Tak terasa waktu hampir sepertiga malam.
"Sayang, semoga usaha kita kali ini membuahkan hasil, ya! Aku ingin segera memiliki keturunan darimu! Rasanya tak sabar ingin melihatmu mengandung anak kita," ucap Anto berbisik di telingaku yang tengah terbaring kelelahan di sampingnya.
"Amin, semoga ya sayang! Aku juga nggak sabar ingin segera dapat momongan," jawabku sembari menatap wajah Anto yang juga terlihat kelelahan sehabis bertempur barusan.
Kita berdua pun tertidur.
☆☆☆☆☆☆☆
Matahari mulai terbit ke permukaan, waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Aku pun terbangun dan segera mengambil kemeja yang semalam ku lempar di atas kursi. Setelah berhasil memasang kemeja itu di tubuhku, aku bergegas membersihkan diri dan menyiapkan sarapan untuk Anto, Ayu dan juga Bagas.
Setelah sarapan Anto segera berangkat ke kantor dengan motor maticnya. Tinggal lah Aku, Ayu dan Bagas di rumah.
"Tin, aku pamit pulang dulu 'ya! Makasih kamu uda ijinin aku nginep disini," ucap Ayu yang sudah siap siap untuk pulang.
"Loh ... ko pulang, Yu? Emang kamu yakin mau pulang ke rumah Gery? Mending kamu dan Bagas tinggal saja dulu disini untuk sementara waktu. Aku khawatir sama kamu dan Bagas." ucapku meyakinkan Ayu.
Sesungguhnya hati ini masih khawatir dengan mereka berdua. Gak kebayang kalau Gery sampai berbuat kasar lagi kepada Ayu. Tapi, Ayu sangat kekeh dengan keputusannya untuk pulang ke rumah Gery.
"Tenang saja Tin, aku sangat yakin dengan keputusanku untuk kembali kerumah Gery! Bagaimanapun juga Gery adalah suamiku. Aku gak mungkin berlama lama meninggalkan Gery dirumah sendirian, dia pasti kebingungan mencariku," jawab Ayu yakin.
"Mamy Na! Bagas pulang dulu, ya" ucap anak ganteng itu sambil memeluk ku. Wajahnya terlihat enggan untuk kembali ke rumah Ayah tirinya itu.
"Aku pulang dulu ya, Tin! Sekali lagi makasih, ya."
Ayu dan Bagas pun pulang dengan mobil mewahnya. Mobil yang dibelikan Gery sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka.
☆☆☆☆☆☆☆
Aku pun kembali melanjutkan tugasku sebagai ibu rumah tangga. Hari ini aku berencana untuk masak makanan kesukaan Anto. Sebelum mulai memasak aku harus segera membereskan kamar tamu yang masih berantakan.
Disaat ku mengganti sprei bekas semalam tiba tiba aku teringat ucapan Anto tadi malam.
"Ah ... Andai saja aku segera dikasih kepercayaan untuk memiliki momongan pasti rumah ini tidak akan sepi seperti ini." gumamku dalam hati.
Ku lihat kalender yang terpampang di tembok,
"Lima hari lagi jadwal ku menstruasi. Mudah mudahan aku telat." batinku penuh harap.
☆☆☆☆☆☆
"Beres beres sudah, masak juga sudah, Ahh-sekarang waktunya istirahat sambil menunggu Anto pulang kerja dua jam lagi"
Kring!!! Kring!!!kring!!!
Dering ponsel yang ku taruh di atas meja, membangunkanku yang hampir tertidur. Sebuah panggilan dari Ayu.
"Hallo kenapa, Yu?" tanyaku pada Ayu di seberang sana.
"Mamy Na! Bagas takut. Bunda nangis terus dari tadi, Bunda gak mau keluar kamar, ia gak mau ngomong sama Bagas. Mamy Na cepet kesini, ya! Bagas takut!"
Tut..tut..tut..! Panggilan dimatikan.
