“Sah!”
Tamu undangan berseru dengan kompak, mengesahkan pernikahan yang sangat menarik perhatian khlayak umum tersebut. Pernikahan mana lagi jika bukan pernikahan Kaivan Prayata Mahaswara, seorang pengusaha muda yang tampan, yang telah dinobatkan sebagai salah satu orang muda terkaya di Asia. Selain itu, Kaivan juga dikenal sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga konglomerat yang kabarnya masih memiliki keturunan kebangsawanan. Kaivan sendiri adalah putra dari Rama Gavriel Mahaswara yang berdarah Jawa kental, lalu menikah dengan seorang perempuan berdarah asing, bernama Helga Magd yang sudah mengantongi kewarganegaraan Indonesia.
Benar, hal tersebutlah yang membuat sosok Kaivan menjadi lebih menawan. Ia memiliki darah campuran, Jawa dan Jerman yang membuatnya memiliki pesona yang lain daripada yang lain. Tubuh tinggi dan tegap, wajah yang rupawan, hingga pembawaan dingin yang penuh ketenangan, adalah gen yang diturunkan oleh kedua orang tuanya yang juga dikenal sebagai pasangan romantis yang kaya raya. Latar belakang yang hebat, membuat sosok Kaivan menarik perhatian yang luar biasa. Hingga pernikahannya pun menjadi bahan pembicaraan hangat bagi orang-orang di sekitar.
Pernikahan Kaivan jelas mengejutkan bagi banyak orang, termasuk bagi kedua orang tuanya. Hal tersebut tentu saja disebabkan oleh Kaivan yang sebelumnya tidak pernah menjalin hubungan dengan perempuan mana pun, tiba-tiba memutuskan untuk menikah. Terlebih, hingga hari H pun, Kaivan tidak pernah mengungkapkan identitas istrinya. Seakan-akan ingin membuat kejutan bagi semua orang. Dan apa yang direncanakan oleh Kaivan memang sukses mengejutkan semua orang yang memiliki kesempatan berharga untuk menyaksikan pernikahan Kaivan dengan kekasihnya.
Tentu saja mengejutkan, karena ternyata kekasih yang selama ini Kaivan sembunyikan tak lain adalah Kirana Putri Gintari. Seorang desainer muda yang memang tengah naik daun. Selain itu, Kirana memang sangat cantik dan anggun. Pembawaannya sangat berkelas, bagi seseorang yang masih muda seperti dirinya. Hingga membuat semua orang berpikir, itulah alasan mengapa Kaivan menyembunyikan kekasihnya tersebut.
Helga yang sudah fasih berbicara bahasa Indonesia, terlihat tersenyum lembut dan berucap pada Kaivan yang tengah mencium tangannya, “Jika tau calon menantu Ibu secantik ini, Ibu pasti akan memaksamu untuk memperkenalkannya sejak awal.”
Sementara Kaivan yang mendengarnya pun terkekeh pelan. Raut wajah Kaivan yang biasanya selalu tenang bahkan terkesan sangat dingin, kini terlihat sangat berbeda. Ia terlihat begitu bahagia, hingga dirinya sama sekali tidak ragu menunjukkan senyuman yang jarang sekali terabadikan tersebut. “Bukankah kejutan ini sangat menyenangkan, Bu? Ibu menyukai istri Kaivan, bukan?” tanya Kaivan menanyakan pendapat sang ibu.
“Mana mungkin kami tidak menyukai menantu yang berhasil membuat putra kami yang dingin bertekuk lutut seperti ini,” jawab Rama mewakili sang istri.
Rama dan Helga menatap Kaivan dan menantu mereka dengan penuh kasih. Keduanya membisikan doa-doa tulus demi kebahagiaan pasangan muda yang baru saja berikrar untuk hidup semati itu. Lalu keduanya masing-masing mencium kening Kaivan dan sang istri sembari berbisik, “Doa terbaik kami untuk kebahagiaan kalian.”
