Share

Bab 2

Author: Little Casper
last update Last Updated: 2022-09-23 18:31:59

Dokter mengatakan, bahwa kecelakaan yang terjadi pada kedua orang tua Selena adalah sebuah kecelakaan tabrak lari. Begitu yang di ceritakan oleh Dokter dan dari warga setempat yang membantu dan membawa kedua orang tua Selena ke Rumah Sakit.

Manusia seperti apa yang tega meninggalkan korban kecelakaan yang harusnya membutuhkan pertolongan, malah membiarkannya hingga Ayah Selena meninggal.

Selena marah mendengarnya. Tapi rasanya percuma, jika ia melaporkan pada pihak kepolisian. Tidak adanya saksi kuat yang menyaksikan kecelakaan itu, serta jalanan sepi yang minim penerangan juga tak adanya cctv di jalan yang menjadi tempat kecelakaan kedua orang tuanya.

"Aku akan membantu sebisaku, Sel," ucap Alvaro di samping Selena, saat gadis itu melamunkan nasib Ibunya.

Ibu Selena, mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan hebat itu. Membuat kesedihan Selena menjadi berlipat lebih menyakitkan dari yang ia kira.

"Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi sekarang, Al," ucapnya dengan terisak tangis dalam dada kekasihnya.

"Duniaku hancur, Al! Duniaku hancur!" tangisnya lagi.

"Masih ada Ibumu, Sel. Masih ada aku," ucap Alvaro menenangkan.

"Harusnya, aku pulang lebih cepat tadi. Andaikan aku pulang lebih cepat, mungkin... Mungkin aku bisa mencegah mereka pergi. Atau mungkin, aku bisa ikut serta dengan mereka, Al," ucap Selena dengan terus berlinang air mata.

Alvaro hanya menatap kekasihnya sedih dimana ia yang juga meneteskan air mata. Gadis cantik yang selalu riang dan selalu membuatnya iri itu, kini tengah berduka. Bahkan, mungkin dukanya lebih dalam dari apa yang pernah ia alami sekarang.

"Aku akan pergi untuk mencari tahu kebenarannya. Mungkin saja akan ada sebuah bukti yang bisa kita laporkan pada Polisi," ucap Alvaro. Selena hanya mengangguk lemah. Ia masih terisak tangis dan menatap iba pada Ibunya yang terbaring sakit dan masih memejamkan mata.

*********

Tiga hari berlalu. Sedangkan kondisi Ibu Selena belum membaik. Setelah luka di sekujur tubuhnya akibat kecelakaan, Ibu Selena mengalami kelumpuhan dan tak bisa berjalan. Sudah sakit tertimpa tangga. Tak hanya kelumpuhan yang ia dapat, nyatanya meninggalnya sang suami masih membekas luka dalam hatinya.

Luka di tubuh mungkin saja bisa sembuh. Namun, luka kehilangan seorang yang kita cinta apalagi pergi untuk selamanya tak akan pernah mengobati kerinduan yang menyeruak di dalam dada.

Selena merasa sakit melihat Ibunya terus menangis dan seakan menyesali dengan apa yang sudah terjadi padanya. Tak hanya luka fisik. Karena psikologisnya mulai terganggu karena kehilangan belahan jiwanya.

"Makanlah dulu. Kau juga butuh tenaga untuk menjaga Ibumu," ucap Alvaro yang datang membawakan makanan untuk Selena.

"Kau selalu membawakanku makanan, Al. Lalu bagaimana dengan uangmu? Seharusnya itu menjadi jatah uang jajanmu dalam sebulan," ucap Selena khawatir.

Selama ini Alvaro selalu mengatakan bahwa ia hanyalah anak kos dan berasal dari kalangan biasa saja yang sudah tak punya orang tua. Selena tidak tahu saja, bahwa seorang Alvaro Sebastian adalah putra dari keluarga kaya di kotanya. Hanya saja, Alvaro sengaja menyembunyikan identitasnya.

