Share

4. Penyesalan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-17 08:27:38

Happy Reading

*****

Seminggu berlalu sejak kejadian di villa. Hanum belum mendapat kabar sama sekali dari Aryan. Sosok lelaki itu seperti menghilang ditelan bumi. Berpuluh-puluh chat serta panggilan telah dilakukan oleh si gadis. Namun, tak satu pun yang dijawab atau dibaca oleh sang pujaan.

Mengaduk jus alpukat yang baru saja dipesannya, bayangan penyatuan mereka di hari itu terlintas begitu saja. Hanum merasa kotor dan tidak berguna sama sekali. Semua janji yang diucapkan ketika akan merantau ke pulau ini pada ibunya lenyap sudah. Gadis itu kehilangan satu-satunya hal yang sangat berharga dalam hidup. Menyesal, sungguh dia sangat menyesal.

Berdiam diri di kantin membuat Hanum mendengar beberapa bisik-bisik negatif tentang dirinya lagi. Semua orang telah tahu bagaimana hubungannya dengan Aryan apalagi seminggu yang lalu secara terang-terangan lelaki itu menggandeng tangannya mesra.

"Ih, ternyata begitu triknya. Pantas saja dia menjadi model kesayangan garment padahal muka sama body sama sekali tidak mendukung," kata salah satu dari mereka.

Cukup pelan perkataannya, tetapi karena jarak duduk yang berdekatan membuat Hanum mendengar bisik-bisik itu.

"Ya kali tidak menyodorkan tubuh bisa dapat job yang banyak kayak gitu," tambah yang lain.

"Kita yang lebih lama dari dia sebagai model saja kalah. Job kita cuma segitu-gitu saja. Lha, dia baru juga beberapa bulan sudah banyak job-nya. Didekati Pak Aryan lagi," sambung yang lain.

Sesak dan panas rasanya mendengar berita tidak benar tentang hal itu. Apakah mereka tak mengetahui bahwa jalan Hanum sangatlah terjal. Tidak semulus yang mereka lihat sekarang ini.

Pernahkah mereka tahu bahwa dia sempat terancam PHK karena gonjang-ganjing di perusahaan yang terancam bangkrut serta tingkat produktivitas para pekerja semakin menurun. Belum lagi masalah lain yang berkaitan dengan tamu serta pelanggan-pelanggan garment.

Hanum sudah melalui masa sulit itu bahkan sebelum menjadi model, dia juga ikut training. Sungguh, jika sekarang dia berhasil semua berkat usahanya yang tak kenal lelah. Hanum mengusap air mat yang perlahan meleleh tanpa disadari.

"Jangan dengarkan ucapan mereka. Kamu yang paling tahu bagaimana perjuangan untuk meraih hal besar seperti sekarang." Seorang lelaki berperawakan tinggi dengan badan dempak duduk di sebelah Hanum.

Lelaki itu adalah Dirga. Seorang kepala bagian produksi yang telah memberikan kepercayaan serta semangat bahwa Hanum bisa menjadi model untuk perusahaan mereka. Lelaki itu pulalah yang mendorong Hanum untuk tetap semangat meraih gelar sarjana yang hampir saja putus di tengah jalan.

Si wanita yang menjadi perbincangan cuma menatap sekilas pada Dirga dengan senyuman. Lalu, meminum kembali jusnya. Melegakan tenggorokannya yang sempat tercekat akibat perkataan tidak benar para rekannya.

"Tumben makan siang di kantin, Mas?" tanya Hanum basa-basi sekedar mengalihkan perkataan sang lelaki tadi.

"Pas turun sempat lihat kamu jalan ke sini, jadi sekalian saja makan siang menemanimu. Gimana kerjaannya? Lancar?" Tangan Dirga melambai memanggil pegawai kantin.

"Ya, gitu, deh." Hanum menunduk, malu sekali jika lelaki di depannya ini sampai mendengar gosip buruk tadi.

"Kok, jawabannya lemes gitu? Kmu lagi sakit?" Setelah menuliskan pesanan, Dirga menyerahkan kertas tersebut pada sang pelayan. "Kamu sakit, Num? Mukamu pucet banget? Mau Mas antar ke rumah sakit buat periksa? Kebetulan setelah ini, Mas ada acara keluar ketemu sama supplier kain."

Hanum menggelengkan kepala. "Aku nggak sakit, Mas. Cuma sedikit capek saja. Tugas akhir kuliah cukup menyita waktu apalagi job sebagai model makin banyak saja."

"Semangat, dong, Num. Lagian bentar lagi kalau sudah lulus, kamu pasti dapat pekerjaan yang lebih baik." Dirga memegang telapak tangan Hanum. Namun, perempuan itu dengan cepat menepisnya. Tak ingin lagi mendengar kata-kata buruk dari rekan sekitar.

