Share

10. Penawaran Gara

last update Last Updated: 2022-12-30 15:51:52

"Iya, Mi. Ini pacarnya Gara."

Mulut Carissa terbuka lebar. Ia menatap Gara yang masih merangkul bahunya dengan mata terbelalak.

"K-Kak ... "

"Gara udah bilang berkali-kali sama Mami. Gara nggak mau dijodohin sama Tamara."

"Kenapa nggak bilang sama Mami kalau kamu udah punya pacar?"

"Ah, itu ... " Sesaat, lelaki muda itu kelihatan sedikit bingung dan menghindari tatapan ibunya. "Gara belum siap kasih tau Mami."

"Belum siap tapi kamu bawa dia tinggal satu atap, Sagara?" Wanita cantik itu berusaha tidak histeris. "Kalau sampai salah satu rekan Mami ada yang tahu, bagaimana? Kamu mau bikin Mami malu dunia akhirat, ha?"

Gara buru-buru mendekat kala ibunya tampak memejamkan mata sembari memegangi kening dengan kedua tangan.

"Mami, maaf. Gara sama sekali nggak bermaksud begitu. Gara hanya nggak mau Mami jodohin sama Tamara. Ini rencananya juga udah mau Gara kenalin sama Mami, kok. Tapi Mami udah keburu tahu sendiri." Gara meringis dengan posisi jongkok, memijiti lutut ibunya. Dan Carissa agak terkejut melihat semua itu. Ternyata di balik wajah angker dan sikap ketusnya, lelaki itu adalah anak mama yang manis.

"Kalo Mami nggak keburu tahu sendiri, kamu mau nunggu sampai pacarmu berbadan dua, gitu?"

"Astaga, Mami!"

"Laki-laki sama perempuan dewasa yang bukan saudara tinggal satu atap, Sagara. Kamu pikir akhirnya akan ke mana, ha? Udah, Mami pusing, mau pulang! Mami tunggu kamu sama pacarmu di rumah besar besok. Laporkan planning rencana pernikahanmu seefisien dan seefektif mungkin. Mami nggak mau tahu!"

Gara dan Carissa hanya bisa tertegun dalam waktu yang bersamaan saat wanita yang dipanggil Mami itu bergegas keluar dari apartemen tanpa menoleh lagi. Menyisakan sepasang insan yang dilanda dua jenis perasaan berbeda. Carissa yang ketakutan, dan Sagara yang gusar sendiri.

Sampai beberapa saat waktu berlalu, Gara hanya berkali-kali menghela napas. Lelaki itu sudah berpindah posisi duduk di atas sofa. Simpul dasinya merosot di bawah kancing kemeja paling atas yang sudah terbuka. Sementara Carissa tidak tahu harus melakukan apa. Ia masih berdiri sambil meremas-remas ujung bajunya. Berjuta pertanyaan berkecamuk di benak gadis itu, namun tak ada satupun yang berani ia suarakan.

"Kamu mau diam di situ sampai kapan?" Akhirnya, Gara yang mengawali. Carissa mengangkat wajahnya hanya demi menemukan tatapan dingin dari lelaki di depannya. Kembali ke default setting, wajah manis tadi hanya untuk ibunya saja.

"Duduk."

Memangnya Rissa punya pilihan lain selain menurut? Gadis itu melangkah pelan menuju ujung sofa yang paling jauh dari posisi Gara.

"Kak, Maaf ... " Akhirnya, suara Carissa mencicit keluar. "T-tadi aku pikir Kakak yang masuk. Jadi aku ... aku bukannya sembunyi malah keluar dan nanya. Aku nggak tau kalo itu ... itu ... "

"Sudahlah." Tanggapan dingin itu membuat Carissa terperangah. Sagara masih memandang dengan tajam sementara melanjutkan. "Sekarang, sekali lagi aku tanya. Siapa sebenernya kamu ini? Karena lebih baik kamu pergi jauh-jauh dari hidupku mulai sekarang, kalau kamu nggak punya alasan bagus buat tinggal. Kamu lihat dan dengar sendiri tadi, bagaimana sifat ibuku. Kalau kamu masih memaksa di sini, bisa dipastiin nasibmu akan berakhir di bawah tangan ibuku."

