Sesampainya Wailea di kantor, terlihat di atas meja reception sudah berdiri sebuah kotak makan berwarna merah jambu. Isinya ternyata seporsi nasi goreng dihiasi dengan taburan bawang goreng dan irisan sosis sapi. Kelihatannya lezat, pikirnya sambil mengendus aroma dari celah-celah tutup kotak makan itu. Terlintas dalam benaknya jika makanan itu berasal dari Helix, lalu dengan cepat ia kembali menaruh kotak itu di atas meja.
“Jangan lupa dimakan” kata Helix yang tiba-tiba sudah berada di samping Wailea.
Wajah Wailea berubah muram, terlihat begitu kesal. Dia mendorong kotak nasi kearah Helix tanpa memandangnya.
“Bawa saja! Aku tidak mau” tegas Wailea.
“Kamu menghindariku ?” tanya Helix.
“Tolong jauhi aku. Aku ini sudah punya suami” mata Wailea mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa berat menjauhi Helix.
Banyak hal yang membuat Wailea merasa berat menjauhi Helix. Wailea merasa sudah terlalu banyak menyusahkan atau pun berutang budi kepada Helix. Salah satunya adalah pada waktu itu, sehari setelah pertemuan mereka di Lobby. Saat itu Wailea sedang berjalan kaki hendak menyebrangi jalan menuju kantor. Ada seorang pemuda dengan motor besar terlihat lasak di jalanan dan hampir saja menabraknya. Untunglah pada saat itu Helix dengan sigap membanting stir mobilnya dan mencegat sang pengendara motor itu.
Taruhannya saat itu adalah mobil Helix rusak parah, motor sang pengendara juga ringsek. Masih ada untungnya sang pengendara motor hanya terpental dan tak menyebabkan suatu hal yang fatal. Andai Helix tak menghadang, mungkin Wailea sudah berada di tempat yang sangat jauh saat itu.
Akhirnya Helix dimintai keterangan oleh polisi dan tak lama ia pun bisa bebas karena ada rekaman cctv yang meringankannya. Mulai dari hari itu banyak hal yang mereka lewati bersama sebagai sepasang sahabat.
“Memangnya aku melakukan apa? Hanya memberi dan tidak lebih dari itu bukan ?” tanya Helix.
“Harus bagaimana lagi caranya supaya kamu mengerti? Aku sudah tidak mungkin lagi dekat dengan kamu. Apa kata orang nanti ?” Wailea mulai merengek.
“Dulu statusmu juga istri orang, tetapi kamu mau dekat denganku. Sekarang apa yang berbeda? Bukankah kamu tidak menyambut perasaanku dan orang lain juga tidak tau tentang perasaanku?” tanya Helix dengan tatapan begitu dalam.
Wailea terdiam. Dia sadar jika ucapan Helix memang ada benarnya. “Aku tau, tetapi tetap saja. Tolong jauhi aku!” tegas Wailea.
“Semakin keras kamu memintaku untuk menjauhimu, semakin keras usahaku untuk dapatkan hatimu” kata Helix dengan tegas sambil berlalu meninggakan Wailea.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Wailea masih terlihat sibuk dengan berbagai telepon dan juga tamu yang berdatangan. Terdengar suara langkah kaki dari arah belakang.
“Lea, berhubung partner kerjamu masih cuti. Saya mohon untuk makan siang di tempat saja. Jangan tinggalkan meja ini karena presdir akan datang tak tentu jamnya dan akan ada meeting besar dengan berbagai department” suara itu terdengar begitu berat dan tegas. Dia adalah Brandon, general manager di perusahaan Sumber Cahaya tempat Wailea bekerja. Wailea yang mendengarnya hanya bisa mengangguk dan tak bergeming.
“Cukup bagus hari ini, kamu ternyata sudah bawa bekal” lanjut Brandon.
Ingin rasanya Wailea menjawab bahwa itu bukan bekalnya. Namun, tak sampai bibirnya untuk berucap. Apa perdulinya juga dia kalau memang ini bukan punyaku, gerutunya dalam hati. Wailea yang merasa sangat tidak ingin menyantap nasi goreng lezat di hadapannya itu kemudian mengambil ponsel dan memesan makanan via ojek online.
Kira-kira sudah tiga puluh menit Wailea menunggu pesanannya itu namun tak kunjung tiba. Sesekali Wailea melihat ponselnya dan melihat status keberadaan sang driver. “Lo, seharusnya dia sudah sampai” kata Wailea. Kemudian dia mencoba menelepon si driver dan ternyata makanan yang ia pesan sudah diambil oleh seorang pria tampan. Tanpa perlu berfikir lama, Wailea mengangkat gagang telepon dan menghubungi nomor extention Helix.