"Mas, jangan celamitan, deh. Tangannya itu lho dikondisikan. Mau aku marah seperti dulu lagi?"

Dirga diam tak membuka suaranya, tetapi garis bibirnya terangkat seolah meminta maaf. Sang pelayan datang membawa pesanan Dirga. Hanum menatap pesanan itu dengan liur yang hampir menetes. Sepertinya dia juga ingin mencicipi hidangan tersebut.

Namun, beberapa saat kemudian, ketika pegawai kantin menyajikan makanan berisi bakso dengan bau bawang goreng yang begitu menyengat, perut Hanum bergejolak. Perasaan ingin menikmati hidangan tersebut ambyar seketika. Tanpa dapat dicegah mulut perempuan itu dengan lancang menyuarakan suara khas orang muntah.

Hanum segera berlari ke arah toilet mengabaikan pertanyaan Dirga. Beruntung suasana di toilet sepi. Jadi, dia bisa mengeluarkan semua isi perut tanpa menggangu pengguna lainnya.

Dari tempat duduknya, Dirga menatap aneh pada Hanum. Berbagai pertanyaan muncul dalam pikirannya. Walau bagaimanapun, Hanum masihlah berstatus karyawan di bawah kepemimpinannya. Meski bekerja tidak setiap hari karena harus berbagi waktu dengan profesi model.

"Ada apa dengannya? Apakah benar gosip yang beredar selama ini? Tidak mungkin, Hanum perempuan baik. Aku yakin Aryan tidak bisa melakukannya pada gadis itu." Salah satu pertanyaan yang mulai menggelitik pikiran Dirga.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Perawan Kegatalan   120. Indah Kebersamaan

    Happy Reading*****"Apakah saya harus keluar," tanya Dirga. Dia sendiri bingung harus berbuat apa jika tetap di dalam. Namun, untuk meninggalkan sang istri yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya yang diprediksi perempuan, dia tidak sanggup."Sebaiknya di sini saja, Pak. Bu Hanum lebih membutuhkan kehadiran Pak Dirga," ucap sang dokter.Keluar dan memanggil para perawat serta bidan. Beberapa saat kemudian, mereka semua masuk dan langsung menangani Hanum. Dirga bahkan diminta untuk berada di belakang sang istri dan membantu proses persalinan.Tak terhitung berapa banyak ketegangan yang kini dialami lelaki yang akan segera menjadi ayah yang sebenarnya dari putri kandungnya sendiri. Bulir-bulir keringat mulai turun. Andai bisa menggantikan posisi Hanum saat ini, tentu sudah lelaki itu lakukan. Hanum begitu banyak mengeluarkan tenaga demi menghadirkan buah hati mereka ke dunia ini. Kedua tangannya mencengkeram erat pergelangan Dirga hingga lelaki itu juga merasakan kesakitan. Namun

  • Bukan Perawan Kegatalan   119. Panik Lagi

    Happy Reading*****"Ma, Bunda kenapa?" tanya Azri yang ikut-ikutan panik ketika mengetahui Hanum memegangi perutnya. Tak jarang wanita berperut buncit itu mendesis kesakitan."Bunda sakit perut, Sayang. Kayaknya dedek mau minta keluar," jelas Sabrina, "Mbak, bisa minta tolong panggilkan orang rumah.""Manggil siapa, Bu?" tanya si Mbak yang membantu menjaga Azri selama Sabrina dinyatakan hamil."Siapa saja boleh. Papa kan selalu ada di rumah. Katakan pada beliau jika Mbak Hanum mulai merasakan sakit perut. Kalau ada Mas Dirga malah lebih bagus."Si Mbak mengangguk. "Bagaimana sama Mas Azri, Bu?""Azri biarkan sama saya dulu. Cepat, Mbak. Kasihan Mbak Hanum. Kita harus bawa dia ke rumah sakit," suruh wanita bercadar tersebut. Melihat si Mbak yang menjaga Azri berlari menuju rumah mereka, Sabrina membawa kakak iparnya untuk duduk. "Sakit sekali, ya, Mbak? Sabar, ya. Bentar lagi Papa atau mas Dirga pasti datang. ucapkan istighfar setiap kali sakitnya terasa," saran Sabrina.Patuh, Hanum

