Share

Chapter 8

Author: Vervitta
last update Huling Na-update: 2022-08-08 11:02:23

Setelah kondisi semakin membaik, Laura bersama Damian dan Felix akhirnya diizinkan untuk masuk ke ruang rawat.

Tak memperdulikan keadaan sama sekali, Laura masih terus menangis di sisi Devano.

"Kak ...," panggil Felix, nadanya terdengar seperti orang yang sedang ketakutan.

"Hmm," seru Laura, masih merenung.

"Apa Kakak menyadari sesuatu?"

Mendengar pertanyaan Felix, tentu Laura kebingungan.

"Kamu ngomong apaan sih? Cepat katakan saja langsung ke intinya!" cetus Laura dengan tangisannya hingga tak ingin menancapkan pandangan sama sekali kepada Felix.

"Tapi tolong jangan marah-marah padaku, ya! Ini semua salah Kak Damian."

Laura kembali tak mengerti tentang apa yang sebenarnya ingin Felix katakan.

"Cepat katakan," pinta Laura sembari mengangkat kepala dan menatap wajah Felix.

Felix diam, kemudian matanya melirik ke wajah pria yang tengah terbaring di ranjang pasien tersebut.

Merasa heran, Laura ikut meliriknya. Dia sangat terkejut saat tau ternyata itu bukanlah Devano yang selama ini dia cari.

Seketika Laura berhenti menangis. Tatapannya terus tertuju pada pria tersebut dengan penuh keheranan.

"Kak Damian, cepat minta maaf ...," perintah Felix dengan sedikit ketakutan. Ya, takut Laura akan memarahinya.

"Kenapa malah jadi aku yang disalahkan? Ini semua 'kan salah kamu."

"Bukannya Kakak yang tadi bilang kalau Kakak sudah menemukan Devano?"

"Ya ... kamu lihat saja! Nama yang tertera memang Devano, 'kan?"

Tatapan Laura dan Felix mendarat di kartu identitas pasien yang menempel.

"Berarti ini memang bukan salahku. Kamu sendiri yang tidak memberitahu nama panjang Devano siapa dan malah menyebutkan nama panggilannya saja. Sudah tau pria yang bernama Devano 'kan ada banyak."

"Tapi apa salahnya minta maaf sebentar pada Kak Laura. Kalau memang ini kesalahan kita berdua, yang penting aku sudah minta maaf lebih dulu. Tinggal Kak Damian yang susahnya minta ampun."

Mereka malah ribut di tempat. Membuat Laura semakin lelah menghadapi kakak-beradik tersebut.

Di tambah lagi dirinya sudah merasa sangat malu dengan keadaannya saat ini. Berawal dari belum mandi karena terburu-buru, datang dengan penampilan seadanya, hingga menangis-nangis di depan umum.

"Ma---maaf ...," singkat Damian.

"Yang benar!" ujar Felix dengan ketus.

"Maaf ya, Laura," lanjut Damian yang masih terdengar tidak ikhlas saat mengatakannya.

***

Di tengah kesibukan kantor, Leon merasa luka di perutnya terasa semakin sakit. Padahal ia sudah meminum berbagai macam obat yang ia beli dari apotek.

"Bagaimana aku tidak kalah jika lawannya saja empat orang. Apalagi saat itu mereka semua membawa senjata tajam," ucap Leon pada diri sendiri.

"Meski lukanya tidak terlalu dalam, tapi rasa sakitnya susah sekali dihilangkan. Apa sudah seharusnya aku pergi ke dokter saja?" lanjutnya bimbang.

"Di dunia yang luas ini, kejahatan akan terus ada dan tidak luput dari kehidupan manusia. Hanya saja alasan mereka dalam melakukannya berbeda-beda. Tapi bagaimanapun juga, mengganggu wanita bukanlah perbuatan yang dapat dibenarkan sama sekali."

Takut lukanya malah semakin parah apalagi sampai infeksi, Leon memutuskan untuk konsultasi ke dokter langganan saja. Apalagi semua pekerjaannya di hari tersebut juga sudah diselesaikan.

Setibanya di rumah sakit, Leon melihat Laura bersama dengan dua orang adiknya. Tapi Leon hanya memasang wajah dingin dan tak memberi sapaan sedikit pun.