“Kembalikan makananku!” kata Wailea.
“Untuk apa kamu memakan dua menu sekaligus? Tidak baik untuk dietmu” dengan suara tawa kecil helix menutup telepon. Wailea yang masih kesal tidak punya pilihan lain selain memakan nasi goreng buatan Helix. Keraguan hatinya untuk memakan nasi goreng itu pun sirna, ketika suapan pertama mendarat di lidahnya. Wahhh ini enak sekali, katanya dalam hati. Kini tak segan ia menyuapi nasi goreng itu ke dalam mulutnya dengan begitu cepat. Saat ia sedang menikmati makanannya, terlihat segerombolan orang di arah luar dipimpin oleh sang presdir berjalan mendekat ke arah Lobby. Wailea yang panik segera mencari tissue dengan niat untuk membuang yang ada di dalam mulutnya karena belum sempat dikunyah dan ditelan. “Merunduk!” Helix menekan bahu Wailea dan membiarkannya bersembunyi di bawah meja. “Selamat siang pak” Helix menjamu para tamu. “Tolong antarkan mereka ke ruang meeting, saya mau ke ruang kerja saya dulu mengambil beberapa dokumen” perintah san
Disisi lain, Helix yang sedari tadi fokus dengan ponsel di tangannya mulai merasa curiga dengan titik keberadaan Wailea. Ya, Helix memang sengaja memasang GPS ponsel Wailea pada ponselnya. Dengan tujuan agar ia selalu tahu dimanapun keberadaan Wailea. Dari sejak pesan Helix telah diterima Wailea, saat itulah Helix sudah memantau titik keberadaan Wailea. Tanpa berfikir panjang, Helix segera meninggalkan ruang meeting dan mencari titik keberadaan Wailea. Saat Helix sampai, dilihatlah taksi itu. Tak segan Helix memecahkan kaca yang membuat serpihan kaca itu mengenai si sopir taksi. Sopir taksi itu pun terbelalak dan dengan segera membuka kunci. Helix yang geram, menarik sopir taksi itu keluar dari mobil dan kemudian memukulnya tanpa ampun. Wailea berlari keluar dari mobil dan memeluk Helix. Ia mencoba menahan Helix agar jangan sampai Helix membunuh orang itu. Disaat Helix berhenti memukulnya, si sopir taksi langsung mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Helix
"Maaf Lea, tapi mau bagaimana lagi kalau sudah tugas" jawab Rezo. "Tapi besok ulang tahunku" Wailea mengingatkan. "Kita masih bisa rayakan di ulang tahun berikutnya dan berikutnya lagi kan?" kata Rezo mencoba menenangkan istrinya. Keesokkan harinya, Wailea sudah bangun dan mempercantik dirinya. Ia berharap untuk sempat menghantarkan Rezo ke bandara. "Aku ikut mengantarmu ya" Wailea meminta dengan penuh senyuman. "Aku bawa mobil dan akan ku parkir di bandara. Jadi kamu tidak usah mengantarku" jawaban Rezo cukup mematahkan semangat Wailea. Dengan kehampaan hati, Wailea mengantarkan Rezo memasukki mobilnya. Wailea masih terus menunggu ucapan selamat dari suaminya itu. Namun, hingga sampai Rezo pergi, tak ada satu kalimat apapun yang ia ucapkan. Jangankan mengucapkan selamat ulang tahun, memuji dirinya yang sudah cantik saja tidak. Mungkin dia benar-benar sibuk, pikirnya dalam hati. *** "Happy birthday cantik" Helix mengham
Helix saat itu hanya tersenyum bangga melihat Wailea yang memiliki hati yang begitu baik. Sejauh Wailea tahu perasaan Helix, tak ada sekalipun ia memanfaatkan situasi. Bahkan Wailea selalu sungkan ketika hanya Helix yang bisa menolongnya dalam situasi apapun. "Oke, kalau kamu merasa berat. Ada satu cara untuk membalasnya" kata Helix sambil tersenyum jahat. Wailea mulai curiga akan kalimat yang akan dilontarkan Helix. "Ahh... Sudahlah, percuma bicara sama kamu" kata Wailea. "Wanita ini sungguh membuatku gemas. Aku belum selesai bicara" sahut Helix. "Aku tahu mau mu. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa membalas perasaanmu" tegas Wailea. "Mbak receptionist, jangan keGR-an. Cara membalasnya cukup dengan mentraktirku saja di restoran enak langganan kita" kata Helix sambil tertawa mengejek. Wailea tersipu malu mendengarnya. Wajahnya memerah. Untuk menutupi rasa malunya, ia pun berpura-pura menatap layar komputer seolah-olah sibuk.