Setelah sesi sungkem yang menguras emosi, pasangan pengantin diarahkan menuju pelaminan untuk melakukan sesi pemotretan setelah akad. Semuanya berjalan dengan lancar. Pasangan itu terlihat begitu serasi, dan membuat tamu undangan dimanjakan dengan visual yang menakjubkan tersebut. Hingga, sesi jumpa pers pun tiba. Keduanya diarahkan menuju area yang disediakan untuk melakukan jumpa pers. Begitu keduanya muncul di hadapan awak media, semua orang berebut untuk mengambil potret pasangan yang sangat menawan itu.
Namun, tampaknya hanya Kaivan yang tersenyum bahagia menyambut pernikahan tersebut. Sosok mempelai wanita yang berdiri di sisinya terlihat menampilkan ekspresi yang sulit diartikan, hingga membuat beberapa orang yang melihatnya mulai bertanya-tanya. Untungnya, Kaivan menyadari hal tersebut tepat waktu. Ia segera merangkul pinggang ramping istrinya dengan erat lalu sedikit menunduk untuk berbisik, “Tersenyumlah, Kirana. Istriku.”
***
Kirana diam-diam kembali menenggak wine putih yang meninggalkan jejak pahit dan manis pada lidahnya. Kirana tahu jika itu adalah minuman haram yang tidak seharusnya ia minum. Selain dilarang karena alasan kesehatan, ia juga tahu bahwa batas toleransi dirinya pada minuman beralkohol sangat rendah. Meskipun Kirana memang pada dasarnya tidak minum alkhol, tetapi dulu Kirana pernah mencobanya saat dirinya kuliah. Kenakalan mahasiswa yang tidak pernah Kirana ulangi lagi setelah menginjak usia dewasa.
Hanya saja, untuk kali ini ia ingin membuat dirinya sedikit kehilangan kesadaran. Karena hari ini rasanya benar-benar sangat tidak masuk akal bagi Kirana. Bagaimana bisa masuk akal, jika saat ini dirinya sudah berstatus sebagai seorang istri dari Kaivan, klien yang sebelumnya memesan pakaian pada dirinya. Ini benar-benar gila, rasanya sangat tidak masuk akal bagi Kirana. Karena ternyata kisah yang hanya ia dengar dari teman-teman dan mungkin hanya ia lihat di layar televisi sebagai sandiwara semata, ternyata benar-benar terjadi di dunia nyata.
Seorang pengantin melarikan diri di hari pernikahannya dan posisinya terpaksa digantikan oleh orang asing. Dan kini, Kirana yang berada di posisi orang asing tersebut. Orang asing yang terpaksa harus menggantikan posisi mempelai wanita yang lari di hari pernikahannya. Sungguh gila. Dalam mimpi terburuknya pun, Kirana belum pernah mengalami hal ini. Bagaimana mungkin Kirana tidak merasa tertekan?
Kirana bertanya-tanya, mengapa dirinya harus bernasib seperti ini. Hal yang paling tidak masuk akal bagi Kirana adalah, kehadirannya sebagai pengantin pengganti ternyata diterima dengan sangat baik oleh semua orang termasuk kedua orang tua Kaivan. Untuk orang lain, mungkin Kirana bisa mengerti karena identitas sosok kekasih Kaivan tidak pernah terungkap. Namun, kenapa kedua orang Kaivan tidak terlihat kaget saat melihat bahwa calon menantu mereka berubah? Ternyata, Kirana baru tahu bahwa ternyata sejak awal pun, Kaivan memang tidak pernah memperkenalkan kekasihnya pada siapa pun. Ia hanya menyebut inisial namanya, yang sama dengan nama Kirana. K.
Latar belakang yang sempurna hingga Kirana bisa menyusup dan menggantikan sosok pengantin wanita yang sudah melarikan diri sejak semalam. “Ugh, pusing,” ucap Kirana sembari mengurut pelipisnya guna mengurangi rasa pusingnya.
