"Aduh! Terus kumaha iye? Mana si Bapak udah pergi? Saya telepon Bapak lagi aja, gimana? Pasti belum jauh, kan?" Asisten yang bernama Mbok Minah itu pun seketika panik.
"Jangan, Mbok. Jangan ganggu Bapak," larang Hasmi yang kini berusaha mengatur napasnya, demi meredakan sakit yang semakin mendera perut bawahnya."Ya, terus. Ini gimana, Bu? Saya harus apa?" Meski agak heran dengan permintaan sang nyonya. Mbok Minah pun kembali bertanya."Suruh Pak Komang siapin mobil. Terus, tolong ambilin tas bayi di kamar yang sudah saya siapin. Mbok nanti temenin saya ke Rumah sakit, mau, ya?" pinta Hasmi setelah memberi titah pad sang asisten."Iya, iya, Bu. Nanti saya temani. Kalau gitu, ibu tunggu bentar, ya? Saya nyari si Komang dulu." Mbok Minah pun pamit, mencari sopir yang sengaja Alan pekerjakan untuk mengantar-antar Hasmi jika ingin bepergian sendiri.Sementara Mbok Minah melaksanakan titah Sang nyonya. Hasmi sendiri kini tengah sibuk meraHari sudah lumayan larut saat aku terpaksa harus pergi ke minimarket terdekat, dikarenakan si bulan yang datang saat stok pembalut tinggal satu.Entahlah. Aku tidak tahu, kenapa aku bisa seceroboh ini? Mungkin karena terlalu sibuk di rumah sakit, hingga aku kurang memperhatikan kebutuhanku sendiri.Hari ini pun sebenarnya aku sudah sangat lelah dan ingin segera terlelap. Apalagi hujan juga sangat mendukung sekali agar tubuh ini segera masuk selimut dan menyambut mimpi.Namun, sekali lagi karena tamu bulanan yang hadir tanpa kabar. Aku pun terpaksa menahan kantuk demi untuk membeli pembalut tanpa sayap.Ingat! Tanpa sayap! Kalau pake sayap aku takut dibawa terbang!Dugh!"Aduh!"Saat sedang mengecek kelengkapan belanjaanku sambil berjalan keluar minimarket. Tak sengaja, aku menabrak seseorang karena terus menunduk sedari tadi."Maaf ... maaf, saya--""Hasmi?"Aku yang awaln
"Aakkkhhh ...."Grep!Brukkk!"Are u crazy, huh?" maki Alan, saat dia berhasil menyelamatkanku dari tabrakan, yang hampir saja terjadi.Ya, sesaat sebelum mobil yang ngebut itu hampir menyentuhku. Si Manusia Jalan Tol ini memang berhasil menggapai dan menarikku ke pinggir jalan."Kalau mau mati jangan di sini, apalagi di hadapan saya, bikin repot orang saja!" hardiknya sekali lagi.Akan tetapi, karena aku masih shock dengan kejadian barusan. Aku pun tak berkomentar apapun, selain bengong dan mengerjapkan mata berkali-kali demi meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi.Terima kasih Tuhan. Aku masih hidup!"Hey, Suster! Kenapa malah bengong? Saya ta--""Aa'!" Setelah berhasil menguasai kekagetanku tadi. Aku pun berseru panjang, memotong omelan Alan sambil menghamburkan diri ke pelukannya dan menangis sejadi-jadinya.Aku lega banget, bahagia, terharu, pokoknya aku benar-bener bersyukur banget masih hidup! Masih bernapas
"Woah! Akhirnya ketemu juga ya, Do!" Salah seorang dari mereka berseru gembira seraya memindaiku. Aku merasa jijik seketika."Iya, dong! Gue gitu, loh!" Edo menyahut dengan jumawa."Terus, ini maunya gimana? Langsung aja atau main-main dulu?" Pria itu bertanya kembali."Main-main dululah. Lo bawa kan obatnya?""Bawa, dong!""Bagus. Ayo mulai!"Aku ingin berlari, ingin memaki, ingin menangis, bahkan memohon agar mereka mengasihani aku. Namun, rasa takut benar-benar menguasai, hingga membuatku jangankan bisa berlari untuk kabur, mengeluarkan suara pun rasanya tidak bisa. Lidahku seketika kelu dengan tenggorokan yang sakit sekali meski hanya untuk menelan salivaku sendiri.'Ya Allah, haruskah aku berakhir di sini?''Haruskah aku menyerah?'Tidak! Aku tidak ingin menyerah. Aku harus berjuang sekali lagi. Setidaknya, aku harus berlari ke arah jalan besar, dan menabrakan diri pada mobil agar cepat mati.Pers
Akhirnya, polisi datang kurang dari lima belas menit setelah aku menelpon. Tolong jangan tanyakan kenapa mereka tumben cepat datang. Karena aku sendiri pun tidak tahu.Aku hanya menghubungi Bang Elang, polisi yang sudah lumayan aku kenal. Lalu menyampaikan apa yang terjadi di sana. Setelah itu, menunggu seraya terus berdoa saat menyaksikan Live Boxing antara Alan dan genk Edo."Aa--""Pakai dulu!"Baru saja aku mau bersegera keluar dari mobil saat Alan akhirnya membuka pintu. Pria itu malah menahannya, dan menyodorkan sebuah kain dari sela pintu.'Eh, itu hijabku! Ya ampun ... ternyata dia sangat perhatian dan mau repot-repot mengambilkan kain ini demi menjaga kehormatanku.'Seketika hatiku menghangat menerima perhatian Alan barusan."Dibelakang pintu ada jaket bersih. Pakai dan keluarlah," titahnya lagi tanpa melihatku.Aku menurut. Kututup kembali pintu mobil, memakai hijab dengan benar dan mencari jak
