tangannya kaku seakan sedang kena totok.Urat nadinya seolah berhenti."Alina..." Ki Joko semakin mendekat lantas mengendus aroma rambut Alina yang sudah membuatnya jatuh hati sejak pandangan pertama. "Aku akan melakukan apapun untuk kem

  • Bukan Istri Bayaran   Bab 74 Ki Joko Dudo

    Tuan Dipta mengejar Lana yang semakin ke arah belakang rumah. "Lan, nanti malam kita praktek ya?""Apa, Pak?" Lana bingung dengan apa yang dimaksud Tuan Dipta."Ya yang kamu bilang tadi.. katanya kamu sanggup hamil anakkuu lagi?" Pria itu berlalu sambil mengerlingkan mata.Berharap saja kalau Lana langsung setuju."Bukan berarti kita harus melakukannya malam ini kan, Pak?" Lana masih trauma saat penggerbekan tadi.Dirinya merasa hancur dan tak punya harga diri. Bagi Tuan Dipta, sikap Lana ini adalah sikap yang keras kepala."Bisa diatur, Lan! Kalau perlu... nanti kita cari hotel agak jauh dari rumah! Bagaimana? Kamu mau kan?" Bujuk Dipta.Hotel? Seumur-umur dia belum pernah masuk apalagi tidur ke hotel. Meski yang bintang tiga atau empat sekalipun.Ini cukup membuatnya merasa tertarik. Tapi, bagaimana dengan Arjuna? Biasanya akan mencari dirinya di malam hari."Pak... tapi, saya tidak bisa meninggalkan Arjuna!" Lana harus bersikap keras.Hampir saja ia terjatuh di bujuk rayu Dipta pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status