Wajahnya semakin mendekat, bibirnya seolah akan mendarat di bibirku. Keringat dingin di tubuhku semakin bercucuran padahal semua ruangan di rumah ini terpasang AC.
Bibirnya dengan bibirku hanya berjarak beberapa mili saja.
"Brakkk..." Bunyi benda terjatuh yang sangat keras. Gery yang akan menciumku terperanjat kaget.
Dengan marahnya Gery berteriak memanggil nama seseorang yang dia sebut 'Bi ijah'
"Bi Ijah! Bi Ijah! Bi Ijah…," Teriak Gery dengan nada emosi dan marah.
'Siapa yang Gery sebut Bi Ijah itu?' Fikirku penasaran. Tak selang lama keluarlah seorang wanita paruh baya mengenakan daster berwarna hijau.
"Maaf Den.. aden manggil bibi?" ucap wanita paruh baya itu pada Gery.
"Bunyi apa barusan? Kenapa keras sekali bunyi nya?" tanya Gery dengan nada tinggi.
Gery memang tidak pernah berubah,sikapnya masih sama seperti dulu. Kasar pemaksa dan gampang emosi.
"Ma-maf den! Barusan Bi Ijah mau angkat galon, tapi tangan bi Ijah terkilir, galon terlepas dari tangan bi Ijah dan terjatuh," jawab bi Ijah dengan ketakutan.
"Bisa kerja nggak, sih? Lain kali kalau kerja itu hati-hati! Jangan ceroboh jadi orang. Sudah sana pergi!" ucap Gery bertolak pinggang.
Sebelum Bi Ijah pergi aku pun memanggilnya.
"Bi! Kamarnya Ayu dimana, ya? Saya Tina temannya Ayu, tadi sudah janjian mau ketemu dan disuruh langsung masuk ke kamarnya" ucapku sedikit berbohong.
"Kamarnya ada di lantai dua Non! Kamar no tiga sebelah tangga," jawab Bi Ijah sambil menunjuk ke lantai dua
"Makasih, Bisa!" sahut ku. Lalu bergegas pergi menuju ke arah anak tangga.
Segera aku menjauh dari Gery, dengan tergesa kunaiki anak tangga yang sangat mewah dengan ukiran klasik khas Eropa ini. Berharap Gery tidak mengikuti ku.
Entah kenapa kepalaku terasa berat dan pusing, aku pun berhenti sejenak di pertengahan tangga, perutku sangat sakit dibarengi sensasi mual yg begitu hebat Membuatku ingin muntah.
Terdengar suara langkah kaki yang menaiki anak tangga. "Ya tuhan jangan-jangan itu Gery yang menghampiriku" gumamku dalam hati ketakutan.
"Mamy Na!" terdengar suara Bagas yang memanggilku dari belakang.
Ahh..ternyata itu Bagas yang berjalan ke arahku. Syukurlah aku jadi lega.
"Bagas dimana Bunda?" tanyaku kepada Bagas.
"Ayo Mamy Na, Bagas antar ke kamar Bunda!" ucap Bagas sambil menuntun tanganku yang berkeringat.
Kami pun sampai di depan pintu kamar Ayu, terdengar suara tangisan dari luar kamar yang terkunci itu.
"Yu! ... ini aku, Tina! buka pintunya!" ucapku sambil mengetuk pintu kamar Ayu.
Tak perlu nunggu lama Ayu pun membuka pintu kamarnya. Aku dan Bagas pun segera masuk.
"Tin ... Aku uda gak kuat dengan ulah Gery!" ucap Ayu menangis sambil memegang handphone nya.
"Dia memukul kamu lagi, Yu?" tanyaku penasaran. Ayu menggelengkan kepala dan menyodorkan hp nya kepadaku.
"Kamu lihat ini, Tin!" Ayu menunjukan sebuah video dan beberapa foto Gery yang sedang berhubungan badan bersama wanita lain. Aku pun terkejut melihatnya.
"Ini sudah sangat keterlaluan, Yu! Kalau seperti ini kamu gak bisa diem aja" ucapku yang geram melihat video panas Gery dengan wanita simpanannya.