Lenny kembali menjelaskan pada Wailea apa yang sebenarnya ia tahu. Rezo memang mengajukan ijin di kantor untuk pergi ke luar kota, tepatnya Sumatera tempat dimana ibu Wailea tinggal. Alasan Rezo adalah untuk berlibur bersama keluarga untuk merayakan ulang tahun Wailea.Mendengar semuanya seperti sangat aneh, Wailea mencoba untuk berfikir positif. Wailea meyakini dirinya jika sang suami sengaja membohonginya dan seolah tidak ingat akan hari ulang tahunnya agar semua rencana untuk memberikan kejutan padanya tidak gagal. Mungkin saja Rezo hendak mengajak mama untuk datang ke Jakarta, pikirnya dalam hati.Setelah berbincang dengan Lenny, Wailea pun kembali ke dalam restoran melanjutkan makan siangnya yang tertunda.“Kamu kenal Lenny, Hel?” tanya Wailea sambil mengunyah makanan di mulutnya. Helix pun tersedak. Hampir saja makanan di mulutnya lompat keluar mengenai wajah Wailea. Wailea menepuk punggung Helix, mencoba membantunya mengeluarkan makanan
“Terima kasih, ma. Suara mama kenapa lemas sekali? Mama sakit?” tanya Wailea khawatir. Suara lembut dari seberang telepon adalah suara dari seseorang yang amat Wailea cintai. Dia adalah Weni, ibu kandung Wailea. Weni bagaikan batu karang di tepi pantai. Beribu kali dihantam gelombang tetapi tetap berdiri dengan tegar. “Biasa, Lea. Kurang enak badan” sahut Weni. “Mama sudah ke dokter?” tanya Wailea lagi dengan suara yang mulai panik. “Sudah sayang, jangan khawatir ya. Rezo mana, Lea?” tanya Weni. Wailea tersentak, dia terdiam sejenak. Mengapa mama bertanya soal Rezo, tanyanya dalam hati. Hal ini cukup membuat Wailea lemas hingga membuatnya duduk di sofa merahnya. Tanpa Wailea sadari, dia melamun cukup lama. Weni yang menunggu jawaban Wailea sempat memanggilnya beberapa kali hingga akhirnya Wailea tersadar dari lamunannya. “Oh, Rezo masih lembur, ma” suara Wailea terdengar sedikit bergetar. Ia terpaksa harus membohongi orang tuanya karen
Kaki Wailea mendadak lemas dan dahinya dipenuhi dengan keringat. Jantungnya berdegup begitu kencang. Panik, ya memang Wailea sedang panik saat ini. Kenapa kamu tega membohongiku, jerit hati Wailea. Sesaat setelah Wailea merasa lebih baik. Dia pun langsung berjalan menuju ruang kerja Robin, sang direktur utama. “Silahkan Wailea, ada apa?” tanya Robin. Robin memang sosok direktur yang sangat disegani banyak orang. Karena kewibawaannya dan juga rasa pengertian dia yang begitu besar pada karyawan. Robin adalah anak dari sang presiden direktur. Itu sebabnya ketika dia menunjuk Wailea sebagai pengganti Brandon, semua menyetujuinya karena percaya akan pilihannya itu. Wailea mencoba menjelaskan titik permasalahannya dan memang seperti biasa Robin langsung mengerti posisinya. “Silahkan selesaikan dulu masalahmu. Saya mau kamu tampil dengan baik ketika pengangkatan nanti” kata Robin dengan sangat bijak. Kini terlihat wajah Wailea yang kembali dihiasi se
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Wailea kini sudah berada di dalam pesawat kelas ekonomi. Wailea memang terlahir bukan dari keluarga kaya raya. Gajihnya pun tidak terbilang besar. Sangat berbeda dengan Rezo yang memang sudah terlahir dari keluarga kaya raya. Bisnis orang tuanya cukup untuk beberapa generasi. Namun, menikah dengan Rezo bukanlah sesuatu yang dapat merubah kebiasaan hidup Wailea yang sederhana dan mandiri. Bahkan kekayaan Rezo bukan menjadi peluang bagi Wailea untuk hidup enak tanpa bekerja. Berkali-kali Wailea diminta untuk bekerja di perusahaan sang ayah mertua, tetapi Wailea tetap ingin bekerja di tempat ia bekerja saat ini. Sudah terlanjur nyaman dan tidak ingin pindah lagi. Di dalam keramaian, Wailea tetap merasa sepi. Dia menerka-nerka apa yang akan terjadi setelah ini. Tangan kirinya menopang dagu sambil memandangi pemandangan yang semakin jauh terlihat dari atas pesawat. Tanpa disadari, lamunannya membawa Wailea kepada satu tahun yang lalu.