*Happy Reading* 'Tembus' Satu kata yang dikatakan Alan malam itu, sukses bikin aku megap megap bak ikan koi kekurangan air. Sumpah demi apapun. Malam itu rasanya aku pengen pinjem helm sama siapa aja yang, setelah mendengar kata itu. Sayangnya, gak ada yang lewat bawa helm, jadinya gak ada yang bisa nyelametin mukaku. Namun yang paling menyebalkan adalah, Alan mengucapkannya dengan wajah datar tanpa ekspresi apapun. Membuat aku malah menebak-nebak isi pikirannya saat itu. Apa kasian? Apa lucu? Atau malah pengen bully? Apapun itu, pokoknya aku tengsin abis! Makanya, setelah kejadian malam itu. Aku sebisa mungkin menghindari Alan, jika melihatnya di rumah sakit, sedang mengunjungi Dokter Karina. Pokoknya, aku belum siap deh, ketemu dia lagi. Masih tengsin banget, Mbak bro! "Mi, kamu beneran gak mau saya titipin laporan ini buat Alan. Biasanya kan, kamu paling getol sama tugas ini." Dokter Karina mu
*Happy reading* "Eh, neng Hasmi. Baru pulang ngevet, ya?" Aku langsung mendengkus kesal, saat baru saja keluar rumah sakit pagi itu, tak sengaja bertemu dengan Bang Elang yang sepertinya sedang ada tugas di sana. Entah itu ada kasus baru, atau mengambil hasil visum salah satu korban kasus yang tengah dia selidiki. Pokoknya, pria itu berhasil membuat aku jengkel dengan sapaanya barusan. Mentang semalam adalah malam jumat, seenaknya aja dia mengira aku baru pulang ngevet. Aku kan baru pulang mandi kembang tujuh sumur--eh, pulang sift malam. "Gak ada sapaan lebih manusiawi apa, Bang? Segala Babi ngevet lo bawa-bawa. Nyindir diri sendiri atau gimana?" Aku membalas dengan kesal. Bang Elang tergelak renyah di tempatnya, seraya menepuk kepalaku. "Mana ada Abang abis ngevet. Orang kayak Abang pastinya abis sunah rosul, dong. Emang situ, jomlo! Oops! Lupa kalau udah punya Aa Alan." Aku tahu dia sedang men
*Happy Reading*Aku udah gak ngerti lagi dengan situasi yang tengah terjadi sekarang. Ternyata Irfan temannya SMA-nya Alan. Demi apa? Tuhan ... sejodoh itu ya aku sama nih manusia lempeng. Hingga aku kayaknya gak bisa jauh sama tuh makhluk dingin yang ingin sekali aku taruh di tungku.Biar anget dikit gitu, gengs. Soalnya, Alan tuh dinginnya udah mengkhawatirkan banget. Apalagi, setelah dikenalkan tadi oleh Irfan. Tatapannya itu, loh! Bikin aku pengen pipis mulu.Lebih menyebalkannya. Tuh cowok kek gak ada kerjaan hari ini. Ngintilin kami terus dari tadi. Bahkan saat Irfan mengajaknya gabung makan siang bersama. Dia setuju aja gitu, tanpa ngerasa dosa sama sekali.Ya ... Ampun, nih cowok beneran gak ada kerjaan, ya hari ini? Atau emang mau nyambi jadi nyamuk? Nyebelin banget, sumpah!"Kenapa melihat saya seperti itu? Gak suka saya gangguin kencan kalian?"Udah tahu tanya! Kalau emang dia sepeka itu, kenapa gak minggat aja, sih. M
*Happy Reading*Aku pun dengan otomatis melirik Irfan, yang langsung terlihat gusar melihat wanita itu, sambil mencuri lirik ke arahku.Bangke!!Jadi aku sudah ditipu selama ini?Baru aja aku hendak beranjak dari tempat dudukku. Alan tiba-tiba menginterupsi dengan santainya."Oke! Karena sekarang bini lo udah dateng. Gue pergi, ya? Ayo, Sayang," kata Alan kemudian, sambil mengulurkan tangannya ke arahku.Apa?!Jadi nih pengacara juga udah tau, kalau Irfan ini punya keluarga? Kenapa dia gak kasih tahu, sih? sengaja ya, mau bikin aku kehilangan muka?Atau … jangan- jangan Dia sekongkol sama Irfan?"Sayang?" panggil Alan lagi. Sambil memberikan kode lewat ekor matanya, untuk meraih tangannya.Sayangnya, karena aku masih shock. Aku pun malah menatap uluran tangan itu dengan linglung. Memang apa yang harus aku lakukan? Menyambut tangan Alan dan ikut dramanya yang lain? Sialan! Kenapa aku harus terjebak dalam sit