Waktu terus berlalu. Bahkan musim telah berganti. Segala masalah yang mereka lewati pun telah menjadi hal yang hanya bisa diingat. Kita tak akan pernah tahu dengan apa yang akan terjadi. Bahkan kesulitan yang kita alami juga datangnya dari Yang Maha Kuasa, semata hanya untuk memberi kemudahan setelah kita bisa melewatinya. Meninggalnya kedua orang tua Selena, pernikahan kontrak yang dilakukan Daniel dan Selena, bahkan harus rela berpisah dengan Alvaro yang notabene adalah kekasihnya. Kemudian meninggalnya sang kakek, kejadian Alvaro di luar negeri dengan Nick, atau kembalinya sang Mama yang membuat Alvaro dan Daniel menangis haru. Serta cinta yang perlahan tumbuh di hati Selena untuk Daniel ataupun sikap rela menerima Alvaro yang mau bertanggung jawab atas Jessica, semua sudah tak luput dari campur tangan Tuhan. Lalu, kini keluarga yang sedang berbahagia itu, sedang riuh menanti kelahiran seorang bayi yang sudah ditunggu sejak sembilan bulan lamanya. Alvaro menangis haru, saat per
Apa?!" Begitulah jika Selena ada maunya. Ia akan memanggil Daniel dengan sebutan 'Sayang', karena tahu suaminya itu tidak akan menolak. "Ya, baiklah. Besok aku akan mengurus semuanya," jawab Daniel meski dalam otaknya sudah pusing memikirkan segalanya. Bahkan, pagi-pagi sekali Daniel menghubungi dokter kandungan yang biasa menangani Selena. Sebenarnya, saat check up sejak sebulan yang lalu, dokter sudah bisa memprediksi jenis kelamin bayi Selena dan Daniel. Namun, Selena mengatakan agar tidak mengatakannya. Ia bilang, agar menjadi surprise saat bayinya lahir. Namun, siapa yang menyangka, jika keinginan istri Daniel mendadak berubah?Dokter sudah menuliskan jenis kelamin anak Selena dan Daniel dalam sebuah kertas yang digulung pada sebuah tabung plastik. Lalu memasukkannya ke dalam sebuah balon besar. Karena acaranya begitu mendadak, jadi Daniel tak bisa berpikir untuk melakukan ide rencana yang lebih baik. Untuk itu, ia hanya mengadakan acara seperti pada umumnya. Jika saja Dani
Selena tersenyum sembari menatap pemandangan indah di depannya. Segala yang ada pada laki-laki di depannya itu, terlihat begitu indah dan sempurna di matanya.Semua gerakan laki-laki itu seakan melambat bagai slow motion pada video yang sering ia tonton. Dia mengunyah, dia tersenyum dan menatap Selena penuh cinta. Ya, sepertinya Selena telah sejatuh cinta itu pada sosok makhluk paling sempurna yang pernah dia lihat. Laki-laki itu sedang duduk berdua dengannya sambil menikmati es krim coklat kesukaan Selena.Alvaro Sebastian. Lelaki pertama yang membuat Selena merasakan indahnya cinta. Serta merasakan bagaimana pipinya menjadi bersemu merah saat dia mengucap kata suka dan cinta padanya dua tahun yang lalu. "Ayolah, Sayang! Kau jangan menatapku terus seperti itu. Memangnya ada apa dengan wajahku? Apa ada yang aneh?" tanyanya membuat Selena mengulum senyum.Selena menggeleng lalu menyendok es krim di depannya dan memasukkan sendiri ke dalam mulut. Dingin dan lumer di dalamnya."Tidak!