Kirana yang sebenarnya bintang di acara pesta resepsi malam itu, memilih untuk menghabiskan waktu sendiri, di sudut taman dengan minumannya. Kirana tidak mau menunjukkan sosoknya yang sebenarnya sangat memukau sebagai seorang pengantin baru. Ia tentu saja tidak merasa nyaman untuk berada di tengah-tengah pesta yang sebanarnya bukanlah tempatnya. Kirana mengulurkan tangannya kembali untuk meraih gelas minumannya, tetapi gelas itu sudah lebih dulu dijauhkan dari jangkaunnya. Kirana menatap orang yang sudah melakukan hal itu, dan bertanya dengan nada sarkasme, “Ah, apa istrimu ini tidak boleh minum?”
Benar, sosok itu tak lain adalah Kaivan. Ia membuang minuman itu begitu saja sebelum duduk di hdapan Kirana dan berkata, “Kau sudah mabuk.”
Kirana yang mendengar ucapan itu terlihat begitu kesal. “Kau memang pantas ditinggalkan oleh calon istrimu!” seru Kirana penuh kebencian.
Untungnya, lokasi mereka berada jauh dari tempat pesta. Hingga tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka sama sekali. Atau lebih tepatnya makian yang dilontakan oleh Kirana pada Kaivan. Makian penuh kemarahan dan kebencian terhadap pria itu. Mabuk sepertinya adalah keputusan yang tepat bagi Kirana untuk meluapkan semua kemarahannya tersebut.
Kemarahan Kirana bukannya tanpa alasan. Sebenarnya, Kirana menikah dengan Kaivan, bukannya karena keinginannya sendiri. Ia jelas tidak ingin menjadi istri dari Kaivan yang tak lebih dari kliennya itu. Namun, Kirana tidak bisa menolak, karena Kaivan mengancam akan menghancurkan karirnya. Kaivan akan menyebarkan sebuah romor mengenai butiknya, yang tentu saja akan dengan mudah menghancurkan karir dari Kirana. Rumor tersebut tentu saja akan berkaitan dengan rancangan pakaian Kirana yang memiliki hubungan dengan batalnya pernikahan Kaivan.
Di Indonesia, masih banyak orang yang sangat mempercayai rumor, mitos, hingga hal-hal di luar nalar daripada hal yang realistis. Jadi, mudah bagi Kaivan untuk memanfaatkan hal tersebut untuk menghancurkan karir Kirana. Sebelunya, Kirana sendiri sudah mendengar kabar betapa berjiwa dinginnya Kaivan saat berhadapan dengan sesuatu yang tidak ia sukai. Bagi seorang Kaivan, bukan hal yang mustahil untuk menghancurkan karir Kirana dengan membuat Kirana kehilangan semua kliennya yang termakan rumor palsu.
Kirana yang tentu saja tidak mau kehilangan semua yang sudah susah payah ia bangun, pada akhirnya terpaksa untuk menjadi seorang pengantin penggati. “Kau bajingan! Pantas saja calon istrimu meninggalkanmu! Dia pasti tidak tahan harus hidup dengan seseorang yang egois dan memaksakan kehendaknya sepertimu! Kau seharusnya hidup sendirian saja jangan bermimpi untuk hidup orang lain, jika kau hanya mementingkan perasaanmu saja!” maki Kirana sembari menunjuk-nunjuk Kaivan dengan penuh kemarahan.
Kirana bangkit dari kursinya, dan berjalan sempoyongan sebelum meraih kerah kemeja Kaivan yang juga terlihat sangat menawan dengan setelan yang dibuat khusus oleh Kirana sebelumnya. “Kau harus bertanggung jawab! Bagaimana bisa aku berakhir dalam pernikahan seperti ini?” rengek Kirana sembari menarik-narik kerah pakaian Kaivan dengan gejolak emosinya.
Kaivan pada awalnya membiarkan Kirana begitu saja, tetapi setelah membiarkan Kirana meluapkan emosinya dalam beberapa saat, Kaivan pun mengulurkan kedua tangannya dan menarik Kirana untuk duduk di atas pangkuannya. Ia pun memeluk Kirana dengan penuh kelembutan sebelum berbisik, “Ya, aku akan bertanggung jawab, sesuai dengan keinginanmu. Untuk sekarang tidurlah.”
