Share

Perjanjian

“Kau menolak? Apa kau yakin?” tanya Jingga meyakinkan Langit.

"Kalau hanya kehidupan yang layak, itu tidak penting bagiku. Aku bekerja sebagai pemulung pun bisa memberikan kehidupan yang layak buat aku, ibuku dan adik-adikku. Karena standar layak buat setiap orang itu berbeda. Dan aku tidak mau itu!" jawab Langit.

Padahal sebenarnya dalam hatinya sudah sangat tergiur dengan uang 2 miliar, namun Langit punya harga diri dan juga berpikir dengan logika. Uang dengan jumlah segitu memang terdengar banyak, tapi apa yang bisa mereka lakukan setelah uangnya habis? Sedangkan tanggungannya tidaklah sedikit, ada lima orang yang bergantung masa depan kepadanya. Menjadi gelandangan?

“Jadi, apa yang kau inginkan? Tambahan uang?” tanya Jingga lagi mencoba untuk bernegosiasi dengan Langit. Dan Jingga yakin kalau dia pasti akan mendapatkan Langit.

“Berikan aku 5% saham di Fargo Group!” jawab Langit setelah terdiam beberapa saat.

“Hahaha.”

Alih-alih marah, Jingga malah tertawa mendengar apa yang diminta oleh Langit. Yang dia lihat saat ini adalah seekor lalat busuk sedang mencoba mencuri keju. Itu sangat mustahil.

"Dasar sampah! Kau mau memerasku?" tanya Jingga.

"Aku tidak memeras, aku hanya mau bayaran yang sesuai. Bukankah aku harus menjadi suami kamu? Anggap saja aku menjual diriku di sini, jadi ada harga yang harus kau bayarkan!" jawab Langit dengan tegas.

Bagi Langit saat ini adalah dia harus mendapatkan keuntungan yang lebih, karena dia harus menikahi perempuan yang jauh lebih tua darinya dan juga dia harus menjadi pengasuh anaknya tanpa bayaran. Langit juga harus memikirkan tentang masa depan adik-adiknya. Sepadan jika memiliki saham dengan waktu yang nanti akan dia habiskan dibawah kungkungan Jingga.

"Kau benar-benar tidak malu dan tidak tahu diri! Seharusnya kau berterima kasih karena sudah aku bebaskan, coba kalau tidak? Saat ini kau masih meringkuk dibalik jeruji besi menahan dinginnya lantai tanpa alas!" teriak Jingga marah. Jingga akhirnya terpancing emosinya saat Langit tetap bersikukuh dengan keputusannya.

Jingga tersenyum kecut, dia salah menduga tentang Langit. Dia pikir Langit adalah anjing penurut.

“Dasar tidak berguna!” kesal Jingga.

“Berikan saja pekerjaan sebagai pengasuh, aku akan menjaga Biru dengan baik,” ujar Langit akhirnya. Dan Langit pikir, dia harus mendapatkan pekerjaan itu. Karena ibu dan adik-adiknya butuh makan.

“Jangan berharap!” jawab Jingga ketus.

“Baiklah aku permisi!” ucap Langit kemudian.

Langit merasa tidak ada yang perlu lagi mereka bahas sebab Langit tidak bisa menerima tawaran itu begitu saja, tanpa memikirkan nasib kehidupan mereka ke depannya. Dan juga Langit tidak tahu apakah Jingga memang serius atau ingin menjebaknya. Sebab, Langit tidak pernah mengenal Jingga sebelumnya.

Langit berjalan menuju pintu keluar dengan menghela nafas berat. Semuanya benar-benar menguras pikirannya.

“Tunggu!” panggil Jingga tiba-tiba setelah dia menerima sebuah pesan di ponselnya.

“Ada apa lagi? Bukankah semuanya sudah selesai? Biarkan aku pergi, aku akan mencari pekerjaan di tempat lain,” jawab Langit kesal.

Jingga mendekat kearah Langit dengan tangan yang bersedekap dada. “Aku setuju!”

Mata Langit terbelalak kaget mendengar jawaban yang diberikan oleh Jingga. Padahal tadi dia menolak dan menghina-hina Langit dengan suara yang tinggi. Sekarang dia setuju?

“Mengapa?” tanya Langit.

“Kau tidak perlu tau alasannya. Kita akan segera menikah, setelah itu aku akan memberikan semua yang kau inginkan. Tapi, bagaimana dengan Biru? Tugas utamamu adalah menjadi pengasuh Biru?” tanya Jingga.

