*Happy Reading*
"Teh?"
"Hm ...."
"Nanti bintitan, loh, ngintipin orang kayak gitu!"
Ck! Aku langsung berdecak kesal, lalu mendelik galak pada Putra yang baru saja menyindirku. Resek!
Padahal, bukan mauku ngintipin orang begini. Akan tetapi, siapa suruh Alan tidak mengajakku turut serta saat bicara dengan mamanya? Kan, aku kepo!
"Kajen, ih! Yang bintitan Teteh ini nanti, bukan kamu. Udah kamu mah fokus aja tuh bantuin di Asep belajar. Gak usah ngurusin Teteh. Teteh kan udah kurus!" sahutku kesal, yang malah di tanggapi bahu terangkat oleh Putra.
"Padahal kalau kepo mah ya tinggal samperin aja, terus duduk di sisi Aa Alan. Aa Alan juga gak akan marah. Ngapain sih nyusahin diri sendiri kayak gitu. Lagian, emang kedengeran nguping di jarak segini?"
Si Putra tuh emang ngeselin! Sukanya nyahut aja kalau di kasih tahu. Belum pernah ngerasain gaplokan maut sendalku kayaknya. Atau, ciuman sama pantat panci Umi yang udah keling kek
*Happy Reading*Aku baru saja hendak mengambil wudhu untuk sholat malam, saat tak sengaja melihat pintu dapur yang tidak dikunci selot. Kukira, Umi atau yang lainnya lupa mengecek pintu ini semalam. Ternyata setelah aku cek, pintunya juga tidak tertutup rapat.Ceroboh sekali. Kalau sampai ada maling, gimana? Meski kampungku terbilang cukup aman dari curanmor, tetap saja. Waspada itu perlu, iya kan?"Kalakuan si Putra pasti iye, mah. Kaasyikan main Ps mangkana--Dumelanku pun sontak terhenti, kala baru saja ingin merapatkan pintu itu, ekor mataku tak sengaja menangkap bayangan Alan yang sedang duduk sendirian di bale-bale bawah pohon belakang Rumah, tempat dulu aku ngerujak sama Dokter Karina.Lah? Lagi ngapain dia? Ngelamun? Sendirian? Tengah malam gini? Kek anak perawan nunggu jodoh aja, deh.Melihat hal itu, aku pun menunda niatku untuk sholat, dan malah melanjutkan langkah ke arah Alan yang sepertinya tengah asik dengan lamunannya,
*Happy Reading*Aku tidak munafik. Aku ini bukan wanita suci. Maksudku, sebelum hijrah dan memakai hijab seperti sekarang. Dulu aku seperti remaja pada umumnya.Pacaran, pegangan tangan, cium pipi dan cium bibir sedikit mah, aku pernah melakukannya. Yah ... namanya juga ABG, ya kan?Intinya, meski bukan pemain pro dalam pacaran. Aku sudah tidak asing dengan yang namanya skinship dan ciuman. Bagiku, asal tidak sampai melewati batas. Tidak masalah.Nah, seharusnya dengan semua itu, aku sudah tidak kaget lagi dengan aksi Alan semalam. Dan bisa bersikap tenang membalas ciumannya. Namun, yang terjadi adalah, Alan benar-benar membuat aku gila.He is a good kisser!Dia ... apa, ya? Aku bingung jelasinnya sama kalian. Pokoknya, dia benar-benar luar biasa. Nah, coba itu bayangkan. Baru bibir aja udah bikin aku hampir gila, apalagi kalau naik tingkat coba. Bisa-bisa aku--"Hasmi?!""Eh, iya Umi?" Seketika aku langsung g
*Happy Reading*"Saya pegang ucapan kamu barusan, Mi. Kebetulan, panthouse hadiah dari Pak Arjuna dan Dokter Karina, sudah siap kita tempati hari ini. Dan ... tentunya tidak akan ada yang bisa mengganggu kita di sana."Waduh!Wajahku auto merona mendengar ucapan Alan barusan. Dengan hati yang kebat-kebit saat sebuah bayangan nakal melintas di kepalaku.Aduh ... aduh ... padahal aku cuma becanda loh, nantangin dia. Tapi kayaknya Alan sangat serius menanggapinya. Lalu, aku harus bagaimana sekarang? Haruskah aku pesan lingerie satu kodi untuk persiapan? Atau ... ah, kayaknya gak usah. Sarungan aja udah biar cepet kalau pengen.Astaga! Mikir apa aku barusan?"Siap dah, Pak Bos! Mau sekalian tujuh musim pun, Hasmi ikhlas, kok. Tapi ... dengan satu syarat lagi." Aku mengikuti permainan Alan."Apa?""Bilang cinta dulu sama Hasmi. Sekarang juga!"Wajah Alan tiba-tiba berubah. Seakan apa yang aku ucapkan barusan adalah voni
*Happy Reading*Author povAlan berusaha berlari sekuat mungkin mengejar para pengendara motor itu. Meski kakinya terasa mulai kebas karena terus di paksakan berlari, namun Alan tidak ingin berhenti sama sekali.Hatinya merepih dan takut diwaktu yang sama, saat melihat istrinya terseret mengenaskan di depan matanya sendiri.Sialan!Siapa mereka? Berani-beraninya mencari masalah dengan Alan!Namun, siapa pun mereka, Alan pastikan akan membuat mereka menyesal karena berani mencari ribut dengannya.Alan lalu mengerahkan usaha terakhirnya. Menambah lagi laju larinya, hingga akhirnya berhasil meraih besi bagasi motor tersebut. Alan mencoba menahan laju motor itu sekuat tenaga. Meski tangannya manjadi sakit, bahkan hampir ikut terseret. Alan tidak menyerah dan terus menahan motor itu sekuat yang dia bisa. Alan lalu dengan sengaja mencoba menggulingkan motor itu, agar oleng dan terjatuh.Dia berhasil!Motor itu benar-
