Share

10. Penawaran Gara

"Iya, Mi. Ini pacarnya Gara."

Mulut Carissa terbuka lebar. Ia menatap Gara yang masih merangkul bahunya dengan mata terbelalak.

"K-Kak ... "

"Gara udah bilang berkali-kali sama Mami. Gara nggak mau dijodohin sama Tamara."

"Kenapa nggak bilang sama Mami kalau kamu udah punya pacar?"

"Ah, itu ... " Sesaat, lelaki muda itu kelihatan sedikit bingung dan menghindari tatapan ibunya. "Gara belum siap kasih tau Mami."

"Belum siap tapi kamu bawa dia tinggal satu atap, Sagara?" Wanita cantik itu berusaha tidak histeris. "Kalau sampai salah satu rekan Mami ada yang tahu, bagaimana? Kamu mau bikin Mami malu dunia akhirat, ha?"

Gara buru-buru mendekat kala ibunya tampak memejamkan mata sembari memegangi kening dengan kedua tangan.

"Mami, maaf. Gara sama sekali nggak bermaksud begitu. Gara hanya nggak mau Mami jodohin sama Tamara. Ini rencananya juga udah mau Gara kenalin sama Mami, kok. Tapi Mami udah keburu tahu sendiri." Gara meringis dengan posisi jongkok, memijiti lutut ibunya. Dan Carissa agak terkejut melihat semua itu. Ternyata di balik wajah angker dan sikap ketusnya, lelaki itu adalah anak mama yang manis.

"Kalo Mami nggak keburu tahu sendiri, kamu mau nunggu sampai pacarmu berbadan dua, gitu?"

"Astaga, Mami!"

"Laki-laki sama perempuan dewasa yang bukan saudara tinggal satu atap, Sagara. Kamu pikir akhirnya akan ke mana, ha? Udah, Mami pusing, mau pulang! Mami tunggu kamu sama pacarmu di rumah besar besok. Laporkan planning rencana pernikahanmu seefisien dan seefektif mungkin. Mami nggak mau tahu!"

Gara dan Carissa hanya bisa tertegun dalam waktu yang bersamaan saat wanita yang dipanggil Mami itu bergegas keluar dari apartemen tanpa menoleh lagi. Menyisakan sepasang insan yang dilanda dua jenis perasaan berbeda. Carissa yang ketakutan, dan Sagara yang gusar sendiri.

Sampai beberapa saat waktu berlalu, Gara hanya berkali-kali menghela napas. Lelaki itu sudah berpindah posisi duduk di atas sofa. Simpul dasinya merosot di bawah kancing kemeja paling atas yang sudah terbuka. Sementara Carissa tidak tahu harus melakukan apa. Ia masih berdiri sambil meremas-remas ujung bajunya. Berjuta pertanyaan berkecamuk di benak gadis itu, namun tak ada satupun yang berani ia suarakan.

"Kamu mau diam di situ sampai kapan?" Akhirnya, Gara yang mengawali. Carissa mengangkat wajahnya hanya demi menemukan tatapan dingin dari lelaki di depannya. Kembali ke default setting, wajah manis tadi hanya untuk ibunya saja.

"Duduk."

Memangnya Rissa punya pilihan lain selain menurut? Gadis itu melangkah pelan menuju ujung sofa yang paling jauh dari posisi Gara.

"Kak, Maaf ... " Akhirnya, suara Carissa mencicit keluar. "T-tadi aku pikir Kakak yang masuk. Jadi aku ... aku bukannya sembunyi malah keluar dan nanya. Aku nggak tau kalo itu ... itu ... "

"Sudahlah." Tanggapan dingin itu membuat Carissa terperangah. Sagara masih memandang dengan tajam sementara melanjutkan. "Sekarang, sekali lagi aku tanya. Siapa sebenernya kamu ini? Karena lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari hidupku mulai sekarang, kalau kamu nggak punya alasan bagus buat tinggal. Kamu lihat dan dengar sendiri tadi, bagaimana sifat ibuku. Kalau kamu masih memaksa di sini, bisa dipastiin nasibmu akan berakhir di bawah tangan ibuku."