Mendengar bisikan yang penuh akan kelembutan tersebut, pada akhirnya Kirana yang semula masih meluap-luap, mulai tenang dan pada akhirnya tertidur di dalam pangkuan Kaivan. Lalu beberapa saat kemudian, seorang pria muncul dan berkata, “Tuan, semuanya sudah dipastikan beres. Saya bisa memastikan jika tidak akan ada masalah yang terjadi di masa depan nantinya.”
“Jangan terlalu percaya diri, Joan. Tetap waspada, karena siapa pun bisa datang dan menghancurkan rencana yang kita anggap sebagai rencana yang sempurna,” ucap Kaivan sebelum menatap wajah Kirana dan mengulas sebuah senyuman tipis.
“Selamat malam, istriku,” gumam Kaivan sebelum mencium puncak hidung Kirana.
“Bunda mau minum? Kakak ambilkan ya,” ucap Sultan lalu turun dari ranjang dan berlari dengan cepat meninggalkan kamar utama.Setelah tahu jika Kirana hamil, Sultan memang segera mengubah panggilan dirinya menjadi kakak. Ia terlihat bertindak lebih dewasa, seakan-akan ingin menunjukan bahwa dirinya memang sudah siap menjadi seorang kakak. Selama hampir delapan bulan ini, Sultan memang selalu berada di sisi Kirana, dan membantu Kirana di segala hal. Entah itu menemani Kirana berjalan-jalan, hingga mengambilkan barang ini itu, seperti saat ini. Sultan tengah mengambilkan air minum yang memang habis di dalam kamar utama.Kaivan yang melihat hal itu tersenyum. Ia menunduk dan mencium perut buncit Kirana sembari berbisik, “Putri cantik, sepertinya kau akan memiliki seorang kakak yang sangat menyayangimu, dan akan menjagamu dengan sangat baik.”Benar, sudah dipastikan jika janin di dalam kandungan Kirana tak lain adalah adik perempuan yang didambakan oleh Sultan. Hal inilah yang membuat Sult
“Menjauh!” seru Kirana pada Kaivan.Sultan yang mendengar hal itu segera menjaga bundanya dan meminta Kaivan menjaga jarak. “Ayah, jangan nakal! Adik dan Bunda tidak mau dekat-dekat dengan Ayah. Jadi, Ayah tidak boleh mendekat,” ucap Sultan membuat Kaivan sangat jengkel dibuatnya.Kini, Sultan benar-benar memiliki cara untuk menjauhkan Kirana dengannya. Padahal, saat ini adalah hal yang sangat penting. Kaivan harus tetap berada di sekitar Kirana, takut-takut jika istrinya itu memiliki keinginan di kehamilan mudanya. Tentu saja Kaivan tidak mungkin membiarkan Kirana ngidamnya tidak terpenuhi. Kaivan tidak mau sampai putrinya yang cantik harus ngiler nantinya. Kaivan tentu saja tidak akan tega.“Rara,” ucap Kaivan setengah memohon.Namun, Kirana sama sekali tidak mau mendengar perkataan Kaivan. Entah kenapa, Kirana memang tidak mau berdekatan dengan Kaivan setelah kehamilannya mencapai empat bulan. Rasanya, melihat wajahnya saja sudah membuat Kirana kesal bukan main. Benar-benar menyeba
Sudah enam bulan lamanya Sultan tidur sendiri tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. Semakin hari, Sultan memang berusaha untuk bertindak dewasa. Sultan secara terang-terangan berkata jika dirinya tengah bersiap untuk menjadi seorang kakak. Sultan yang biasanya selalu mendapatkan mainan baru seminggu sekali dari kakek dan nenek, atau kedua orangtuanya, memilih untuk meminta uang jajan sebagai gantinya.Saat ditanya mengapa Sultan melakukan hal tersebut, ternyata Sultan menjawab jika dirinya harus menabung untuk membelikan jajan dan mainan yang bagus untuk adiknya. Mendengar hal itu, Kaivan dan Kirana merasa begitu tersentuh. Keduanya bisa merasakan betapa besarnya kasih sayang yang dimiliki oleh Sultan pada adik yang bahkan belum ia miliki. Benar, belum dimiliki. Karena sampai sekarang pun, Kirana belum dinyatakan hamil. Jujur saja, hal itu sudah membuat Kirana agak tertekan.Namun, sebisa mungkin Kirana bersikap biasa di hadapan putra dan suaminya. Saat ini saja, Kirana tengah menem