“Jangan khawatirkan itu, aku hanya meminta saham bukan perusahaan dan bukan juga aku ingin bekerja di perusahaan. Aku hanya butuh masa depan untuk berjaga-jaga kalau suatu saat kau membuangku. Aku tetap akan menjadi pengasuh anakmu,” jawab Langit dengan percaya diri.

“Deal! Tapi, dengan satu syarat!” ujar Jingga tegas.

Langit hanya bisa menggelengkan kepalanya, wanita di depannya ini tidak berbicara secara langsung. Jingga tampak seperti sedang mengulur waktu.

“Apa?” tanya Langit dengan malas.

“Jangan sampai terjadi apapun kepada Biru, dan jangan pernah Biru lepas dari pengawasanmu!” jawab Jingga.

Langit mengangguk. Dan pada akhirnya Langit tidak ada pilihan lain, selain harus menerima tawaran Jingga. Ancaman Jingga tidak main-main. Dan dia yakin tidak akan ada pekerjaan yang lebih baik kedepannya, semua orang pasti akan memandang rendah seorang mantan narapidana. Meskipun mulutnya berbusa menjelaskan kalau dia tidak bersalah, orang tidak akan ada yang percaya.

Jingga meminta Langit untuk menunggu, dia akan membuatkan surat perjanjian untuk kesepakatan mereka. Bahkan hingga saat ini Langit belum melihat anak yang bernama Biru yang tujuan awalnya adalah menjadi pengasuh Biru, bahkan sekarang dia menyetujui menjadi pengasuh ibunya Biru.

“Entah ada apa dengan keluarga ini, mengapa nama mereka terdiri dari berbagai warna? Dan mengapa Jingga begitu memaksaku menjadi suaminya? Padahal dia seharusnya bisa mendapatkan orang yang lebih baik dariku? Dia juga membebaskanku, siapa dia sebenarnya?” tanya Langit bergumam dalam hatinya sambil memperhatikan sekeliling ruangan yang isinya serba mewah itu.

“Tandatangani ini!” ujar Jingga yang baru saja kembali ke ruangan itu sembari menyodorkan dua lembar kertas kepada Langit.

“Apa ini?” tanya Langit penasaran.

“Baca sendiri!” jawab Jingga dengan ketus.

Ternyata itu adalah surat perjanjian yang sudah dibuatkan oleh Jingga. Bahkan secepat itu Jingga menyiapkan semuanya, dan sepertinya memang itu sudah disiapkannya sebelum Langit datang.

Langit meraih kertas itu dan mulai membacanya, Langit membuatkan perjanjian terpisah antara perjanjian pernikahan dan tugas Langit sebagai pengasuh Biru dengan perjanjian pemberian saham.

Lembar pertama adalah surat perjanjian kontrak pernikahan dan tugas Langit sebagai pengasuh. Pernikahan mereka tidak terikat waktu, sampai Jingga merasa bosan dan setelah itu mereka akan bercerai. Dan hal yang sangat aneh ada salah satu point yang menyatakan mereka tidak harus melakukan hubungan badan. Ternyata Jingga hanya ingin status saja dalam pernikahan itu.

Dan lembar yang kedua adalah perjanjian atas pemberian saham Fargo Group 5% untuk Langit, dan jika mereka bercerai maka Langit wajib mengembalikannya. Membuat Langit tersenyum, karena ternyata Jingga tidak mau rugi. Tapi, bagi Langit itu sudah cukup. Selama pernikahan itu setidaknya dia harus membangun sebuah bisnis atas nama dirinya sendiri.

Tanpa pikir panjang Langit menandatangani surat tersebut, dia menyetujui semua yang ada. Toh ini semua itu tidak ada rugi bagi dirinya. Dan kalaupun mereka akan bercerai, setidaknya Langit memiliki modal.

Setelah Langit menandatangani perjanjian itu Jingga menyunggingkan senyumannya.

“Pernikahan ini akan dilaksanakan besok!” ujar Jingga saat kembali menerima lembaran yang sudah di tandatangani oleh Langit.

“Secepat itu?” tanya Langit heran.

“Lebih cepat lebih baik!” jawab Jingga yang kemudian menyalakan rokoknya kemudian menghembuskan asap rokoknya di depan muka Langit.

Langit hanya menghela nafas berat. Wanita yang berada di depannya itu sepertinya sudah tidak sabar dengan pernikahan mereka yang membuat Langit heran sebenarnya apa tujuan Jingga ingin menikah dengannya.

“Apa tidak bisa diundur?” tanya Langit yang merasa belum membicarakan semuanya kepada ibunya. Dia tahu ibunya pasti akan sangat terkejut dengan rencana pernikahan yang mendadak ini apalagi Langit akan menikah dengan perempuan yang kaya raya.

“Tidak bisa! Kita harus segera menikah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status