Carissa terdiam. Terdengar mengerikan, eh? Semenakutkan itukah nyonya besar tadi? Bibir gadis itu bergetar dalam kungkungan berbagai kecamuk perasaan. Ia menghela napas lirih sebelum memutuskan untuk jujur saja kepada Sagara tentang siapa dirinya. Lelaki itu sudah menolongnya, jadi Rissa merasa tidak adil jika ia masih pula berdusta. Maka dengan diiringi rembesan air mata dan isak sesekali, Carissa mengungkapkan segalanya.

"Jujur aja, aku memang belum tahu setelah ini harus ke mana, Kak," tutur Carissa sendu. "Tapi aku janji, aku akan pergi secepatnya. Aku nggak akan ngerepotin Kak Gara lagi. Aku bisa cari kerja dan tempat tinggal sementara."

Pandangan tajam Gara tak beralih sedikitpun sepanjang Carissa bercerita. Lelaki itu memicingkan mata, menunggu hingga Rissa menyudahi kisahnya. Kemudian berkata tajam.

"Mantan tunanganmu. Abian Danurendra?"

Carissa tercengang. Kedua alisnya bertaut memandang penuh tanya kepada Sagara. "Kak Gara ... kenal?"

"Jadi bener, Abian?"

"Ya– tapi gimana Kak Gara bisa tahu? Emangnya Kakak kenal? Abi siapanya Kak Gara?"

Lelaki itu lagi-lagi hanya menghela napas. Tampak menimbang-nimbang sesuatu sebelum kembali berkata-kata. "Bukan siapa-siapa."

Carissa yang awalnya sudah menampakkan raut excited, kembali menunduk layu. Abian juga adalah seorang bussinesman, jadi tidak aneh jika Gara pernah melihat atau mengenalnya di suatu tempat, kan?

"Tapi, aku punya penawaran yang mungkin akan menguntungkan buat kamu," tutur Gara lagi, membuat Carissa kembali mengangkat wajahnya yang penuh tanya.

"Penawaran?"

"Kamu nggak punya tempat tinggal, kan?"

"I-iya."

"Kamu juga nggak punya rencana hidup yang spesifik setelah ini, kan? Kamu bilang mau cari kerja, tapi juga nggak tau kerja apa atau cari ke mana."

Carissa menunduk lagi. Kata-kata Gara itu membuatnya kembali tertampar keras. Membuatnya kian tenggelam dalam putus asa.

"Menikah denganku saja."

Ha?

Carissa mengangkat wajahnya begitu cepat sampai ada kemungkinan lehernya terkilir. Ia yakin sekali ada yang salah dengan pendengarannya. Mungkin terlalu putus asa membuat saraf otaknya bergeser sedikit. Tapi, ia perlu memastikan.

"Ma-maaf, Kak?"

"Menikah, Carissa. Denganku. Lagipula ibuku sudah mengira kamu pacarku yang aku sembunyikan. Bisa dipastikan ibuku akan memerintahkan untuk aku menikahimu secepat mungkin."

Ya Tuhan! Ternyata telinganya masih berfungsi dengan normal. Gara mengulangi perkataannya dengan sangat amat jelas. Sekarang Carissa lebih shock dua kali lipat dari yang tadi.

"Kamu diam, aku anggap setuju."

"K-Kak!" Carissa mendadak panik. "Jangan begitu. Pernikahan bukan hal main-main!"

"Aku kan cuma kasih penawaran." Gara mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Terserah kamu mau terima apa enggak. Kalau kamu nggak mau terima, ya kamu harus angkat kaki dari sini sekarang juga. Aku nggak akan maksa, kok."

Carissa sudah akan menangis lagi. Ia tidak menyangka semuanya akan berujung runyam seperti ini. Gadis itu refleks memiliki satu keputusan bulat bahwa dirinya menolak dan akan secepatnya pergi dari apartemen Gara. Sebelum lelaki tampan itu kembali berucap.

"Oh, kamu mau denger penawaran lain yang lebih bagus, nggak?"

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Nurul Fadilah
......... tp syg g bs buka kunci ...
goodnovel comment avatar
Ernawati Misrun
Bagus cerita nya... tapi susah kalo mau baca... berakhir atau nyambung nini ?
goodnovel comment avatar
Tine Maria Kuswati
bagus sekali cefitanya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status