"Jangan pikirkan aku. Aku sudah mulai mencari pekerjaan paruh waktu kemarin. Dan gajiku akan dibayar setiap minggu," jawab Alvaro dengan sedikit senyuman berharap menularkan senyum pada kekasihnya yang beberapa hari ini tak lagi dilihatnya.

"Kau bekerja?" tanya Selena menatap kedua manik mata setajam elang itu.

"Ya! Hanya di sebuah Cafe. But, it is not too bad," kata Alvaro entengnya. Padahal dirinya hanya mencari alasan agar Selena tak menolak pemberiannya.

"Setelah ini, aku juga harus mencari pekerjaan, Al. Aku tidak bisa terus bergantung padamu," kata Selena sedih dan menatap ke arah Ibunya yang sudah terlelap di ranjangnya.

"Ya, nanti kita cari pekerjaan bersama-sama. Kamu jangan khawatir. Sekarang fokus pada kesehatan dan kesembuhan Ibumu dulu," ucap Alvaro yang diangguki Selena.

Sebenarnya hatinya masih sakit sepeninggal Ayahnya. Namun, keadaan yang harus membuatnya kuat. Karena Ibunya juga membutuhkannya. Untung saja ada Alvaro di sisinya. Jika tidak, entah akan bagaimana nasib Selena.

"O iya? Kau menemukan sesuatu di tempat kejadian kecelakaan orang tuaku?" tanya Selena menatap kekasihnya.

Alvaro sedikit terkejut mendengar pertanyaan Selena. Ia tergagap untuk menjawabnya.

"Emm,, itu. Itu, di sana memang tak ada apapun. Aku tak menemukan apapun di sana," jawab Alvaro gugup. Selena melihat gelagat aneh pada kekasihnya.

"Ada apa? Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Selena curiga. Alvaro semakin kaget mendengarnya.

"Ah, tidak tidak tidak! Aku hanya, ... Aku hanya ingin ke toilet. Haha, iya benar. Aku ke toilet dulu sebentar," ucap Alvaro menghindari pertanyaan Selena.

Meski Selena sedikit curiga, tapi gadis itu mempercayai kekasihnya.

Alvaro mengelus dadanya. Degup jantungnya terasa terdengar sampai ke telinganya. Mana mungkin ia akan bilang bahwa ada sesuatu yang ia temui di sana. Namun, ia enggan untuk mengatakannya. Jika saja Selena tahu tentang hal itu, mungkin saja hubungan mereka akan berakhir di sini.

"Aku akan pulang dulu setelah ini, Al. Aku akan mengambil uang Ayah atau Ibu untuk biaya rumah sakitnya. Mungkin saja, di rumah ada beberapa uang yang tersisa untuk membayar biaya rumah sakit ini," ucap Selena saat Alvaro keluar dari toilet.

"Baiklah, aku akan menjaga Ibumu di sini," ucap Alvaro dan Selena tersenyum lega.

*********

Keesokan harinya, Alvaro pulang ke rumahnya. Gemuruh didadanya seakan tak bisa dibendung lagi. Karena mengingat tentang apa yang ditemukannya di lokasi kecelakaan kedua orang tua Selena.

Brak!!!

Alvaro membuka kasar pintu kamar di depannya. Dan betapa kagetnya saat ia mendapati Ayahnya sedang bermesraan dengan seorang wanita. Bukan sekali dua kali ini ia melihatnya. Bahkan ia merasa jijik memiliki Ayah sepertinya.

"Hey, Nak! Bisakah kau mengetuk pintu dulu?" ucap Arkanta dengan membenahi dirinya yang sudah berantakan.

Alvaro membuang muka, enggan melihat kelakuan Ayahnya. Tangannya mengepal erat. Setelah ia melihat wanita itu pergi dari kamar Ayahnya, Alvaro berbalik dan menatap tajam Ayahnya.

"Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini?!!!" tanya Alvaro geram. Ia sungguh muak melihat Ayahnya selalu bergonta-ganti pasangan. Setelah bercerai dari Ibunya, setiap hari Arkanta selalu membawa wanita yang berbeda.