Damian dan Felix yang belum menyadari kehadiran Leon, masih terus mempermasalahkan hal memalukan sebelumnya. Sementara Laura tertunduk bisu sambil memikirkan keberadaan Devano sekarang.

Karena mereka jalannya berlawanan dengan arah Leon, membuat Damian tak sengaja menabrak pundak saudaranya tersebut.

Damian yang sedang kesal pun hampir saja melayangkan amarah pada Leon karena belum tau siapa yang ia tabrak.

Namun, setelah melihat wajah Leon dengan mata sinis yang selalu ditunjukkan, seketika Damian tak jadi mengeluarkan ocehannya dan malah menunjukkan senyuman seribu maut.

Melihat mata Laura yang sembab, Leon pun langsung bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Laura.

"Apa kamu sedang sakit?" lemparan pertanyaan singkat dari seorang Leon Halton.

Ingin menjadi pahlawan dadakan, Damian memberanikan diri untuk angkat bicara. Ia menjelaskan bahwa semua ini adalah kesalahannya.

Seketika bola mata Laura dan Felix menajam. Mereka kira Damian akan mengatakan yang sebenarnya pada Leon. Tapi ternyata dugaan mereka salah.

"Tadi aku tak sengaja menjatuhkan Laura hingga membuat kakinya terkilir. Sebagai pria yang bertanggung jawab, tentu aku bergegas membawa Laura ke sini agar bisa cepat-cepat mendapat pertolongan. Hanya saja ... Felix malah ikut-ikutan tidak jelas."

Damian menjelaskan kebohongan tersebut dengan ekspresi yang seolah-olah ingin sekali mendapat pujian dari Leon.

"Loh, kok jadi aku?" kaget Felix yang malah disalahkan.

"Oh, gitu. Tapi dari tadi aku perhatikan sepertinya kaki Laura tidak ada masalah. Jalannya pun juga normal." Leon melirik ke arah kaki mulus milik wanita cantik yang ada di hadapannya.

Dalam sekejap, Felix dan Damian saling melempar tatapan satu sama lain.

Seolah-olah Damian memberi kode agar Felix saja yang menjawabnya. Apalagi Felix adalah adik kesayangan Leon, tentu akan lebih mudah untuk dipercaya.

"Uhuk uhuk!" Felix membuka percakapan dengan batuk bergaya.

"Jadi gini, Kak. Apa yang dikatakan oleh Kak Damian memanglah benar. Dia menjatuhkan Kak Laura hingga membuat kakinya tak bisa berjalan. Apalagi Kak Laura sampai menangis histeris menahan sakit yang luar biasa. Oleh karena itulah mata Kak Laura jadi sembap. Menurutku ... orang seperti Kak Damian memang sudah seharusnya diberi pelajaran."

Awalnya Damian sangat percaya diri. Tapi dia malah dibuat tersentak saat Felix berbalik menyalahkan dirinya. Padahal niat awal dia mencari alasan tersebut hanya agar Leon memberikan pujian padanya.

"Tapi keadaan sudah membaik saat dokter memijat kaki Kak Laura. Benar, 'kan?" Felix menatap Laura dengan senyum manis.

"Oh ... jadi di rumah sakit ini sudah ada dokter yang beralih profesi menjadi tukang pijat. Bagus sekali, berbeda dari rumah sakit yang lainnya. Kalau begitu, tolong katakan siapa nama dokter yang kamu maksud.

Barang kali aku mengenalnya," lanjut Leon yang masih tak percaya pada kedua adiknya.

Tak ingin melibatkan masalah besar pada Damian dan Felix, Laura pun turun tangan dan membuat alasan tersendiri.

Laura menjelaskan kalau awalnya ia merasakan sakit kepala yang luar biasa. Bahkan untuk berjalan saja sempoyongan.

Menyadari hal itu, Felix dan Damian bergegas membawa dia ke rumah sakit terdekat.

Tapi setibanya disana, seketika sakit kepala Laura mulai mereda dan memilih untuk kembali pulang saja.

"Lagi pula kamu sendiri yang bilang bahwa aku tidak boleh pergi sendirian, 'kan?"

Hingga saat ini hanya pernyataan Laura sajalah yang dapat Leon percaya.

"Kalau kamu sendiri, sedang apa di sini?" tanya Laura dengan mata berbinar.