Aku yang mendengar suara Bagas ketakutan langsung panik dan khawatir, membayangkan apa yang aku takutkan selama ini terjadi.
"Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan? Aku benar benar bingung"
Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke rumah Ayu. Walau hati ini rasanya berat.
Sesampainya di pintu gerbang rumah mewah bak istana itu aku hanya berdiri mematung. Berat sekali kaki ini untuk melangkah masuk ke dalam rumah. Selama Ayu menjadi istri Gery tak pernah sekalipun aku masuk ke istana mereka ini. Jangankan untuk masuk ke dalam, membayangkan nya pun aku tak sanggup.
'Tapi ini demi Ayu dan Bagas, Aku harus berani aku gak boleh egois'
Aku Pun memberanikan diri untuk masuk.
"Maaf Non, cari siapa, ya?" tanya Pak satpam yang menjaga rumah Gery.
"Saya cari Ayu pak. Ayu nya ada? Saya temannya"
"Oh, Non Ayu! Ada Non, silahkan masuk!" jawab pak satpam ramah.
Aku pun diantar nya sampai kedepan pintu rumah yang terbuka lebar.
"Silahkan masuk Non! Non Ayu ada di dalam,"
"Iya Pak, terima kasih!" jawabku.
Pak satpam pun kembali ke gerbang depan. Aku ditinggalkan seorang diri.
Rumah ini benar benar luas dan mewah, semua barang yang bertengger di dalam rumah terlihat antik dan mahal sangat berkualitas, kulihat banyak sekali pilar-pilar yang tinggi menjulang.
'Banyak sekali pintu di rumah ini?
Entah disebelah mana kamarnya Ayu,'
Gery memang anak seorang pengusaha terpandang di negeri ini, Dia merupakan satu satunya pewaris kekayaan sang Ayah, Pantas saja di usianya yang masih sangat muda dia sudah memiliki rumah seperti istana.
"Tina! ... "
Seseorang memanggilku dengan lantang,Suara yang tak asing di telingaku.
Tiba tiba jantungku berdetak kencang. Perasaanku tidak karuan, inginku berbalik badan tapi aku takut.
"Hai Tina, lama tak jumpa. Ada angin apa kamu mendatangi istanaku?"
Suara itu semakin mendekat dan ternyata benar itu Gery, itu suara Gery!. Dia langsung menghampiriku dan berdiri tepat di hadapanku.
Keringat dingin mulai membasahi keningku, dadaku terasa sakit, jantungku seolah berhenti. 'Ya tuhan ... setelah hampir dua tahun aku tidak bertemu dengan Gery dan hari ini aku bertemu dengan laki laki bejat ini'
Ingin rasanya aku lari pergi keluar dan menjauh dari laki laki ini, tapi Ayu ... Ayu dan Bagas butuh aku.
"Ternyata kamu masih sama seperti dulu! Cantik, mempesona dan menggairahkan" ujar Gery sambil memandangi tubuhku dari atas sampai bawah.
wajahnya saat menatapku seperti singa yang sedang kelaparan, Aku yang saat itu mengenakan mini dress berwarna merah dengan sepatu high heels berwarna silver membuatnya tak henti menatapku dengan bringas.
Tubuhnya berjalan semakin mendekat ke arahku seolah akan menerkamku.
Jantungku semakin tak terkendali, bibirku seolah membeku, kaki dan tanganku lemas tak berdaya. Teringat kejadian saat itu.
Kejadian menjijikkan yang membuat hidupku berantakan.