"Lebih baik kamu bercerai dengan Gery! Daripada kamu tersiksa batin begini. Inget, Yu 'kamu masih muda. Kamu masih bisa cari suami yang jauh lebih baik dari Gery"
"Tapi aku gak bisa, Tin! itu gak mungkin terjadi" ucap Ayu sambil memalingkan wajahnya
Entah apa yang ada dipikiran Ayu saat itu, dia begitu kekeh ingin mempertahankan Gery yang jelas-jelas bermain serong dengan wanita lain.
"Aku butuh kamu Tin, mulai besok kamu harus memata-matai Gery. Kemarin kamu sudah janji,kan 'mau bantuin aku?" ucap Ayu seolah menagih janjiku untuk membantunya.
Aku hanya terpaku dan tak bisa menjawab. Apa bisa aku memata-matai Gery? Bertatap muka saja jantungku rasanya mau copot. gumamku dalam hati.
"Tapi, Yu--!" Belum selesai aku berbicara Ayu sudah memotong omonganku.
"Besok pagi jam 10 aku jemput kamu. Aku antar kamu ke kantor Gery! Kebetulan besok sebagian karyawan Gery pergi liburan ke Jogja. Mereka dapat jatah liburan akhir tahun dari kantor, jadi kantor tidak begitu ramai, kamu bisa leluasa disana karena tidak banyak karyawan yang akan memperhatikanmu , kita susun strategi dari sekarang," jelas Ayu panjang lebar.
"Gimana, Tin? Kamu setuju kan?" tanya Ayu kepadaku dengan semangatnya.
Penjelasan Ayu yang panjang lebar membuatku sulit untuk menolak.
"Kamu yakin cara ini akan berhasil?" tanyaku meyakinkan Ayu Berharap Ayu akan mengurungkan niatnya.
"Yakin! Aku sangat yakin ini akan berhasil. Yang penting kita bekerja sama," sahutnya antusias.
Aku menghela nafas panjang "Ya sudah kalo kamu yakin, aku akan bantu kamu!" dengan terpaksa aku pun mengiyakan permintaannya.
Mendengar jawabanku Ayu pun tersenyum lega, kami berdua pun akhirnya menyusun strategi untuk Gery. Sampai-sampai kami tak sadar jika Bagas sudah tertidur di kasur empuk milik Bundanya.
Setelah semuanya selesai dan memastikan Ayu sudah tidak sedih lagi aku pun pamit untuk pulang.
☆☆☆☆☆☆☆
Keesokan harinya
Hari ini Anto akan berangkat kerja lebih awal. Seperti biasa, setiap hari rabu ia harus kerja full time dari pagi sampai larut malam.
"Aku berangkat dulu ya sayang! Ingat hati-hati di rumah. Jangan ceroboh kalo kamu masih ngantuk tidur lagi" ucap Anto sambil mencubit pipiku.
"Siap bosss! Kamu juga, hati-hati kerjanya! Jangan lupa bekalnya dimakan," ucapku sambil memeluknya.
Anto pun berangkat ke kantor setelah mengecup keningku.
☆☆☆☆☆☆
Hari ini aku janji akan mulai memata-matai Gery. Walaupun dengan berat hati dan terpaksa, tapi aku harus tetap melakukan ini.
Segera aku bergegas untuk bersiap diri.
Aku memakai mini dress berwarna hitam kesukaanku. Entah kenapa dari gadis aku senang sekali memakai dress atau rok. Hampir semua koleksi bajuku hanya dress dan rok saja, sangat jarang aku memakai celana jeans. Aku memang berbanding terbalik dengan Ayu yang sangat suka memakai celana jeans dan kaos oblong.
Selesai berdandan Ayu pun datang. Kami berdua segera pergi ke kantor Gery yang jaraknya sekitar satu jam dari rumahku.
Di sepanjang jalan aku hanya terdiam memikirkan apa yang harus aku lakukan di kantor Gery, pikiranku benar benar kacau.
"Tin kamu uda siap kan? Ingat lakukan sesuai strategi yang uda kita bicarakan kemarin itu" ucap Ayu yang selalu meyakinkan Ayu. Aku hanya mengangguk dan sedikit tersenyum.
"Tenang saja, Tin! Aku nggak bakal cemburu kok. Jadi, aku harap kamu totalitas, ya! jangan setengah-setengah. Aku ingin misi ini berhasil! Aku kenal kamu dari kelas 1 SMA, Tin! Dari dulu kamu selalu jadi primadona di kelas, bahkan kamu selalu jadi incaran para kakak kelas.