"Wajar saja jika Ibu meninggalkanmu! Kau terlihat menjijikan!" marah Alvaro padanya.

"Jaga ucapanmu, Al!" teriak Arkanta menatap tajam putranya.

Praakkk!!!

Alvaro melemparkan sebuah korek api mahal di meja Ayahnya.

"Ini milikmu, kan?" tanya Alvaro geram. Arkanta melihat benda di depannya. Matanya sedikit membulat seakan terkejut melihatnya. Namun, secepatnya ia merubah mimik wajahnya dengan biasa saja.

Namun, Alvaro sudah menangkap keterkejutan Ayahnya tadi. Membuatnya yakin, bahwa benar apa yang ditemukannya adalah milik Ayahnya.

"Siapapun mempunyai korek api seperti itu, Al. Kenapa kau menuduhku?" tanya Arkanta pada putranya.

Alvaro mengepalkan tangannya. Ia tahu jika Ayahnya hanya sedang menyangkalnya dan mengelaknya.

"Aku benar-benar tak habis pikir! Aku mempunyai Ayah tidak bertanggung jawab sepertimu!! Kau menjijikan! Kau pembunuh!"

"Hentikan omong kosongmu, Al!" teriak Arkanta yang mendengar ucapan Alvaro dan menuduhnya sebagai pembunuh.

"Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu! Atau aku sendiri yang akan menyeretmu dalam penjara," ancam Alvaro geram pada Ayahnya sendiri.

"Kau berani melakukan hal itu pada Ayahmu?" tanya Arkanta dengan senyum miringnya.

Brak!

Sanjaya Abyakta, Kakek dari Alvaro datang tiba-tiba, masuk ke dalam kamar Arkanta yang sedang berdebat dengan anaknya.

"Kakek bisa lakukan hal itu sendiri, jika bukan nama perusahaan yang akan menjadi taruhannya. Terlalu mudah nama perusahaan akan hancur hanya karena orang bejat seperti Ayahmu, Al!" ucap Sanjaya memandang tajam ke arah putra semata wayangnya.

"Bahkan ia tak becus meneruskan perusahaan!" sambung Sanjaya lagi dengan wajah marahnya.

Alvaro mendengus kesal. Ia juga menyadari dan membenarkan ucapan kakeknya. Ayahnya memang tak pantas meneruskan perusahaan. Dan jika kejadian tabrak lari itu diketahui media, maka perusahaan yang akan menjadi taruhannya.

"Sebagai hukumannya, kau tak diijinkan masuk lagi ke dalam perusahaan! Dan kau! Saham yang kau punya akan aku alihkan pada kedua putramu!" titah Sanjaya membuat Arkanta mendelik kaget karenanya.

"Apa?!!!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 98. Epilog 2 (TAMAT)

    Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 97. Epilog 1

    Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 96. Usai

    Setelah drama sesenggukan Jessica di kamar rias, kini sepasang mempelai pengantin itu sedang berjalan menuju altar. Tentu saja Jessica sudah diperbaiki make upnya. Karena air matanya tentu membuat riasan Jessica sedikit rusak. Daniel mengundang semua rekan kerjanya, serta para karyawan di seluruh cabang Jaya Group. Membuat pesta pernikahan Alvaro terasa sangat meriah. "Kenapa kau memandangnya seperti itu?" tanya Daniel ketika Selena menyaksikan Alvaro dan Jessica sebagai raja dan ratu hari ini. Selena hanya memutar bola mata malas. Ia tahu, suaminya itu pasti dalam mode cemburu. "Sayang, aku punya mata. Dan kau sangat tahu apa gunanya mata, kan? Untuk apa punya mata, jika tak digunakan dengan baik?" jawab Selena sehalus mungkin. "Tapi, memandang seperti itu, apakah itu cara yang baik?" protes Daniel kembali membuat Selena menarik napas panjang. Apa salahnya melihat pasangan yang menikah itu sedang berbahagia? "Apa aku tak boleh melihatnya? Apa aku harus ke kamar saja?" kesal Sel

