Share

3. Kebablasan

Happy Reading

*****

Sepertinya, suara keras Hanum menyadarkan sang lelaki untuk berhenti melakukan hal lebih jauh lagi. Arya mengerjapkan mata dan menggelengkan kepala ke kanan-kiri. Dia tersadar, tak akan mudah baginya mengajak Hanum untuk melakukan di luar batas.

"Kamu ngomong apa, Sayang?" tanya Aryan. Perkataan Hanum tadi benar-benar tidak masuk dalam otaknya.

"Kamar mandi di mana. Aku mau ganti baju. Pengen lihat bagaimana baju ini aku pakai, kan?"

"Oh," sahut lelaki yang beberapa saat lalu sudah tak sabar untuk melihat lekukan tubuh Hanum. "Tentu saja Mas ingin tahu bagaimana hasil kerja keras selama ini untuk merancang baju itu jika kamu pakai. Kamar mandi ada di sana."

Aryan menunjuk sebuah pintu di sebelah lukisan pemandangan pedesaan yang cukup besar. Memakai pakaian yang sempat terlepas, Hanum berjalan ke ruangan tersebut.

Kurang dari dua menit, Hanum keluar dari kamar mandi. Namun, wajah gadis itu tertekuk kesal.

"Kenapa?" tanya Aryan ketika mengetahui Hanum cemberut.

"Nggak bisa masang kancing bagian belakangnya." Si perempuan membalik badan, menampakkan bagian punggungnya yang terbuka.

Darah dan jantung Aryan rasanya mendidih melihat kulit mulus nan putih milik Hanum. Jakunnya naik turun berusaha menahan hasrat yang mulai bangkit kembali. Berjalan mendekat dan mencoba membantu sang gadis memasangkan kancing. Si bos mati-matian menahan gejolak terlarang itu.

Ketika telapak tangan Aryan bersentuhan dengan kulit kuning langsat milik Hanum. Dia sudah tidak bisa menguasai gejolak dalam dirinya.

Entah bagaimana dan siapa yang memulai, kedua insan berbeda jenis itu tidak tahu. Saat ini, mereka melupakan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh sepasang insan yang belum memiliki ikatan halal. Hanum terbuai dengan segala perlakuan dan sentuhan Aryan yang begitu lihai. Menyerahkan mahkota berharga satu-satunya yang dimiliki dengan sangat mudah.

Bekerja sangat ekstra karena hal itu adalah pengalaman Hanum yang pertama membuat Aryan terlelap setelah puncak kenikmatan diraih. Tengah terlelap di balik selimut setelah sesi penyatuan yang cukup lama dan melelahkan. Dering ponsel milik Aryan membuatnya membuka mata.

Ketika satu nama terlihat di layar, lelaki itu dengan cepat menyambar kemeja yang teronggok di lantai serta celana. Setelahnya, dia menggeser ikon telepon warna hijau ke atas dan keluar dari kamar.

"Kenapa telpon?" tanya Aryan sedikit keras.

"___"

"Jangan pernah berbohong. Jika sampai hal itu terjadi, aku tidak akan segan-segan membunuhmu." Aryan membuka sedikit pintu kamar tempatnya bertarung dengan Hanum tadi. Melongokkan kepala takut jika sang gadis terbangun mendengar suara kerasnya.

"____"

"Oke aku datang. Awas jika sampai semua perkataanmu bohong. Aku tidak akan membiarkan hidupmu tenang karena sudah menggangguku hari ini." Walau sudah masuk kamar kembali, tetapi Aryan masih saja mengeluarkan suara dengan keras dan penuh ancaman.

Suara keras Aryan ketika berbicara membuat Hanum membuka mata. Sang gadis memicingkan mata menatap lelaki yang baru saja bergelung bersamanya. Ketika akan turun dari ranjang, ada rasa perih di bagian bawah tubuhnya, tetapi dia tidak mempedulikan. Fokusnya kini ada pada lelaki di hadapannya yang terlihat begitu marah serta kecewa.

Hanum tidak pernah tahu dengan siapa lelaki itu berbicara. Menaikkan selimut untuk menutupi tubuh polosnya, si perempuan mencoba bangun dan mendekati Aryan.

"Apa ada masalah, Mas?" tanya Hanum yang berhasil turun dari ranjang dan berjalan tertatih mendekati lelaki itu.

Tidak seperti kisah-kisah yang sering dibaca dan ditonton Hanum pada novel serta drama-drama ketika sang lelaki sudah merenggut kehormatan gadisnya, mereka akan berbuat hal yang lebih romantis lagi. Sangat berbeda sekali dengan lelaki di hadapan Hanum saat ini. Aryan diam mematung melihat kondisinya. Lelaki itu bahkan tidak menggendong atau memperlakukan dengan manis seperti perlakuannya sebelum kejadian penyatuan. Hanum dibiarkan saja dengan rasa nyeri yang begitu tersiksa.

Lelaki itu bahkan tak menjawab pertanyaan Hanum. Aryan malah berbalik dan menuju kamar mandi. Namun, langkah lelaki itu terhenti ketika akan membuka pintu.

"Mau tetap tinggal di sini sampai aku datang atau pulang bareng sekarang juga? Aku tidak punya banyak waktu. Masih ada pekerjaan penting yang harus aku selesaikan. Jika ikut pulang sekarang, segeralah benahi dirimu," titah Aryan tanpa ekspresi ramah serta tatapan penuh cinta seperti sebelumnya.

Secepat itukah si lelaki berubah?

Di dalam hati, Hanum sedikit menyesal telah memberikan kehormatannya yang begitu berharga pada Aryan. Jika pada akhirnya dia diperlakukan begitu buruk setelahnya. Sesal di hati memang selalu datang terlambat.

"Mas, ada apa sebenarnya?" tanya Hanum masih penasaran dengan segala perubahan sikap Aryan.

"Jangan banyak tanya, Num. Aku tidak punya banyak waktu lagi." Aryan masuk dan membanting pintu dengan keras. Si perempuan sampai terjingkat kaget.

Ingin menangis, tetapi semua sudah terjadi. Hanum, hanya bisa berdoa semoga sikap Aryan sesungguhnya tidaklah seperti tadi. Dia berharap masalah yang dihadapi sang lelaki cepat selesai sehingga bisa melihat dan merasakan kasih sayang Aryan kembali.

Memungut pakaian yang berserakan, Hanum lekas memakainya kembali bahkan Aryan tak membiarkan dirinya untuk membersihkan tubuh. Lelaki itu segera mengajak pergi setelah keluar kamar mandi.

"Mas, ada apa? Jangan membuatku bingung," kata Hanum ketika mereka baru saja masuk mobil.

"Aku tidak suka perempuan cerewet. Jangan banyak tanya, duduk dan diamlah." Lagi-lagi suara Aryan cukup keras ketika berkata. Bahkan penyebutan dirinya saja sudah berubah.

Baru beberapa menit menjalankan kendaraan. Ponsel Aryan kembali berdering. Lelaki itu mengumpat keras ketika melihat nama yang tertera di layar.

"Jangan mengaturku. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Bodoh!" kata Aryan cukup keras.

"Kenapa dengan Mas Aryan. Mengapa sikapnya kasar sekali?" Semua itu, hanya Hanum suarakan dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status