*Happy Reading*Dimas benar. Cidera Hasmi memang serius. Selain benturan keras di kepala yang mengkhawatirkan. Sebelah tulang wajahnya retak, hidungnya pun patah. Serta memar pada seluruh tubuh akibat aksi terseret itu.Hasmi memerlukan pengobatan intensif ditangan tenaga medis yang mumpuni. Itulah kenapa, seperti rujukan Dimas pula, Alan langsung meminta Hasmi di pindahkan ke Rumah Sakit Setiawan Healthy.Beruntung baik Hasmi atau pun Alan memiliki akses spesial ke rumah sakit tersebut. Hingga saat Alan menghubungi Dokter Karina dan memberitahukan apa yang terjadi, istri bosnya itu langsung mengirim helipad untuk menjemput Hasmi."Alan, Umi, Putra?" Bahkan, Dokter Karina sendiri yang langsung menyambut mereka saat mendarat di atap gedung.Ya, Alan memang membawa turut serta Umi yang tidak mau berjauhan dari Hasmi. Dan Putra, ditugaskan A' Jaka untuk menemani Umi."Jangan khawatir. Kami akan melakukan yang terbaik unt
*Happy Reading*"Haruskah seperti itu? Apa tidak bisa dengan hukum saja?" Alan meragu, membalas usulan Arjuna"Inilah kenapa saya selalu bilang kamu lemah, Alan," ucapan Arjuna menohoknya. "Hanya karena kamu tahu perihal hukum, kamu kira bisa membuat dunia seimbang? Tidak, Alan. Di dunia ini ada beberapa hal yang tidak bisa disentuh hukum. Perlu kelicikan dan kekejaman yang bisa membereskannya. Kamu bekerja dengan saya bukan setahun, dua tahun, Alan. Kamu tentu bisa menilai sendiri bagaimana dunia bisnis itu. Yang kuat, yang bertahan sudah menjadi hukum rimba dalam bisnis. Terkhusus untuk pengguna bisnis licik seperti Densu. Dia bisa menggunakan berbagai cara untuk menutup mata hukum."Alan kembali terdiam. Lagi-lagi merasa tertohok dengan ucapan Arjuna. Bertemu dengan pelaku bisnis kotor bukan hal aneh lagi baginya. Hanya saja ... ah, sekali lagi Arjuna benar. Hanya karena dia seorang pengacara. Alan kira bisa membuat dunia seimbang dengan hukum yang dia miliki
*Happy Reading*"Siapa pun kamu dan bagaimanapun masa lalu kamu. Tidak akan pernah Umi permasalahkan, Nak. Selama kamu bisa membuat Hasmi bahagia, itu cukup buat Umi."Umi pun menutup obrolan malam itu dengan kalimat yang sukses membuat Alan terharu sekaligus ragu waktu yang sama.Membahagiakan Hasmi? Mampukah Alan?Meski sebenarnya Alan tahu pasti, hal apa yang bisa membuat Hasmi bahagia. Tetapi .... entah kenapa Alan masih berat melakukannya.Kata cinta. Itukan, yang sangat ingin Hasmi dengar? Juga, akan sangat membuatnya bahagia. Tapi .... bagaimana mengatakannya? Hatinya sendiri masih terasa berat mengucapkan kalimat sakral itu lagi.Katakan Alan masih trauma dengan kalimat sakral itu. Dan ya, memang itulah yang sebenarnya terjadi. Alan pernah menjadi seorang pecinta yang loyal akan kata sakral itu. Sebelum akhirnya hatinya di hancurkan hingga lebur. Hingga ... Alan mengharamkan tiga kalimat itu keluar dari mulutnya lag
*Happy Reading*Kiranya, setelah mendengar keputusan Alan. Arjuna akan menyambutnya dengan suka cita. Ternyata, Daddy si kembar itu terdiam cukup lama, sebelum berkata, "Kamu tidak harus memaksakan diri mengotori tangan kamu Alan, jika memang tidak ingin."Tak ayal, Alan pun jadi bingung sekarang pada sikap Arjuna. Kenapa tanggapan Arjuna malah seperti itu? Bukannya dia sendiri yang mengusulkan?"Saya tidak merasa terpaksa kok, Pak. Saya serius ingin menerima usulan Bapak. Soalnya, saya tidak ingin ada korban lagi dari kegilaan Pak Densu dan anaknya," terang Alan sungguh-sungguh.Arjuna kembali terdiam. Seperti menimang sesuatu yang sangat penting."Pak, saya Serius!" Alan kembali meyakinkan. "Saya benar-benar ingin melenyapkan mereka, karena saya sudah muak dengan kegilaan mereka. Pagi ini, selain kabar rumah Umi yang hampir dibakar dan Mama saya yang hampir di celakai. Saya juga mendengar, jika kantor saya pun sudah mereka retas. Bahk