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 95. Before Wedding

    Selena mengeratkan pegangannya pada gelas. Ia sudah menduga bahwa Daniel akan berpikir demikian. Salahnya sendiri, kenapa ia menampilkan sikap yang aneh. "Daniel... Aku tidak...""Aku tidak apa-apa, Selena. Aku sangat tahu hatimu. Wajar saja jika kau...""Aku tidak cemburu, Daniel. Aku hanya heran saja, mereka,... Alvaro sangat cepat dekat dengan Jessica. Juga, Jessica..."Selena menggantungkan ucapannya. Ia menyadari jika maksud dari ucapannya juga masih mengandung maksud yang dikatakan Daniel. Daniel segera menangkap kegelisahan istrinya itu. Ia menghampiri Selena, dan meletakkan gelas yang dibawa olehnya. "Tak perlu kau menjelaskan, aku sudah paham. Aku tahu. Sangat tahu. Memang tidak mudah melupakan seseorang yang pernah mengisi hati kita. Namun, harus selalu kau ingat, bahwa ada aku, di sisimu," ujar Daniel meletakkan sebelah tangan Selena di dadanya. Selena tersenyum lega. Sebelumnya ia takut, jika Daniel akan salah sangka padanya. Namun, siapa yang menyangka jika suaminya s

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 94. Apa kau cemburu?

    "Daniel?! Kau?! Bagaimana kau bisa ada di sini?" pekik Alvaro yang segera beranjak dan berhadapan dengan Daniel. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Al?!""Kau pun tak menghiraukan pertanyaanku, Niel!" kesal Alvaro kemudian. Keduanya mendengkus kesal bersamaan. Membuat Daniel tersenyum geli melihatnya. Ia sadar, dirinya dan adiknya adalah dua orang yang hampir sama memiliki sifat. Yaitu tidak sabaran, dan mungkin mau menang sendiri. "Oke, fine! Tadi aku mengikutimu dari belakang karena...""Dasar penguntit!" kesal Alvaro dan Daniel tercengang mendengarnya. "Dengarkan aku dulu, Adik laknat!" maki Daniel yang terpancing kesal. Alvaro hanya mendengus kasar dan membuang muka. Ia enggan bertatap muka dengan kakaknya itu. "Aku hanya menghawatirkanmu. Jadi aku mengikutimu. Apa aku salah?" "Salah! Karena kau plin plan dengan ucapanmu!" ketus Alvaro beranjak keluar dari kamarnya. Ia tak ingin istirahat Jessica terganggu. "Plin plan? Apa maksudmu?" tanya Daniel heran. Ia mengikuti langkah a

  • Bukan Pernikahan Kontrak   Bab 93. Jessica muntah-muntah

    Sejak kepergian Alvaro saat mereka berpisah di Bandara, sejak itu pula Jessica merasakan kegelisahan. Gelisah karena sepertinya perutnya mulai mengalami rasa tidak nyaman seperti beberapa terakhir yang ia alami. Namun, kembali Jessica mengingat apa yang diucapkan Alvaro tadi, ia memejamkan mata dan mengingat pelukan Alvaro serta mengingat aroma tubuh calon Ayah dari anaknya itu. Sungguh, dia bukan wanita mesum selama ini. Namun, entah kenapa pikirannya tentang Alvaro sedikit membantu mengusir rasa tidak nyaman seperti mual yang ia alami. "Huufftt. Bagus, seperti itu Jessica. Kau pasti bisa," gumam Jessica terus menerus mensugesti dirinya sendiri agar tak menuruti rasa mualnya. Setibanya di apartemen Alvaro, Jessica menemukan kamar Alvaro dengan khas aroma laki-laki itu. Membuatnya merasa senang karena sepertinya ia bisa merasakan kehadiran Alvaro di sini. "Aku akan tidur di kamar ini, Anna. Bolehkah?" tanya Jessica sedikit takut. "Tentu saja, Nona. Tuan Alvaro memberiku pesan unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status