Makanya aku yakin kamu pasti bisa melakukan ini" ucap Ayu seolah melupakan skandal ku dan Gery dulu.
Hari ini aku sudah boleh pulang, Gery mengantarku ke rumah, karena Papa ada urusan bisnis yang tidak bisa ditinggal. “Makasih ya, Ger! kamu sudah mau mengantar kami sampai rumah!” ucapku pada Gery yang sedang sibuk menurunkan barang-barangku dari bagasi mobilnya. Mama menyuruh Gery masuk, dan mengajaknya untuk makan siang bersama. Sepertinya Gery dan Mama mulai akrab semenjak Gery menemani kami di rumah sakit. Selesai makan aku menemani Vino yang tertidur di dalam box bayi. “Tin, kamu disini?” ucap Gery menghampiriku. “Ger! sudah selesai makannya?” “Sudah, enak banget masakan asisten kamu!” “Syukurlah kalau kamu suka, Ger! oh ya Ger, makasih ya, kamu sudah mau nemenin aku selama dirumah sakit!” “Santai aja kali, Tin! Justru aku yang berterimakasi
Aku mulai mempersiapkan semua barang-barang yang akan kubawa, disana aku akan memulai semuanya dari awal. Membuka lembaran baru dan melupakan masa lalu. Hari ini aku akan bertemu dengan Reo untuk perpisahan. Dia pasti sudah menungguku di bawah, aku harus segera menemuinya. “Hai, Re! Maaf lama menunggu!” sapaku pada Reo yang sudah menunggu di taman belakang rumahku. “Gak ko, Tin! Santai saja. Aku tau kamu pasti repot, kan?” jawab Reo datar. “Re! Makasih ya, selama ini kamu uda banyak membantuku, kalau gak ada kamu, aku gak tau gimana nasibnya hidupku ini!” “Ngomong apa sih, Tin! Santai aja kali. Oh ya Tin, kamu tau gak berita baru tentang Ayu dan Anto?”
Dengan langkah gontai Anto pun terpaksa pergi dari sini, dia pergi bersama gundiknya. Terlihat penyesalan yang teramat dalam dari wajahnya. Namun, itu tidak akan merubah keputusanku. Sakit? Tentu! Ini benar-benar menyakitkan. Rumah tangga yang kubangun dengan penuh cinta kini hancur begitu saja karena kehadiran orang ketiga. Seandainya kamu tau, saat ini ada anakmu di dalam rahimku, aku yakin kamu pasti tidak akan mau bercerai denganku. Tapi itu tak mungkin terjadi. Karena kamu harus bertanggung jawab dengan anak yang ada di rahim Ayu. Ayu pergi dengan tatapan sinis, raut kebencian terlihat jelas di wajahnya. Begitu juga dengan Gery dan keluarganya, mereka pun berpamitan untuk pulang. Aku lelah, benar-benar lelah, aku ingin segera istirahat. **** Malam semakin larut, semua tamu undangan sudah pulang, begitu juga dengan Reo dan Beca, mereka berdua p
Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul tujuh malam, aku harus segera turun ke bawah, kudorong tubuh Anto agar aku bisa terlepas darinya, dia benar-benar nafsu malam ini. “Uda sayang! Kita harus segera turun!” ucapku mengurai pelukan Anto. “Hmm, kalau malam ini bukan acara pesta ultahmu, aku mau kita bercinta malam ini! Kamu terlihat sempurna,” ucap Anto sambil membersihkan lipstik yang belepotan di bibirku. Aku segera merapikan penampilanku di depan cermin, dan memilih untuk tidak menanggapi ucapan Anto. Kami pun segera keluar dari kamar dan turun ke bawah untuk menemui para tamu undangan. Semua orang dirumah ini sudah bersiap, Mama sudah terlihat cantik mengenakan baju couple dengan Papa,
Pagi hari>>>> Sebelum semua orang dirumah ini bangun, aku sudah terlebih dulu bangun, aku bergegas mandi dan sarapan sepotong roti gandum dengan selai stroberi. Aku juga telah mengirim pesan pada Gery agar menyuruh Ayu pulang, aku tidak ingin rencanaku gagal karena keberadaannya disini. “Selamat ulang tahun sayang!” ucap Mama yang baru turun dari kamar, ia memeluk dan menciumku, lalu menyodorkan sebuah paper bag berisi ponsel keluaran terbaru. “Makasih, Ma!” jawabku lalu mempererat pelukanku. Tak lama kemudian, Papa dan Alika turun membawa kue tart kecil di tangannya. “Selamat ulang tahun, Kak Tina!” ucap Alika memelukku.
