"Jadi kalian yang sudah membun*h Paman Rusli?" Alisya tampak syok mendengar percakapan Bude Siti dan Pakde Rusdi.Wanita yang datang dan berniat mengadu itu terperanjat mendengar kalau merekalah yang mem*unuh Rusli–suami Ningsih."Alisya?!" Bude Siti terkejut mendapati anaknya yang sudah terpaku dan syok di ambang pintu.Sejahat apapun Alisya, tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mem*unuh orang lain."Alisya! Jangan bilang ke siapa-siapa soal ini! Kamu nggak mau kan Papa dan Mamamu mendekam di penjara!" ujar Rusdi seraya berjalan mendekati putri bungsunya itu.Alisya langsung mundur karena takut kepada Ibu dan Ayahnya sendiri.Dia tidak menyangka mereka dalang dibalik kematian pamannya. "Kenapa kalian bisa berlaku sekeji itu? Aku tidak menyangka kalian penyebab kematian paman Rusli." Mata wanita itu berkaca-kaca tak percaya. Dia menutup mulutnya tak percaya. Astaga! Dia anak seorang pemb*nuh!"Jangan keras-keras suara ya Sya! Kalau kedengaran orang gimana? Kamu mau kami dip
"Nyonya kenapa?" Seorang pelayan yang tengah memperhatikan Bude Siti Memasak langsung panik.Zafira terlihat sangat lemes karena terus mengeluarkan isi perutnya sejak tadi. Bu Ningsih dan juga Adnan juga ikut panik. Sedangkan Amira tidak ada di rumah karena sedang mengurus pendaftaran di kampusnya di temani oleh temannya Zafirah di kota. "Kamu kenapa Nduk?" Ibu mertuanya tampak panik."Sepertinya masuk angin Bu, mual terus dari tadi," sahut Zafira dengan suara yang lemes. "Atau jangan-jangan Nnyonya Zafira lagi hamil?" ucap Asisten rumah tangga itu dengan wajah takut-takut. "Maaf kalau saya lancang menjawab," sambung Wanita itu sambil tertunduk.Bu Ningsih yang mendengar ucapan Wanita itu langsung berbinar. Sedangkan Adnan baru selelsai menelpon dokter keluarga Zafira untuk datang."Hah?! Hamil?" Zafira langsung menampakkan binar wajah bahagia."Mas sudah telpon Dokter Zafran, Dia akan segera datang," ujar Adnan yang tampak panik.Lelaki itu menggosok-gosok minyak kayu putih di t
"Aduhhh, sakit sekalii Mas sshhh," desis Zafira sambil meringis menahan sakit yang termat sangat."Ya Allah, Nduk. Gimana ini?" Bu Ningsih panik hingga bingung mau berbuat apa.Adnan langsung membopong tubuh istrinya yang tengah kesakitan itu. Wajahnya sangat panik. Lelaki itu berlari sambil membawa istrinya dalam gendongannya. Mulutnya tak berhenti merapal doa untuk keselamatan istri dan janinnya.Bu Ningsih juga mengekor di belakang Adnan dengan air mata yang terus berurai.Tenaga Wanita paruh baya itu langsung kuat saat melihat menantu kesayangannya kesakitan."Cepat siapkan mobil!" Adnan yang sudah panik tanpa sadar membentak Tukang kebun merangkap sopir yang tengah menatap heran."Siap Pak!" Dengan cekatan Lelaki itu langsung menyiapkan Mobil. Lelaki itu langsung masuk kedalam mobil. Bu Ningsih juga ikut masuk. Wanita paruh baya itu memegang tangan menantunya erat. Air matanya sudah luruh sedari tadi. Mulut Wanita itu tak berhenti komat kamit merapal doa keselamatan untuk Calon
"Sepertinya ada yang merembes," ucap Zafira sambil memegang perutnya yang mules."Astagfirullah. Ya Allah selamatkan Istri dan anakku." Adnan tak berhenti terus merapal doa.Ningsih sudah sangat panik melihat wajah menantunya yang pucat pasi.Akhirnya mereka pun sampai di oelataran rumah sakit. Adnan langsung mengangkat tubuh Zafira dan membopongnya."Suster! Dokter! Tolong Istri saya!" Lelaki itu sudah tidak memperdulikan keadaan sekitar.Zafira langsung di naikkan di atas brankar dan di dorong menuju IGD. Adnan ikut berlari bersama Bu Ningsih. Brankar sudah di penuhi D4r4h. Andan mengusap wajah frustasi."Bapak tunggu di luar." Seorang lelaki langsung menghentikan Adnan."Saya ingin menemani istri saya, Pak!" Bentak Adnan kepada Lelaki yang menghentikannya."Yolong patuhi prosedur yang ada pak," ujar lelaki itu.Bu Ningsih langsung menarik tangan putranya. Wajah lelaki itu tersirat rasa kekhawatiran yang mendalam.Sedari tadi ia mondar mandir di depan pintu IGD.Ponselnya tiba-tiba
"Jawab! Bagaimana keadaan anak kita, Mas?!" Zafira mulai tak sabar."Kamu yang sabar, Sayang. Mas tahu Kamu wanita yang kuat. Mungkin belum rezeki kita, Dek. Allah lebih sayang. Insya Allah pasti Allah akan berikan lagi di waktu yang tepat." Adnan berusaha menenangkan Istrinya. Padahal hatinya sangat rapuh. Lelaki itu berucap dengan dengan suara yang serak. "Tidak mungkin, Mas. Jangan bercanda! Ini nggak lucu! Pa, Ma, Buk, kenapa kalian diam saja? Dimana janinnya Zafira!" Wanita itu menjerit histeris. Cairan bening di matanya berlomba keluar. Wanita itu menggelengkan kepala tak percaya. "Tadi dia masih disini, Mas. Mama, tadi anak Zafira masih disini." Zafira memegang perutnya yang masih tampak nyeri.Dia hendak bangkit namun tertahan karena perutnya terasa sakit.Wanita itu masih menjerit histeris. Dia masih syok kehilangan buah cinta pertamanya bersama Adnan. Buah cinta yang baru beberapa minggu mengisi rahimnya. Namun kini lenyap dengan mudahnya setelah diketahui keberadaannya.