  • Bukan Perawan Kegatalan   118. Bahagi Sesungguhnya

    Happy Reading*****Sang dokter cum tersenyum dengan perkataan si sulung. Keluarga Lingga semuanya masuk ke ruang perawatan Sabrina.Perempuan bercadar itu tengah berbaring. Melihat seluruh keluarganya datang menjenguk, senyumnya tampak. Sewaktu diperiksa tadi, Aryan memang membuka cadar yang dikenakan sang istri. "Bagaimana keadaanmu, Yang?" tanya Aryan. mencium kening perempuan yang sudah memberikan begitu banyak kebahagiaan padanya.Sabrina mengambil tangan kanan sang suami, lalu menciumnya penuh hormat dan bahagia. Menatap satu per satu seluruh keluarganya. "Alhamdullilah keadaanku sangat baik, Mas.""Apa kata dokter, Nak?" tambah Septi."Kamu pasti kelelahan menjaga Azri yang sangat aktif. Padahal aku sudah ngasih saran. Sebaiknya, kita nyari orang untuk menemani Azri. Eh, kamu malah nggak mau. Aku jadi nggak enak kalau kamu sampai sakit gini, Bi," kata Hanum. Terlalu lama duduk menyebabkan wanita hamil itu memegang pinggangnya."Aku tidak sakit, lho. Cuma tadi mencium aroma so

  • Bukan Perawan Kegatalan   117. Panik

    Happy Reading *****Secepat mungkin, Aryan menghubungi Dirga dan meminta saudaranya itu menjemput dengan kendaraan roda empat. Papa kandung Azri itu juga meminta si sulung untuk memanggil dokter ke rumah mereka."Ar, kelamaan kalau kita panggil dokter ke rumah. Minta masmu untuk mengantar ke klinik terdekat saja," sahut Septi.Menganggukkan kepala, Aryan meminta Dirga untuk segera datang dan membawa mereka ke klinik terdekat. "Kenapa kamu, Bi. Padahal tadi baik-baik saja," gumam Aryan.Melihat para orang dewasa kebingungan, Azri menarik-narik ujung kaos yang digunakan oleh kakeknya. Mukanya menatap penuh tanya pada Lingga."Mama lagi sakit, Nak. Azri diam dulu, ya. Sebentar lagi, Ayah datang menjemput." Lingga mencoba memberi pengertian pada bocah kecil itu."He em," ucap si kecil sambil menganggukkan kepala.Tak berselang lama, Dirga sudah datang bersama dengan Hanum. Mereka berdua turun dari mobil dan menghampiri Aryan yang sudah mengangkat istrinya di sebuah bangku taman."Kenapa

  • Bukan Perawan Kegatalan   116. Panik

    Happy Reading*****Waktu berjalan begitu cepat, kandungan Melati dan Hanum kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Aryan dan keluarga juga sudah kembali ke Indonesia setelah pengobatan panjang yang harus dia jalani.Perlahan, tetapi pasti. Kesehatan suami Sabrina itu berangsur membaik. Aryan sudah mulai hidup normal selayaknya dulu sebelum kecelakaan walau benih yang dihasilkan masih belum bagus. Semua berkat ketelatenan Sabrina. Setiap sesi pengobatan Aryan, perempuan bercadar itu ikut dan bertanya ini itu. Sama sekali tidak malu sekalipun yang perempuan itu tanyakan sedikit vulgar menurut suaminya.Antara bangga dan juga malu, tentu dirasakan Aryan. Mungkin perbedaan kultur yang membuat perempuan itu menjadi lebih terbuka membicarakan masalah seks. Setiap kali sang suami bertanya mengapa dia berani bertanya pada dokter. Jawaban Sabrina adalah karena apa yang ditanyakan bukanlah menjurus pada mesum, tetapi ilmu yang harus dia pelajari demi kesembuhan Aryan.Pagi ini, Aryan berjanji pada

  • Bukan Perawan Kegatalan   115. Rendah Diri

    Happy Reading*****Mendapat kabar gembira dari sang istri, Dirga segera menelepon orang tuanya yang masih berada di luar negeri menemani Aryan. Berkali-kali Hanum mendapat selamat dan juga ciuman baik dari ibu, adik maupun sang suami. Mereka semua sangat bahagia mendapat kabar kehamilan perempuan itu.Panggilan terangkat oleh Septi, wajah perempuan paruh baya itu terlihat. "Ya, Mas. Apa kabar? bagaimana keadaan cucu Mama? Apa dia sehat-sehat saja."Selalu saja, para orang tua tiap kali menelepon atau ditelepon pertama kali yang ditanyakan adalah keadaan Azri. sepenting itu memang bocah gembul yang sudah bisa berjalan itu."Azri baik, Ma. Gimana kabar Mama sama Papa?""Papa baik, Mas," jawab Lingga. Wajahnya sudah muncul di layar ponsel milik Septi. "Mas, kameranya arahin ke Azri, dong. kangen nih," sahut Aryan yang hanya terdengar suaranya saja.Dirga mengarah kamera pada Azri yang tengah berjalan dengan ditemani sang adik ipar. bocah gembul itu tertawa-tawa ketika bisa mencapai ad

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status