“Lepasin, Ger! jangan macem-macem, jangan cari-cari kesempatan!” ucapku langsung menarik tangan yang sedang di sentuh Gery.Beberapa kali ponsel Gery berdering. Namun, Gery tidak menghiraukannya, dia pun tidak menjawab saat aku tanya panggilan itu dari siapa, dia terkesan acuh dan tak peduli.Hari semakin sore, aku harus segera pulang ke rumah Mama. Aku harus segera menyiapkan segala sesuatunya untuk acara besok malam.“Ger! aku pamit pulang dulu!” ucapku berpamitan pada Gery.“Biar aku antar kamu, Tin!” jawab Gery sambil beranjak dari kursinya dan berdiri tepat disampingku.“Gak usah, Ger! aku gak
Benar saja dugaanku, Ayu lah yang mencuri CCTV itu, ternyata dia bersekongkol dengan satpam dan pembantu di rumah Gery. Gery harus tau semua ini, aku harus segera memberi tahunya, jangan sampai Ayu berhasil menyebar video CCTV itu ke media social.“Tin! Ko malah main HP? Cepat habiskan makannya! kita harus segera ke dealer, Papa gak enak sama Om Surya jika sampai telat,” tegur Papa padaku yang sedang sibuk membaca setiap chat yang dikirim Ayu pada seseorang.“I-iya, Pah! ini uda hampir habis, ko!” jawabku sambil memasukan sushi ke dalam mulut.Selesai makan kita pun bergegas pergi ke dealer Om Surya untuk mengecek mobil baru yang akan aku beli. Anggap saja ini sebagai hadiah dari Papa untuk menyambut calon cucu yang ada di dalam peru
Ayu berlari menghampiri Papa, dia memeluk Papa lalu bersembunyi di belakang Papa seolah ketakutan dan meminta perlindungan. "Sial! Melihat Ayu terus menangis pasti Papa akan salah paham padaku." "Kamu kenapa sih, Tin? Ko' sampai nampar Ayu? Papa gak pernah ngajarin kamu untuk kasar sama orang lain! Apalagi sama sahabat sendiri!" bentak Papa padaku. "Jangan salah paham, Pah! Ini tidak seperti yang Papa liat, Tina bisa jelasin semuanya!" ucapku membela diri. "Aduh Pah, sakit Pah!" Teriak Ayu meringis memegangi pipinya. Aku yakin dia pasti hanya pura-pura kesakitan agar Papa bisa semakin iba padanya. Papa menelpon sekretarisnya dan menyuruhnya untuk membawakan alat kompres dan kotak P3K. Sepertinya Papa benar-benar khawatir dengan Ayu yang terus meringis kesakitan. &n
“Ya tuhan, Ger! Terus apa yang harus kita lakukan?” “Aku juga bingung, Tin! Tapi kamu jangan khawatir, aku sudah suruh orang untuk mencari siapa pencuri rekaman CCTV itu!” jawab Gery berusaha menenangkanku. Aku benar-benar tidak habis pikir, kenapa ini bisa terjadi disaat aku akan membongkar semua kejahatan si Ayu, gak bisa aku bayangkan bagaimana jika Papa dan Mama melihat video CCTV itu? apa yang harus aku katakan pada mereka? Walaupun pada akhirnya mereka akan tahu bahwa Ayu lah yang menjebak aku saat itu. Tapi—perusahaan mereka bisa hancur jika video itu tersebar di media. Bisnis yang suda Papa bangun dari nol bisa bangkrut. Dan Anto, dia pasti akan menjadikan video itu alasan sebagai pembelaannya nanti saat aku bongkar semua tentang perselingkuhannya dengan Ayu. Ya tuhan, aku benar-benar bingung harus berbuat apa?