Sama seperti mereka yang sedang menutupi kebenaran, Leon ikut berbohong dan mengatakan kalau ia ingin menjenguk salah satu teman kantornya yang sedang di rawat.

Walaupun Leon sadar kebohongan bukanlah hal yang dapat dibenarkan, tapi kali ini dia sangat membutuhkannya agar Laura tak tau jika luka yang Leon alami belum juga membaik.

Tentu ucapan Leon tak membuat mereka curiga sedikit pun dan percaya begitu saja.

Tidak mau berlama-lama lagi, Leon segera menyuruh mereka untuk pulang dan membiarkan Laura istirahat di rumah.

"Jaga dirimu baik-baik. Kesehatan adalah pemberian yang tidak bisa didapatkan oleh semua orang. Kalau tidak terlalu penting, jangan memaksakan hal-hal yang tidak berguna apalagi sampai membuat kesehatanmu menurun."

"I---iya, Leon."

Dengan cepat Felix dan Damian bergegas menarik tangan Laura dan menuntunnya menuju keluar rumah sakit.

Sembari berjalan menyusuri lorong, Laura sempat menoleh ke belakang dan menatapi pria tampan yang selalu memperhatikannya.

"Benarkah dia mau menemui temannya yang sedang sakit?" tanya Laura pada diri sendiri, tapi tak dia hiraukan lagi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 56

    Beberapa hari kemudian, Leon dan Laura memutuskan untuk menggelar acara pernikahan mereka setelah melakukan pertunangan.Namun, di hari yang bahagia ini Laura terlihat begitu sedih. Ia tak menyangka jika orang tuanya masih belum ditemukan sampai saat ini, bahkan saat dirinya hendak menempuh hidup baru dengan pria pilihannya.Di ruang rias pengantin, Laura sedang menatap dirinya di depan cermin.Balutan gaun itu terlihat sangat indah, tapi tidak dengan hatinya. Meski merasa ada goresan kebahagiaan, namun luka tetap menyertai."Bagaimana bisa aku menikah tanpa kehadiran orang tuaku?" tanya Laura dalam hati.Tapi tiba-tiba matanya membelalak saat melihat sosok wanita dari pantulan cermin. Wanita itu tengah berdiri di belakangnya, dan ternyata itulah adalah Manda.Laura menolah karena tidak percaya. Ia pikir ini hanya halusinasi saja. Tapi ternyata ini adalah kenyataan. Tidak lama kemudian Erik dan Launa ikut masuk ke ruangan yang sama. Kali ini sebuah keluarga yang utuh berkumpul di sat

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 55

    Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini sudah memasuki bulan keempat setelah takdir kembali mempertemukan Leon dengan Laura.Selama beberapa waktu tersebut, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan Leon juga sering menjemput Laura dari minimarket tempatnya bekerja dan mengantarkan dia pulang ke kontrakannya.Di pagi yang cerah ini, Leon dan Laura telah membuat janji untuk saling bertemu di sebuah kafe yang sangat sepi.Kafe ini jarang sekali dikunjungi oleh para pengunjung dan biasa di datangi oleh orang-orang tertentu saja. Selain karena harga menu-menunya yang mahal, ketersediaan tempat duduk di kafe tersebut juga sangat terbatas. Sehingga orang-orang yang tidak menyukai keramaian akan sangat menyukai tempat ini.Laura terlihat tengah menunggu Leon sendirian. Ekor matanya tak henti melirik ke sana dan kemari, mencari sosok pria yang selama ini masih ia kagumi sepenuh hati.Tak disangka ternyata Vincent ada di kafe itu juga. Melihat ada Laura di sana, tentu Vincent sanga

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 54

    Dua hari kemudian, Leon membulatkan tekad untuk datang ke minimarket tempat Laura bekerja.Melihat Leon datang ke sana, tubuh Laura grogi tak karuan."Leon. Untuk apa dia datang ke sini?" tanya Laura dalam hati. Ia benar-benar sangat gugup."Laura, apa kau punya waktu?" Tanpa basa-basi Leon langsung bertanya ke intinya."Hah!! Maksudmu?""Apa yang punya waktu untuk menemaniku makan siang sekarang?"Seketika Laura merasa seperti tersambar petir. Bagaimana bisa Leon tiba-tiba datang dan mengajaknya makan bersama seperti dulu lagi."Ma---maaf, Leon. Aku tidak bisa karena masih ada kerjaan," balas Laura yang tidak berani menatap mata lawan bicaranya.Mendadak, dari dalam keluarlah seorang wanita bernama Fira.Fira adalah karyawan baru juga di sana. Ia baru mulai bekerja kemarin hari."Bukankah sekarang sudah masuk waktu istirahatmu, Laura?" tanya Fira yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan mereka."Ta---tapi bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendirian di sini?""Tidak apa-apa