Bersambung
🌸Sambil nunggu update, yuk baca juga novel Author yang lain💗
Wajahnya semakin mendekat, bibirnya seolah akan mendarat di bibirku. Keringat dingin di tubuhku semakin bercucuran padahal semua ruangan di rumah ini terpasang AC.Bibirnya dengan bibirku hanya berjarak beberapa mili saja."Brakkk..." Bunyi benda terjatuh yang sangat keras. Gery yang akan menciumku terperanjat kaget.Dengan marahnya Gery berteriak memanggil nama seseorang yang dia sebut 'Bi ijah'"Bi Ijah! Bi Ijah! Bi Ijah…," Teriak Gery dengan nada emosi dan marah.'Siapa yang Gery sebut Bi Ijah itu?' Fikirku penasaran. Tak selang lama keluarlah seorang wanita paruh baya mengenakan daster berwarna hijau."Maaf Den.. aden manggil bibi?" ucap wanita paruh baya itu pada Gery."Bunyi apa barusan? Kenapa keras sekali bunyi nya?" tanya Gery dengan nada tinggi.Gery memang tidak pernah berubah,sikapnya
Aku pun keluar dari mobil Ayu dan beranjak masuk ke dalam kantor Gery.Di lobby kantor terlihat hanya ada beberapa karyawan dan dua orang resepsionis yang sedang melayani tamu yang datang.Aku harus segera menemui Gery di ruangannya, jangan sampai ada karyawan yang masih ingat dengan wajahku. Aku pun memutuskan untuk segera masuk lift.Ruangan Gery ada di lantai enam. Aku masih sangat ingat dengan ruangannya.Sesampainya di depan ruangan Gery, aku pun hanya mematung di depan pintu. Sungguh berat rasanya untuk memulai semua ini. Aku seperti mangsa yang akan menyerahkan diri kepada pemburunya."Ahhh… " aku menghela nafas panjang. Tuhan apa yang harus aku lakukan sekarang? Ingin rasanya aku kembali ke rumah dan mengurungkan rencana ini.Kring!...kring!Dering ponselku berbunyi kencang di lantai yang sepi ini. Lantai enam memang lant
Pov GeryHari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupku. Bagaimana tidak, setelah dua tahun aku tidak bertemu dengan wanita impianku karena dia menikah dengan pacarnya, hari ini wanita itu datang menghampiriku. Dan yang lebih mengejutkan lagi 'dia datang untuk melamar sebagai asisten pribadiku.Benar-benar hari yang penuh kebahagiaan. Tina tidak pernah berubah, wajahnya tetap cantik dan tubuhnya tetap sexy seperti dulu. Membuatku tak sabar ingin segera menyentuhnya."Argh!.. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu lagi" gumamku dalam hati yang sedang berbunga bunga.Besok adalah hari pertama Tina bekerja sebagai asisten ku. Sepanjang hari dia akan menghabiskan waktu bersamaku. Aku harus memberikan kejutan untuknya. Aku ingin dia terlihat spesial saat hari pertamanya bekerja.Gegasku mengambil kunci mobil dan segera pergi meninggalkan kantor.
Pov TinaKring!..Kring!Handphone ku berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak kukenal."Nomor siapa ini?" ucapku sambil memandang layar benda pipih itu."Hallo, ini siapa?" tanyaku penasaran."Aku Gery!" terdengar suara lantang diseberang sana. "Cuma mau mastiin kalo hadiah yang ku kirim sudah kamu terima" ucapnya padaku.Mendengar suara Gery di telpon aku sedikit kikuk dan tak tau harus menjawab apa. 'Kenapa Gery bisa menelponku? Siapa yang memberi tahu nomer ku kepada Gery?' gumamku dalam hati bertanya tanya."Gak usah bingung. Aku tau nomor kamu dari Ayu" jawab Gery seolah tau apa yang sedang aku pikirkan."Aku mau--besok kamu pakai semuanya! Tanpa terkecuali dan aku gak mau dengar alasan apapun! Ingat Tina, TANPA TERKECUALI! Atau kau akan menyesal"Belum sempat aku menjawab Gery sud
