"Kenapa kamu melepaskanku??" Lana memicinngkan matanya kepada Dipta.
Seolah Dipta memang baru saja kerasukan setan dari antah berantah.
Nafasnya tersengal. Kedua tangannya yang tadinya begitu kuat mencengkeram Lana, kini hanya bisa bergetar tanpa sebab.
"DIAAMMM.." suara lantang Dipta membuat Lana terdiam.
Kenapa Dipta tidak menghabisinya saja saat ini. Agar Lana bisa segera bertemu dengan bapak dan ibunya di pusara keabadian?
Genggaman tangan Dipta membuat Lana tak percaya. Jika lelaki yang begitu dingin kepadanya kini malah mengajaknya pergi entah kemana,
"Aku tidak bisa pergi..." Lana menghentikan langkah dan terdiam.
Dipta seolah tak mendengar apapun yang Lana katakan. Ia tetap bersikeras menyeret tangan Lana dengan paksa.
Braakkk..
Pintu Jeep tertutup dengan kasar. Lana hanya bisa pasrah dan memandangi jalanan yang mulai lengang.
"Kemana Bima pergi?" Lana berguman lirih.
"Siapa yang kamu cari?" Dipta m
"Panasnya tinggi!"Lana tampak cemas dan mondar mandir saja saat Mbok Mirah memeriksa kening Arjuna."Aku takut..." Lana sudah mulai membayangkan hal yang tidak-tidak!Bagaimana jika terjadi hal yang tak diinginkan!?Dia memang sampai saat ini belum menyukai Dipta dan bahkan kemungkinan tidak akan pernah bisa tumbuh benih cinta di hatinya untuk selamanya. Tapi...lain ceritanya dengan Arjuna.Bayi mungil ini tak berdosa. Serta, ada bagian dari anak ini yang merupakan milik Lana."Sudah, tenang dulu..."Mbok Mirah meletakkan kembali termometer pengukur suhu badan."Kita bawa ke rumah sakit atau kamu mau sabar menunggu dokter keluarga datang besok pagi?" Mbok Mirah tetap menyertakan Lana sebagai seseorang yang terlibat untuk mengambil keputusan.Walau bagaimanapun, Lana adalah ibunya.Juragan Sabri tiba-tiba datang bersama beberapa orang anak buahnya."Kenapa? Apa yang terjadi dengan Arjuna?" Tak kalah hebohnya, dia membuat Lana dan Mbok Mirah jadi tegang.Matanya menelanjangi Lana. Ibu
Lana terdiam sejenak.Mengamati lagi Dipta yang sepertinya juga merasakan hal yang sama dengannya.Mereka menginginkan satu sama lain, namun terhalang oleh logika dan alasan yang membuatnya urung untuk maju ke depan."Lana?""Maaf, Mas... Aku harus melihat Arjuna lagi. Aku takut dia terbangun. Mas bisa tidur lebih dulu."Air matanya menetes dan jiwanya benar-benar seperti harus berkelahi. Mana yang harus dia turuti."Kamu tidak..."Suara Dipta tersapu oleh malam. Tak sampai didengar oleh Lana yang buru-buru pergi lagi dari kamarnya.Kenapa sekarang dirinya merasa sangat hampa ketika meninggalkan suaminya sendirian?Salahkah jika seorang istri -meski bukan yang diinginkan- menolak ajakan sang suami?Ah, siapa bilang Dipta menginginkannya? Bisa saja dia sebenarnya jengah dengan keberadaan Lana di sisinya.Bisa saja dalam lubuk hati Dipta yang paling dalam, dia tak sudi berdekatan atau berbagi ranjang dengan seorang wanita yang tak pernah bertahta di hatinya?Segelintir dugaan dibumbui d
