Share

BAB 3

Sesampainya Wailea di kantor, terlihat di atas meja reception sudah berdiri sebuah kotak makan berwarna merah jambu. Isinya ternyata seporsi nasi goreng dihiasi dengan taburan bawang goreng dan irisan sosis sapi. Kelihatannya lezat, pikirnya sambil mengendus aroma dari celah-celah tutup kotak makan itu. Terlintas dalam benaknya jika makanan itu berasal dari Helix, lalu dengan cepat ia kembali menaruh kotak itu di atas meja.

“Jangan lupa dimakan” kata Helix yang tiba-tiba sudah berada di samping Wailea.

Wajah Wailea berubah muram, terlihat begitu kesal. Dia mendorong kotak nasi kearah Helix tanpa memandangnya.

“Bawa saja! Aku tidak mau” tegas Wailea.

“Kamu menghindariku ?” tanya Helix.

“Tolong jauhi aku. Aku ini sudah punya suami” mata Wailea mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa berat menjauhi Helix.

Banyak hal yang membuat Wailea merasa berat menjauhi Helix. Wailea merasa sudah terlalu banyak menyusahkan atau pun berutang budi kepada Helix. Salah satunya adalah pada waktu itu, sehari setelah pertemuan mereka di Lobby. Saat itu Wailea sedang berjalan kaki hendak menyebrangi jalan menuju kantor. Ada seorang pemuda dengan motor besar terlihat lasak di jalanan dan hampir saja menabraknya. Untunglah pada saat itu Helix dengan sigap membanting stir mobilnya dan mencegat sang pengendara motor itu.

Taruhannya saat itu adalah mobil Helix rusak parah, motor sang pengendara juga ringsek. Masih ada untungnya sang pengendara motor hanya terpental dan tak menyebabkan suatu hal yang fatal. Andai Helix tak menghadang, mungkin Wailea sudah berada di tempat yang sangat jauh saat itu.

Akhirnya Helix dimintai keterangan oleh polisi dan tak lama ia pun bisa bebas karena ada rekaman cctv yang meringankannya. Mulai dari hari itu banyak hal yang mereka lewati bersama sebagai sepasang sahabat.

“Memangnya aku melakukan apa? Hanya memberi dan tidak lebih dari itu bukan ?” tanya Helix.

“Harus bagaimana lagi caranya supaya kamu mengerti? Aku sudah tidak mungkin lagi dekat dengan kamu. Apa kata orang nanti ?” Wailea mulai merengek.

“Dulu statusmu juga istri orang, tetapi kamu mau dekat denganku. Sekarang apa yang berbeda? Bukankah kamu tidak menyambut perasaanku dan orang lain juga tidak tau tentang perasaanku?” tanya Helix dengan tatapan begitu dalam.

Wailea terdiam. Dia sadar jika ucapan Helix memang ada benarnya. “Aku tau, tetapi tetap saja. Tolong jauhi aku!” tegas Wailea.

“Semakin keras kamu memintaku untuk menjauhimu, semakin keras usahaku untuk dapatkan hatimu” kata Helix dengan tegas sambil berlalu meninggakan Wailea.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Wailea masih terlihat sibuk dengan berbagai telepon dan juga tamu yang berdatangan. Terdengar suara langkah kaki dari arah belakang.

“Lea, berhubung partner kerjamu masih cuti. Saya mohon untuk makan siang di tempat saja. Jangan tinggalkan meja ini karena presdir akan datang tak tentu jamnya dan akan ada meeting besar dengan berbagai department” suara itu terdengar begitu berat dan tegas. Dia adalah Brandon, general manager di perusahaan Sumber Cahaya tempat Wailea bekerja.  Wailea yang mendengarnya hanya bisa mengangguk dan tak bergeming.

“Cukup bagus hari ini, kamu ternyata sudah bawa bekal” lanjut Brandon.

Ingin rasanya Wailea menjawab bahwa itu bukan bekalnya. Namun, tak sampai bibirnya untuk berucap. Apa perdulinya juga dia kalau memang ini bukan punyaku, gerutunya dalam hati. Wailea yang merasa sangat tidak ingin menyantap nasi goreng lezat di hadapannya itu kemudian mengambil ponsel dan memesan makanan via ojek online.

Kira-kira sudah tiga puluh menit Wailea menunggu pesanannya itu namun tak kunjung tiba. Sesekali Wailea melihat ponselnya dan melihat status keberadaan sang driver. “Lo, seharusnya dia sudah sampai” kata Wailea. Kemudian dia mencoba menelepon si driver dan ternyata makanan yang ia pesan sudah diambil oleh seorang pria tampan. Tanpa perlu berfikir lama, Wailea mengangkat gagang telepon dan menghubungi nomor extention Helix.

“Kembalikan makananku!” kata Wailea.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status