"Tina?" ucap pria itu terkejut melihat ke arahku."Ma-mas Dimas?" jawabku tak percaya akan bertemu dengan nya disini.Dia adalah Dimas Prayoga 'Om nya Gery sekaligus mantan pacarku saat masih duduk di bangku SMA. Lebih tepatnya dia adalah cinta pertamaku."Kamu sedang apa disini?" tanya Mas Dimas dengan tatapan penuh curiga.'Ia melihatku keluar dari kamar mandi dengan baju yang sangat sexy dan rambut yang masih berantakan serta peluh yang masih bercucuran, akankah Mas Dimas mau mendengar penjelasanku?' gumamku dalam hati.Wajah Mas Dimas terlihat penuh curiga, matanya menatap ke arah Gery yang mengenakan kemeja dengan kancing yang masih terbuka."A--aku kerja disini, Mas!" jawabku terbata-bata.Perlahan kulangkahkan kaki telanjangku berjalan menghampiri mereka. Kulihat tatapan mata Mas Dimas tertuju padaku, meliha
Ciuman kasar yang menyakitkan membuatku tidak bisa bernafas.Gery menarik tanganku dengan tangan kirinya. Aku pun memberontak berusaha dengan sekuat tenaga melepaskan tanganku dari cengkraman Gery."Tenanglah,Tina! Hentikan perlawanan mu! Jangan memaksaku untuk bertindak kasar! Diamlah!" bentaknya lagi."Kenapa kamu seperti ini, Ger! Kenapa melampiaskan semuanya padaku? Hiks hiks!" ucapku terisak. Gery yang saat itu sedang dibakar amarah seolah ingin menjadikan ku pelampiasan.Entah apa yang ada di pikirannya, dia menatapku bringas seolah mendapatkan mangsa yang siap di terkam.Aku menangis ketakutan tapi Gery tidak menghiraukan itu, kini tangan kanannya yang berlumuran darah mendarat di perutku, memelukku dengan erat, mencengkram ku seolah tak akan melepaskannya.******Suaraku hampir habis, tapi tidak ada seorang pun yan
Aku berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan mereka. Terserah mereka mau berbicara apa tentangku. Yang jelas, aku harus segera keluar dari kantor ini.Sesampainya di lobby aku dihampiri seorang pria paruh baya, dia pun berkata. "Ibu mau pulang? Mari saya antar buk!"Dengan sedikit heran aku pun menjawab. "Tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri.""Jangan,Bu! Biar saya antar saja" jawab bapak itu sedikit memaksa."Tidak usah, Pak! Saya bisa pulang sendiri" jawabku sambil menyeka air mata yang terus menetes."Saya mohon, Bu. Ibu harus mau saya antar pulang. Kalau tidak--nanti saya bisa dipecat, Buk!" jawabnya penuh harap. Ia pun mengeluarkan kertas putih bermaterai lalu menyerahkannya kepadaku.Sebuah kertas perjanjian, disana tertulis 'jika Pak Karyo tidak berhasil mengantarkan aku ke rumah dengan selamat, Pak Karyo akan dipecat tanpa
Jantungku berdetak kencang, rasa bersalah dan takut seolah saling melengkapi. Tidak terbayang jika Anto mengetahui apa yang terjadi denganku kemarin."Sayang, ko' bengong?" tanya Anto dengan wajah penasaran."I … ini karena … " Aku menggantung ucapanku."Karena apa?""Ka-karena aku kerok dengan uang logam tadi sore sebelum kamu pulang. Kan tadi aku uda bilang, kalo aku gak enak badan. Kepala ku pusing, a-aku kira masuk angin. Makanya aku kerokin pakai uang logam," jawabku dengan perasaan was-was. Takut jika Anto tidak percaya dengan apa yang aku katakan."Sejak kapan kamu suka kerokan? Bukannya kamu nggak bisa nahan sakit?" tanya Anto sedikit heran"I-iya! A-aku cuma nyoba aja, siapa tau kali ini nggak begitu sakit. Tapi ternyata sama aja kaya dulu, sakit!" jawabku.Raut wajah Anto masih menyimpan ras