"Mbok, kuharap jangan beritahu..." Lana mengejar Mbok Mirah dengan langkah terengah-engah. "Mbok..."Dia berupaya mensejajari langkah Mbok Mirah yang cepat bagai kuda balap."Diam dan susui anakmu sekarang!" Dia tak berekspresi apapun.Wajahnya datar tapi Lana tahu dan bisa merasakan kalau wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya di sini itu sedang marah besar.Tapi dia bersyukur juga, bagaimana jika tadi yang mendapatinya berpelukan dengan Bima adalah Juragan Sabri? Bisa saja dia kena hajar di tempat dan pria itu tidak akan membiarkannya lepas hidup-hidup."Arjuna!" Lana mendekap anaknya lantas membuka bajunya untuk memberikan ASI."Kamu lapar ya, Sayang?" Lana mulai berbicara pada anaknya dengan lemah lembut. Bayi itu menyusu tergesa-gesa saking laparnya."Ssssh.. pelan-pelan ya Sayang... nanti kamu tersedak ya?" Lana ikut menyambung kalimatnya lantas barulah Arjuna bisa menyusu dengan tenang.Ini sebenarnya adalah hal yang
"Sepagi ini sudah bangun?" Dipta keluar dari ruang tengah lantas mendapati Arjuna digendong baby sitternya.Tangan dan kakinya bergerak ke udara dengan lincah.Senyumannya tak henti-henti menghiasi awal pagi."Kamu ramah sekali ya?" Puji Dipta pada bayi yang kini sudah membuat hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan sebelumnya."Tuan... Tuan Muda saatnya dimandikan!" Baby sitter satunya memberikan informasi karena sudah selesai menyiapkan air hangat untuk mandi."Baguslah. Kamu mandi dulu, nanti kita main ya?" Kata sang ayah sambil memegang ujung tangan mungil itu lalu dengan cepat melepaskannya."Hah, sudah kubilang sejak dulu..." Tiba-tiba Juragan Sabri muncul dari balik rimbunnya taman halaman.Dipta langsung berubah menjadi patung hidup."Kamu cocok punya anak! Jiwamu sebagai bapak itu lebih hidup daripada aku sebagai bapakmu! Hahahahaha..." Tawanya benar-benar merusak suasana hening yang ta
"Mmmmm...Aaahhhhh!" Lenguhan Lana terdengar menggema ke seujung ruangan.Benar yang dikatakan Mbok Mirah, kalau dia harus melayani suaminya dengan sepenuh hati.Meski tubuhnya sekarang berada di bawah kendali Dipta seutuhnya, tapi hatinya masih tertawan pada sosok di balik korden itu.Apa yang terjadi pada Bima sekarang?Nafas Lana mulai teratur. Dipta berpikir istrinya langsung menggelepar setelah dua ronde berturut-turut dia paksakan untuk edisi perdananya.Di saat tubuh wanita itu terbaring memunggungi suaminya, Lana sempat terpikir di sela-sela aktifnya jemari Dipta menyentuh setiap lekuk tubuhnya, akankah Bima membakar ruang tadi karena emosi?"Lana..." Bisikan lembut Dipta terasa asing di telinga Lana. "Kamu tidur?"Sejatinya Lana baru saja memberikan apa yang selama ini dirindukan oleh suaminya.Kini, Lana telah memberikan hal itu dan membuat suaminya menjadi seutuhnya lelaki."Hmmm?""Lana? Apa kamu kelela
"Kamu?"Lana hampir saja berteriak. Bagaimana bisa lelaki itu muncul di saat begini?Bima??!"Ssshhh..." Telunjuknya yang panas itu menyentuh bibir Lana yang masih setengah basah.Mata lelaki mana yang tak terpikat melihat sosok secantik ini dan terlihat bersih saat hanya dibalut handuk berwarna putih?Badan Lana menegang karena tak bisa berpikir jernih lagi.Matanya mulai mengamati kanan dan kiri ruangan. Meski keduanya hanya berdua dan tak ada orang lain lagi.Ia mulai khawatir."Lana, aku begitu merindukan kamu...Apa kamu sudah siap untuk melanjutkan hidup denganku?" Uraian pertanyaan dengan nada datar itu lantas membuat Lana makin terkejut."Bagaimana bisa kamu menanyakan ini di sini?" Meski dia merasa cintanya masih hidup dengan sepupu suaminya itu, namun tetap saja ini adalah hal yang ceroboh untuk dilakukan.Rasanya tidak pas saja jika membicarakan hal semacam itu di tempat ini.Itu akan membahayakan mereka berdua."Dengarkan aku, lebih cepat akan lebih baik. Aku pikir sudah
