Ansel agak terkejut mendengar penuturan istrinya. "Kenapa tiba-tiba? Tunggu, aku nggak perlu tanya soal ini. Siapa yang mengancam kamu?""Nggak ada yang mengancamku kok, Sel. Tapi aku cuma kepikiran aja. Kasihan Mimi kalau dia nggak bisa mendapatkan apa yang dia mau. Dia kan baru pertama kali ini menginginkan sesuatu, jadi aku sebagai kakak yang baik sebisa mungkin harus memberikan apa yang dia mau. Lagi pula ini kan cuma bisnis. Aku bisa melihat dari jauh kok. Nenek juga pasti menyetujui keinginanku ini," jelas Adara bijak. Dia berusaha menyembunyikan kegundahan hatinya dengan merelakan bisnis yang memang bukan hanya untuknya.Ansel diam. Sejujurnya dia tidak rela istrinya melepaskan apa yang dia kembangkan selama ini. Namun, Adara pasti punya alasan khusus kenapa dia mengubah keputusannya. "Coba pikirkan lagi selama beberapa hari ini supaya kamu lebih yakin," ucap Ansel sembari mengelus bahu istrinya. Adara mengangguk, "Iya, Sel."Ansel terlihat melamunkan sesuatu. "Sayang.""Hem
Adara diam seribu bahasa. Tak ayal membuat persepsi lain dari mama mertuanya. Menantunya memang tidak membenarkan tapi dengan diamnya sikapnya, jelas terjadi sesuatu di kelas memasak kemarin. "Apa yang dikatakan oleh Bu Anis memang sangat keterlaluan. Kalau mama ada di sana pasti Mama akan membela kamu," tegas Felicia menggebu-gebu. Dia heran kenapa masih ada orang yang sibuk mengurus urusan orang lain apalagi sampai merusak kepercayaan diri seseorang. "Bukan salah Bu Anis, Ma," ucap Adara akhirnya. Tanpa ucapan Anis sekalipun dia pasti akan memutuskan untuk mundur dari jabatannya. "Lalu karena apa?" "Aku hanya berpikir untuk memberikan kesempatan pada Mimi. Dia juga kan perlu untuk tahu bisnis keluarganya. Mana mungkin selamanya dia akan bekerja sebagai model. Saat ini yang perlu aku lakukan hanyalah mendukungnya," jelas Adara. Felicia mengerti dengan pemikiran menantunya. Dia bingung apakah dia harus memuji sikap Adara atau malah menyayangkan. "Jujur Mama kurang setuju kalau
Suara gruduk-gruduk di dapur membuat Felicia terbangun. elektronik yang harganya lumayan fantastis. Dia pikir ada maling yang nyasar ke rumahnya dan mengobrak-abrik dapurnya untuk mencari perabotan dapur yang harganya lumayan fantastis. Maklumlah karena dia suka memasak jadi peralatan dapurnya lumayan mahal. "Ansel? Kamu ngapain jam segini?" Dengan sedikit menguap, Felicia menghampiri Ansel. Dia penasaran dengan apa yang dilakukan oleh anaknya. "Nyari apa sih?" Ansel yang sedang memotong kol yang dia temukan di dalam kulkas, akhirnya menoleh, "Ini, Ma, Adara minta soto. Tengah malam begini memangnya ada jualan soto. Makanya aku inisiatif buatin." Ansel menunjuk ponselnya yang sedang memperlihatkan video tutorial memasak soto ayam rumahan. Karena bahan yang digunakan tidak terlalu banyak, jadi dia menggunakan tutorial itu. Felicia tersenyum geli melihat kelakuan anaknya. Dia mencuci tangannya lalu memakai celemek untuk melindungi piyama tidurnya. "Biar mama aja yang buatin. Kamu ke
"Kakak mau resign," ucap Adara pada Mimi. Keesokan harinya dia datang ke kantor untuk mengabarkan bahwa dia tidak akan mengganggu Mimi lagi. "Tapi, kakak menyarankan kamu untuk datang pada kakak jika misalkan kamu bingung atau ingin penjelasan lebih tentang bisnis ini. Kakak pasti akan memberikan petunjuk. Ingat, Mimi, bisnis ini didirikan dari nol oleh almarhumah nenek kita, jadi kakak ingin kamu lebih waspada tentang suatu hal. Nggak semua yang kamu lihat harus kamu ambil keuntungannya karena bisa jadi semua itu hanyalah jebakan."Mimi terdiam. Sebenarnya ini yang dia tunggu karena dia bisa aman dari ancaman Emma. Tapi rasanya aneh ketika Adara meninggalkannya begitu saja. 'Nggak masalah. Lagi pula tujuanku hanya untuk mengamankan reputasiku di dunia modeling. Lama kelamaan kalau kak Emma lupa, aku akan mengembalikan cepetan ini lagi pada kak Dara. Ya, aku nggak perlu merasa bersalah. Ini hanya sementara waktu' batin Mimi bergejolak."Oh ya, kalau kamu mau kita bisa adakan pesta pe