"Siapa yang bertugas memasak di dapur?" tanya Pak Suryo dengan wajah datar."Sa–saya Tuan. Tapi sumpah Demi Allah, saya tidak memasukkan apa-apa ke dalam makanan Non Zafira, Tuan. Waktu saya mau ke kamar beresin sisa makanannya Non Zafira, sisa buburnya juga sudah tidak ada, Tuan," jawab Wanita yang bekerja sebagai tukang masak itu. Wajahnya sangat ketakutan.Pak Suryo menatap tajam ke arah mereka satu-persatu."Ayo ngaku! Siapa yang sudah memasukkan obat pencahar ke dalam makanan Putri saya? Mau ngaku atau saya cati tahu sendiri? Di seluruh penjuru ruangan ini ada cctv nya loh, kalau sampai saya cari tahu sendiri. Jangan harap saya akan mengampuni! Saya akan buang ke pulau terpencil yang tak berpenghuni, banyak binatang buas disana. Jadi sebaiknya mengaku saja! Karena seklipun tidak mengaku! Tetap saya akan tahu, karena ada kamera pengawas juga di dapur, juga si seluruh ruangan," ancam Pak Suryo dengan wajah datar. Tampang Lelaki itu, membuat siapa saja yang menatapnya akan langsung
Bu Ningsih masih syok mendengar ucapan bodyguard itu. "Bibi, tolong maafkan Mama Bi! Tolong jangan masukkan Mama ke penjara Bi." Aira memohon sambil mengguncang-guncang tubuh Bu Ningsih yang cuma terdiam karena belum bisa mencerna apa yang di dengarnya.Kini Bu Ningsih yang terduduk lunglai di kursi ruang tunggu. Ningsih menutup mulutnya dengan telapak tangannya kemudian menggeleng tak percaya."Apa salah keluarga kami? Apa salah kami? Semua sudah kami berikan tanpa perlawanan! Kenapa ini?" Bu Ningsih berucap dengan air mata yang berderai."Maafkan Mama Bi. Tolong maafkan Mama," mohon Aira dwngan wajah yang tertelungkup di kaki Bu Ningsih."Itu bukan kuasa Bibi Nduk," sahut Bu Ningsih dengan wajah sendu."Bibi pamit dulu," pamit Bu Ningsih kepada keponakannya itu."Maafkan Mama Bi." Wajah Aira tertunduk menahan malu karena perbuatan Mamanya. Wajahnya penuh sesal.Bu Ningsih berjalan dengan langkah gontai menyusuri koridor rumah sakit menuju kamar tempat menantunya di rawat.Dia masih
"Jadi mereka juga yang memb*nuh Ayahnya Adnan?!" Suara Lelaki itu tak percaya. "Kumpulkan bukti-buktinya, tidak bisa ditolerir lagi!" titah Pak Suryo dengan wajah geram.Zafira sudah mulai pulih, tapi masih sering menangis karena merasa gagal menjadi Ibu.Adnan selalu berada di samping istrinya. Tidak sekalipun dia beranjak dari sisi istrinya. Kecuali kalau mau sholat.Seharian di terus menggenggam tangan Istrinya dan membisikkan kata-kata motivasi. Juga mensugesti istrinya untuk terus bersabar dan menerima takdir yang sudah digariskan.Perlahan Wanita itu mulai menerima kenyataan. Senyuman mulai yerpancar lagi dari bibir mungilnya yang tampak pucat."Papa sudah menemukan pelakunya, orang itu memang sengaja mencampurkan obat pencahar kedalam bubur Zafira," ungkap Pak Adnan kepada semua orang. Saat itu Zafirah tengah tertidur setelah meminum obat. Sebentar lagi mereka sudah diperbolehkan pulang."Siapa Pa? Kurang ajar sekali orang itu!" Bu Anin tampak geram. "Pekerja di rumah Bu Bes