Dalam suasana yang masih seperti di alam mimpi, kalimat Alina terngiang."Aku bisa merawat anakmu asal kamu bawa dia ke sini...""Apa kamu sungguh-sungguh dengan kalimatmu?" Antara mendengar janji politisi atau sebuah imajinasi, Dipta tak kunjung mengejapkan mata agar tidak bangun dari mimpi.Ini terlalu indah untuk sebuah khayalan.Apa dia tak salah dengar? Seorang Alina mau merawat anak yang tidak lahir dari rahimnya?"Ya. aku sungguh-sungguh. Kecuali..." Lirikan matanya menuju ke area bawah pusat suaminya."Kecuali apa?" Dipta seolah menjadi seekor kerbau yang sudah dicocok hidungnya. Menurut pada syarat apapun yang harus ditebus asalkan dia bisa hidup kembali ke pangkuan wanita kesayangannya itu."Kecuali kamu masih cinta mati dengan wanita murahan itu!"Lalu ia membalikkan badan dan berlalu.Bagi Dipta ini adalah sebuah tantangan dan uji nyali.Siapa bilang dia mencintai Lana? Baginya Lana tak ubahnya seperti mesin fotocopy. Iya, karena Lana telah berhasil memberinya seorang ketu
Kepala Dipta terasa miring berat sebelah. Seolah baru saja terkena pukulan atau dentuman hebat semalam.Dengan ujung kedua ibu jarinya, dia memijit pelipisnya. Senut-senut tak karuan.Dia mencoba beberapa kali bangun namun gagal. Kedua pasang matanya juga sulit untuk dibuka."Duh, kenapa aku?" Setelah beberapa kali mencoba menyadarkan dirinya, akhirnya berhasil juga.Pria tampan itu melihat ke sekeliling ruangan.Di mana ini? Kenapa dia merasa di tempat yang tak biasanya. Lalu mencoba mengingat-ingat bagaimana dia bisa sampai sini.Astaga!Semalam dia hanya ingat beberapa detil bagian. Minum tanpa henti di bar milik teman lamanya. Lalu dicarikan taksi untuk pulang. Mobil dan kuncinya ia yakin masih disimpan oleh satpam yang membopongnya semalam.Lalu, yang lebih mengejutkan. Ke mana semua baju yang ia kenakan?"Permisi Tuan, saya disuruh Nyonya untuk mengantarkan sarapan."Seorang pembantu berbaju serba hitam tiba-tiba masuk ke kamar lantas meletakkan baki berwarna krem yang berisi se
"Boleh. Kalau mau cerai, tinggalkan anak ini di sini. Aku akan membayar ganti rugimu mengandung dia selama sembilan bulan dan pertaruhan nyawamu saat melahirkan!"Jawaban Dipta seperti sambaran petir."Maksud Mas Dipta apa?" Nanar mata Lana setelah mendengar suaminya memberikan jawaban asal.Pertanyaan yang sudah dia dapatkan dari hasil mengumpulkan segenap tenaga dan keberanian, dijawabnya seperti anak kecil yang bertanya tentang hal tak penting."Katanya kamu mau pisah, itu artinya kamu berpisah dariku dan anak ini juga, Lana!" Dipta masih dengan nada datarnya menjawab namun di balik itu, terdapat emosi yang bisa meledak kapan saja."Mas, tugasku hanya melahirkan anakmu. Tapi tidak dengan menjadi istrimu." Lana meneteskan air mata.Kekhawatiran menerpanya jika ia berteriak, bayi itu akan terbangun."Iya. Tugasmu memang hanya melahirkan anakku. Dan itu sudah selesai." Dipta dengan hati-hati meletakkan bayi itu ke tempat tidurnya dan kemudian menutup tirainya.Dia mengajak Lana untuk