Kirana merasa tubuhnya pegal bukan main. Hal tersebut membuat dirinya enggan untuk membuka mata. Nanti Kirana perlu memberikan pelajaran pada Kaivan. Gara-gara dirinya, Kirana merasa begitu pegal seperti ini. Kaivan terlalu bersemangat tadi malam, hingga tidak mendengar perkataan Kirana sama sekali.Rasanya, ia ingin melanjutkan acara tidurnya. Namun, Kirana tahu jika ini saatnya ia bangun. Ia harus menyiapkan sarapan untuk sultan. Karena putra tampannya itu, sama sekali tidak mau makan masakan orang lain. Sama seperti Kaivan. Karena alasan itu, Kirana harus memasak makanan untuk kedua jagoannya.Saat Kirana membuka matanya, Kirana terkejut karena ternyata waktu sudah sangat siang. Ia hampir melompat dari ranjangnya karena teringat bahwa putranya belum makan. Namun, hal itu urung ketika Kaivan masuk ke dalam kamar dan berkata, “Tidak perlu terburu-buru. Santai saja. Sultan pergi ke rumah Ibu dan Ayah. Dia berkata akan menginap di sana selama seminggu.”Kirana yang mendengar hal itu te
Lima tahun kemudian“Lepas!” ucap Kaivan memberikan perintah tegas pada putranya yang terlihat selayaknya versi mungil dari dirinya sendiri.Sultan yang mendengar perintah tersebut sama sekali tidak menoleh dan masih menggenggam tangan bundanya dengan begitu erat. Sementara Kaivan yang melihat tingkah tersebut benar-benar jengkel dibuat oleh tingkah putranya yang selalu saja mengganggu waktunya dengan sang istri. Sultan selalu saja memonopoli waktu kebersamaan keduanya. Karena itulah, setelah lima tahun berlalu, Sultan tidak seakan-akan tidak mau membiarkan kedua orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama. Alhasil, keinginan Kaivan untuk memiliki seorang putri diundur hingga lima tahun lamanya.Kaivan agak jengkel lalu berkata, “Hari adalah bagianku tidur denganmu. Seharusnya Sultan tidur di kamarnya sendiri.”Kirana mengurut pelipisnya karena Kaivan dan Sultan memang sangat tidak mau tidur bersama, tetapi sangat ingin tidur dengan Kirana. Karena itulah, Kaivan dan Sultan berbagi h
Setelah apa yang terjadi di kediaman Wirasana, Kirana dan Kaivan bisa menjalani kehidupan mereka dengan leluasa tanpa beban apa pun. Hubungan mereka menjadi lebih baik karena baik Kirana maupun Kaivan berkomitmen untuk saling terbuka serta saling percaya. Keduanya sudah terlihat selayaknya pasangan suami istri yang saling mencintai, dan menikah karena dasar cinta yang mendalam. Cinta pertama yang biasanya berakhir menyedihkan, ternyata berhasil mempertemukan keduanya kembali dan mengikat mereka dalam sebuah hubungan yang penuh kasih.Kirana yang sebelumnya terikat akan masa lalu yang menyedihkan dengan keluarga besar ayahnya, kini sudah tidak lagi peduli dengan mereka. Beban besar yang selama ini membuat Kirana sesak, sudah tidak lagi terasa. Ia bisa mengunjungi pusara mendiang ayahnya dan ibunya dengan leluasa, hal itu membuat Kirana merasa sedikit banyak merasa lega. Kini, Kirana hanya perlu melangkah maju tanpa menoleh dan kembali mengingat luka yang ia dapat di masa lalu.Sejak te