Dokter mengatakan, bahwa kecelakaan yang terjadi pada kedua orang tua Selena adalah sebuah kecelakaan tabrak lari. Begitu yang di ceritakan oleh Dokter dan dari warga setempat yang membantu dan membawa kedua orang tua Selena ke Rumah Sakit. Manusia seperti apa yang tega meninggalkan korban kecelakaan yang harusnya membutuhkan pertolongan, malah membiarkannya hingga Ayah Selena meninggal. Selena marah mendengarnya. Tapi rasanya percuma, jika ia melaporkan pada pihak kepolisian. Tidak adanya saksi kuat yang menyaksikan kecelakaan itu, serta jalanan sepi yang minim penerangan juga tak adanya cctv di jalan yang menjadi tempat kecelakaan kedua orang tuanya."Aku akan membantu sebisaku, Sel," ucap Alvaro di samping Selena, saat gadis itu melamunkan nasib Ibunya. Ibu Selena, mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan hebat itu. Membuat kesedihan Selena menjadi berlipat lebih menyakitkan dari yang ia kira. "Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi sekarang, Al," ucapnya dengan terisak tangis dala
"Apa?!!! Mana bisa begitu, Yah!" sangkal Arkanta tidak terima. "Aku sudah memikirkannya baik-baik. Aku sudah sangat lelah harus menyelesaikan semua ulah yang kau perbuat! Dan sekarang, tak akan ada lagi kesempatan untukmu! Berbuatlah sesuka hatimu! Dan jika kau merusak nama baik keluarga dan perusahaan, maka kau tak akan ada lagi dalam daftar ahli warisku!" ucap Sanjaya tegas dan berlalu meninggalkan kamar Arkanta. Alvaro mendengus kesal. Ia menatap tajam ke arah Ayahnya. Lalu keluar mengikuti Kakeknya. "Kek, ada yang ingin aku bicarakan pada Kakek," ucap Alvaro menghentikan Kakeknya yang berjalan tertatih menggunakan tongkat. Sanjaya memberi isyarat pada asisten rumah tangganya yang menemani dan membantunya berjalan. "Kita ke ruangan Kakek saja," ucap Sanjaya yang kemudian berjalan lebih dulu. Dengan sigap, Alvaro membantu Kakeknya berjalan. "Kebetulan, kakek juga ingin bicara padamu. Katakan! Apa yang kamu inginkan?" tanya Sanjaya menatap cucunya. Alvaro mengambil nafas panjan
Daniel membanting bingkai foto itu. Rindu sebagai seorang anak tak pernah hilang dari hatinya. Namun, sepertinya, Ibunya itu sudah tak lagi peduli padanya atau bahkan pada Alvaro.Meski lisannya mengatakan tidak pada Kakeknya, tapi hati Daniel sudah merasa tidak tenang setelah pembicaraan dengan Kakeknya.Daniel mulai mengemasi barang-barangnya dan hendak kembali ke tanah airnya. Kejadian tabrak lari yang dilakukan Ayahnya juga sukses mengusik ketenangan hatinya. Pergolakan batin pun terjadi. Saat ia bingung untuk menentukan pilihannya kembali ke rumah, atau tetap pada pendiriannya yang masih ingin di luar negeri. Tapi hatinya juga tidak menyangkal bahwa ia rindu untuk pulang. Juga rindu pada adiknya yang telah beberapa tahun ini tidak ditemuinya. "Mungkin, aku memang harus segera kembali," lirih Daniel dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.********Selena sedang mencari info lowongan pekerjaan di internet. Sesekali ia melihat Ibunya yang masih tertidur. Padahal ia sudah sangat bo
Hari mulai larut. Daniel masih memandangi langit-langit di kamarnya, dengan kepalanya yang berbantalkan kedua tangannya sendiri. Masih sulit baginya memejamkan mata di bawah atap rumah yang dulu ia tempati. Ia pikir, mungkin ia tak akan kembali ke rumah ini lagi. Meski itu mustahil. Tapi, ia sangat tak ingin lagi berada di rumah ini yang hanya mengingatkan masa kecilnya yang bahkan tak ingin lagi ia ingat. Daniel menghela nafas kasar. Ia kembali duduk dan bersandar di kepala ranjangnya. Melihat sekeliling kamarnya yang terlihat sama saja dengan keadaan beberapa tahun lalu. "Haaaahh! Seharusnya aku tak tinggal di sini lagi," gumam Daniel sendiri. Ia berusaha memejamkan mata sejenak. Ingin mengistirahatkan badannya yang mulai dari kemarin belum bisa tidur dengan nyaman. Ting!Sebuah pesan masuk pada ponsel Daniel. Pria itu segera membuka mata. Menatap ponselnya sejenak, sambil berpikir, siapa gerangan yang mengirim pesan? "Pasti Alvaro," gumam Daniel. Ia meraih ponselnya di atas n
"Aku tidak suka melihatmu sedih. Karena, hal itu juga membuat sakit hatiku. Aku ingin kau terus tersenyum cantik seperti tadi," ucap Alvaro membuat Selena kembali tersenyum. Sungguh Alvaro merasa tidak tega untuk mengatakan hal yang sesungguhnya. "Asal kau selalu ada di sisiku, aku akan baik-baik saja. Dan akan terus baik-baik saja," jawab Selena menggenggam tangan Alvaro. Namun, hal itu membuat Alvaro merasa sedikit tercubit hatinya. Bagaimana nantinya jika ia mengatakan bahwa akan pergi untuk beberapa tahun kedepan karena melanjutkan study ke luar negeri?"Makanlah dulu. Kau pasti lapar, kan?" ucap Alvaro dan Selena mengangguk semangat. Selena terus memasang senyum. Bersama Alvaro, hatinya sedikit merasa terobati. Andai tak ada Alvaro, mungkin saat ini ia masih menangisi hidupnya yang terlihat malang. Selena makan dengan senang. Sesekali ia menyuapi Alvaro dan begitupun sebaliknya. Sepasang manusia itu terlihat sangat serasi. Bahkan di kampusnya mereka mendapat julukan sepasang