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 53

    Vincent mengantarkan Laura pulang ke kontrakannya."Jangan tidur terlalu malam," pesan Vincent sambil mengacak pelan rambut Laura."I---iya," jawabnya gugup.Tak ingin berlama-lama lagi, Vincent langsung bergegas untuk meninggalkan tempat."Baiklah, aku pergi dulu.""Hati-hati, Vincent. Jangan terlalu kencang bawa mobilnya." "Tenang saja, Nona Cantik," balas Vincent sambil meledek Laura.Setelah beberapa menit berlalu, kini ia sudah sampai di apartemennya dan bergegas meraih sebuah sofa untuk mengistirahatkan diri di atas sana.Vincent membuka jas yang dia pakai dan melemparkannya ke atas sofa yang sama.Kemudian ia duduk dengan mata terpejam, sambil mengingat semua moment yang lalui hari ini."Laura Zara. Gadis yang cukup menarik bagiku. Dia cantik, baik, tidak matre, bahkan dia juga lebih menarik dibandingkan gadis lain.""Entah siapa pria beruntung yang Laura maksud tadi, tapi yang jelas aku sangat iri padanya karena bisa mendapatkan hati Laura."Cring, cring ....Tiba-tiba dering

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 52

    Laura dan Vincent tengah menikmati kebersamaan di sebuah pasar malam yang tidak jauh dari kontrakan Laura.Saat dirinya sedang membereskan rumah, tiba-tiba Vincent datang dan mengajak Laura untuk menikmati udara malam di luar.Tentu Laura tak bisa menolak. Bagaimana pun juga semua Vincent sudah sangat berjasa untuknya."Kau mau makan apa?" tanya Vincent pada Laura."Terserah kau saja," balas Laura. Ya, balasan yang biasa dipakai oleh sejuta kaum hawa."Bagaimana kalau bakso saja. Apa kau suka bakso?" tanya Vincent lagi.Laura mengangguk kecil.Dengan segera Vincent menggandeng tangan Laura dan menuntunnya ke sebuah kedai bakso paling ramai yang ada di sana."Apa sebelumnya kau sudah pernah ke pasar malam?" tanya Laura basa-basi.Vincent menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis."Belum. Ini adalah pertama kalinya.""Orang kaya sepertimu pasti selalu makan di tempat ya mewah. Iya, 'kan? Apa kau tidak merasa risih jika makan di tempat sederhana seperti ini?" Laura sedikit ragu dan

  • Bukan Nona Pengganti    Chapter 51

    Tok, tok, tok!!Leon mendengar suara ketukan pintu dari bilik kamar."Masuk!" ujar Leon tegas."Permisi, Tuan Leon. Di bawah ada Nona Laura yang datang dan sedang menunggu Tuan," jelas Angel."Apa!! Laura?" Leon tak percaya mendengarnya.Namun, seketika ketidakpercayaannya itu dipatahkan oleh anggukan Angel."Baiklah, saya akan segera turun."Saat sedang menuruni anak tangga, Leon memang melihat sosok wanita yang tengah menunggu dirinya."Laura," panggil Leon pelan.Wanita tersebut menoleh santai. Kemudian ia tersenyum melihat bahwa Leon sudah berada tepat dibelakangnya."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar wanita itu.Sampai saat ini Leon masih tak curiga sama sekali. Ia belum sadar bahwa orang yang ada di hadapannya bukanlah Laura melainkan Launa. Benar, wanita yang akhir-akhir sedang ia cari untuk meminta pertanggung jawaban."Tapi aku tidak mau kita membicarakannya di sini karena takut di dengar oleh para pelayanmu," jelas Launa sambil melirik ke sana kemarin.Leon yang masi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status