"Oh, jadi kamu nggak bertemu dia lagi. Ya sudah, Mi. Maaf ya udah ganggu kamu malam-malam gini. Lanjutin sama tidurmu!" ucap Adara akhirnya. Jujur dia kecewa mendengar pengakuan Mimi tapi dia tidak bisa menghardik Mimi karena Mimi pasti punya alasan untuk menyembunyikannya. Terdengar suara selimut yang bergesekan. Adara menoleh ketika sang suami memeluk pinggangnya dari samping. "Kenapa belum tidur?" tanya Ansel dengan suara seraknya. Setengah matanya menutup tapi bibirnya tersenyum manis. "Menghubungi seseorang sebentar, Mas," ucap Adara. "Siapa?" tanya Ansel curiga. Kelopak matanya sepenuhnya terbuka. "Siapa yang kamu telepon malam-malam begini?""Itu ... Mimi."Giliran muka Ansel berubah bingung. "Mimi? Soal kantor?""Nggak. Tadi sore aku melihat dia bertemu Emma. Ya aku tanya kan karena penasaran. Tanyanya nggak to the point, cuma nanya apa masih sering bertemu. Tapi Mimi bohong katanya nggak pernah kontakan lagi sejak musuhan," jelas Adara. Dia berbaring karena mendapat tarik
Dengan senyum manis, Adara menjawab, "Saya ingin satu kali pertemuan saja, Miss."Ziva terlihat kecewa berat. "Kamu pasti sangat marah dengan sikap Ibu Anis. Saya akan tegur Ibu Anis agar kamu tidak lagi sungkan kalau masuk kelas. Saya janji akan membuat kamu nyaman kembali, Dara."Ziva tidak akan pernah rela kalau salah satu anggota potensial yang dia miliki harus pergi karena kesalahpahaman. Dia akan membantu menyelesaikan masalah mereka agar tidak ada lagi ganjalan yang membuat keduanya bermusuhan. Sebagai coach sudah sepantasnya dia mendamaikan anggotanya. Dengan sungguh-sungguh dan tekad yang kuat, Ziva menyentuh telapak tangan Adara. "Kamu jangan cemas. Saya selalu membela yang benar. Tidak ada bedanya mau anggota lama atau baru, saya tetap membela yang pantas untuk dibela. Kalau perlu saya minta Ibu Anis untuk bicara sama kamu, meminta maaf secara langsung."Adara bukan tipe pendendam, meskipun sesekali dia sering membalas dendam pada orang-orang yang jahat padanya. Kalau buka
"Loh? Lamaran tiba-tiba? Ini maksudnya apa sih, Ma? Kenapa Mama tiba-tiba mengatakan soal perundungan atau apapun itu yang aku bahkan nggak mengerti. Please, tolong jelasin sama aku, Ma!" tuntut Candra sambil menutup laptopnya dan menaruhnya di sampingnya. "Apa yang kamu lihat tadi?""Ini nggak ada hubungannya dong sama apa ya Mama bicarakan tadi.""Tentu saja ada. Sekali lagi Mama tanya, Apa yang kamu lihat tadi? Siapa yang kamu lihat? Suami siapa yang kamu perhatikan?" tuntut Ziva balik. Awalnya dia tidak percaya kalau putrinya menstalking suami orang. Ketika melihat buktinya dengan mata kepalanya sendiri, Ziva seakan syok dengan perubahan putrinya itu. Candra tidak gelagapan sama sekali karena dia pikir mamanya tidak akan tahu siapa yang dia lihat sedari tadi. "Cuma teman yang lewat di berandaku. Dia masih single kok belum punya istri jadi aku sah-sah aja kalau ngeliatin, Ma. Jangan terlalu baper deh, Ma.""Baper katamu? Coba buka lagi laptopmu! Mama mau lihat pria single mana ya
Makam yang rutin dibersihkan oleh penjaga yang ditugaskan Radit, terlihat bersih terbebas dari rumput-rumput liar. Sudah bertahun-tahun lamanya wanita yang disemayamkan di dalam sana, meninggalkan keluarga kecil yang seringkali berdebat. Terutama jika menyangkut anak semata wayang mereka. Ada banyak penyesalan yang membuat anak dan ayah itu sulit untuk berkomunikasi. Namun pada akhirnya setelah banyak masalah yang terjadi, kini mereka berhasil mengatasi penyesalan tersebut. Adara menabur kelopak bunga mawar ke atas gundukan tanah tersebut. Sesekali dia mengusap nisan yang bertuliskan nama mamanya. Chelsea Anggraeni. Kalau dulu wanita itu pasti menangis tapi sekarang dia sudah sanggup merelakan kepergian mamanya. Wanita yang sudah tumbuh dewasa itu menceritakan segala kisah yang dialaminya. Meskipun di sampingnya ada Radit dan juga suaminya, dia tidak sopan mengatakan bahwa dia tidak menyesal telah menikah dengan suaminya sekarang."Seandainya Mama masih ada pasti Mama akan menyukai