Brielle membolak-balikkan laporan penelitian di ponselnya, tenggelam dalam bacaannya. Pukul 9.45 pagi, dari arah pintu lift, asisten Raka berjalan cepat menghampiri. "Bu Brielle, Pak Raka sudah menunggu di ruang rapat."Brielle tertegun. Sepertinya resepsionis sudah memberi tahu kantor pusat, jadi Raka mengirim asisten untuk menjemputnya. Brielle mengangguk dan mengikuti asisten masuk ke lift.Asisten itu tampak ingin berbicara. Setelah ragu sejenak, dia akhirnya membuka mulut. "Bu Brielle, hari ini suasana hati Pak Raka kurang baik. Nanti kalau ...."Brielle menoleh ke arahnya. Asisten itu merasa canggung, lalu berkata, "Pagi tadi Pak Raka sempat memarahi orang departemen proyek."Dalam hati, Brielle mengejek dingin. Suasana hati Raka baik atau buruk, apa hubungannya dengan dirinya? Namun, dia tetap berterima kasih, mengangguk pada asisten itu, lalu menyerahkan berkas agar dicetak dua rangkap dan dikirim ke ruang rapat.Lift berhenti di lantai kantor pusat. Pintu ruang rapat besar di
"Wah! Mama, lihat ke sana ... ada kembang api lagi!"Brielle menempelkan pipinya pada wajah kecil Anya sambil tersenyum. "Indah sekali."Pukul sepuluh malam, setelah berhasil menidurkan putrinya, Brielle duduk di sofa dengan piyama yang nyaman sambil membuka majalah medis untuk dibaca.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi menunjukkan notifikasi pesan masuk.[ Raka: Anya sudah tidur? ]Brielle melirik layar ponsel sekilas, lalu tak membalas. Dia hanya meletakkan ponselnya terbalik di atas meja. Dari jendela seberang, langit malam dipenuhi cahaya kembang api berwarna-warni, memantulkan siluet wajah Brielle yang dingin dan tenang.Beberapa saat kemudian, ponsel kembali berbunyi. Brielle menghela napas panjang, lalu mengambilnya lagi.[ Aku punya hadiah untuknya. ]Brielle mengetik balasan singkat.[ Anya nggak butuh hadiahmu. Jangan ganggu kami. ]Setelah itu, tak ada lagi pesan masuk. Brielle merasa dunia kembali tenang.....Sejak hari pertama tahun baru hingga hari keempat, Brielle membawa An
"Raline, aku nggak akan datang. Kamu saja yang temani Nenek dan Bibi merayakan tahun baru dengan baik.""Tapi ....""Tenang saja. Aku nggak akan membiarkan Brielle punya kesempatan untuk mendekati kakakmu. Kamu percaya nggak, hanya dengan satu telepon dariku, aku bisa membuat kakakmu pergi? Nggak butuh waktu lebih dari tiga menit," ucap Devina sebelum menutup sambungan telepon.Raline sedikit bingung. Apa sebenarnya cara yang akan digunakan Devina untuk menghalangi kakaknya bertemu Brielle? Tiga menit? Baiklah, dia akan menunggu dan melihat sendiri.Ketika mendongak, dia mendapati beberapa tante dari pihak keluarga mulai menyapa Brielle. Hatinya langsung mencibir. Apakah Brielle masih menganggap dirinya nyonya besar Keluarga Pramudita?Para kerabat perempuan Keluarga Pramudita memang bersikap sopan pada Brielle. Kata-kata mereka penuh tata krama dan hormat. Bagaimanapun juga, mereka semua menilai situasi dari sikap para tetua keluarga. Melihat Emily begitu menyayangi Brielle, ditambah
Ketika melihat putrinya yang mungil berjinjit memasang hiasan, hati Brielle mendadak terasa nyeri."Mama, lihat deh, aku gantungnya bagus nggak?" tanya Anya sambil tersenyum ceria."Bagus sekali," jawab Brielle. Namun begitu berbalik, air matanya tiba-tiba jatuh tanpa bisa ditahan."Mama, aku mau gantung yang di sana lagi ya. Nanti kalau sudah besar, aku juga bisa bantu Mama kerja! Aku 'kan asisten kecil Mama."Brielle menggigit bibir, air matanya berderai deras. Dia menutup mulut dengan tangan, lalu beranjak ke ruang tamu. Dulu, dia sering berharap putrinya cepat mengerti dan bisa mandiri. Namun kini saat melihat Anya seakan dipaksa untuk dewasa lebih cepat, dia justru merasa sangat bersalah.Ketika Brielle sudah menenangkan diri dan kembali, dia melihat Anya sudah menggantung banyak lampion kecil di ranting pohon hias. Momen itu lagi-lagi membuat Brielle merasa berbahagia.Tibalah malam tahun baru.Brielle menerima banyak pesan ucapan dari teman-temannya, yaitu Lambert, Harvis, dan N
Malam itu, Anya tetap bermalam di rumah Keluarga Pramudita. Brielle berpikir, wajar saja putrinya senang berada di sana, karena anak kecil memang menyukai suasana meriah saat hari raya.Beberapa hari terakhir dia hampir terus berada di laboratorium. Rumahnya bahkan belum ditempeli hiasan tahun baru, tidak ada selembar pun dekorasi atau lampion. Dia pun bertekad setelah selesai membahas pendanaan proyek besok, sore harinya dia akan pergi membeli beberapa perlengkapan.Bagi dirinya pribadi, semua itu mungkin tidak terlalu penting, tetapi dia tetap ingin menciptakan suasana tahun baru untuk putrinya.Keesokan paginya.Brielle datang tepat waktu ke kantor pusat Grup Pramudita. Ketika membuka pintu ruang kerja utama, Raka sudah berdiri di depan jendela besar, seakan menantinya.Awalnya Madeline juga dijadwalkan hadir. Namun karena ada urusan mendadak, pertemuan lanjutan soal pendanaan hanya dihadiri Brielle seorang."Duduklah." Raka berbalik badan, memberi isyarat ke arah sofa.Brielle baru
Tatapan Raka kembali tertuju pada Lambert. "Nggak kabarin kalau kamu sudah pulang."Lambert tersenyum tipis. "Baru tiba pagi ini, tadinya ingin ajak kalian makan malam bersama."Raka bertanya lagi, "Kasus adikmu ada perkembangan?"Wajah Lambert seketika menjadi kaku. "Masih terus diupayakan."Brielle sebenarnya tidak pernah menanyakan kondisi adik Lambert. Namun melihat ekspresi seriusnya, dia menduga pasti sangat gawat."Kalau ada yang perlu bantuanku, katakan saja." Raka menepuk bahu Lambert.Lambert mengangguk hormat. "Aku pamit dulu."Sebelum pergi, dia menoleh pada Brielle. "Kalau kamu butuh data lanjutan, cari aku kapan saja."Brielle mengangguk. "Terima kasih atas bantuanmu, Pak Lambert."Anya menengadah, kepala bulat mungilnya bergerak melihat ketiga orang dewasa itu mengobrol.Saat Lambert hendak pergi, dia pun melambaikan tangan sopan. "Dadah, Paman Lambert.""Dadah," jawab Lambert sambil tersenyum pada si kecil.Pintu lift pun tertutup.Brielle segera merasakan sepasang mata