Carissa terdiam. Terdengar mengerikan, eh? Semenakutkan itukah nyonya besar tadi? Bibir gadis itu bergetar dalam kungkungan berbagai kecamuk perasaan. Ia menghela napas lirih sebelum memutuskan untuk jujur saja kepada Sagara tentang siapa dirinya. Lelaki itu sudah menolongnya, jadi Rissa merasa tidak adil jika ia masih pula berdusta. Maka dengan diiringi rembesan air mata dan isak sesekali, Carissa mengungkapkan segalanya.

"Jujur aja, aku memang belum tahu setelah ini harus ke mana, Kak," tutur Carissa sendu. "Tapi aku janji, aku akan pergi secepatnya. Aku nggak akan ngerepotin Kak Gara lagi. Aku bisa cari kerja dan tempat tinggal sementara."

Pandangan tajam Gara tak beralih sedikitpun sepanjang Carissa bercerita. Lelaki itu memicingkan mata, menunggu hingga Rissa menyudahi kisahnya. Kemudian berkata tajam.

"Mantan tunanganmu. Abian Danurendra?"

Carissa tercengang. Kedua alisnya bertaut memandang penuh tanya kepada Sagara. "Kak Gara ... kenal?"

"Jadi bener, Abian?"

"Ya– tapi gimana Kak Gara bisa tahu? Emangnya Kakak kenal? Abi siapanya Kak Gara?"

Lelaki itu lagi-lagi hanya menghela napas. Tampak menimbang-nimbang sesuatu sebelum kembali berkata-kata. "Bukan siapa-siapa."

Carissa yang awalnya sudah menampakkan raut excited, kembali menunduk layu. Abian juga adalah seorang bussinesman, jadi tidak aneh jika Gara pernah melihat atau mengenalnya di suatu tempat, kan?

"Tapi, aku punya penawaran yang mungkin akan menguntungkan buat kamu," tutur Gara lagi, membuat Carissa kembali mengangkat wajahnya yang penuh tanya.

"Penawaran?"

"Kamu nggak punya tempat tinggal, kan?"

"I-iya."

"Kamu juga nggak punya rencana hidup yang spesifik setelah ini, kan? Kamu bilang mau cari kerja, tapi juga nggak tau kerja apa atau cari ke mana."

Carissa menunduk lagi. Kata-kata Gara itu membuatnya kembali tertampar keras. Membuatnya kian tenggelam dalam putus asa.

"Menikah denganku saja."

Ha?

Carissa mengangkat wajahnya begitu cepat sampai ada kemungkinan lehernya terkilir. Ia yakin sekali ada yang salah dengan pendengarannya. Mungkin terlalu putus asa membuat saraf otaknya bergeser sedikit. Tapi, ia perlu memastikan.

"Ma-maaf, Kak?"

"Menikah, Carissa. Denganku. Lagipula ibuku sudah mengira kamu pacarku yang aku sembunyikan. Bisa dipastikan ibuku akan memerintahkan untuk aku menikahimu secepat mungkin."

Ya Tuhan! Ternyata telinganya masih berfungsi dengan normal. Gara mengulangi perkataannya dengan sangat amat jelas. Sekarang Carissa lebih shock dua kali lipat dari yang tadi.

"Kamu diam, aku anggap setuju."

"K-Kak!" Carissa mendadak panik. "Jangan begitu. Pernikahan bukan hal main-main!"

"Aku kan cuma kasih penawaran." Gara mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Terserah kamu mau terima apa enggak. Kalau kamu nggak mau terima, ya kamu harus angkat kaki dari sini sekarang juga. Aku nggak akan maksa, kok."

Carissa sudah akan menangis lagi. Ia tidak menyangka semuanya akan berujung runyam seperti ini. Gadis itu refleks memiliki satu keputusan bulat bahwa dirinya menolak dan akan secepatnya pergi dari apartemen Gara. Sebelum lelaki tampan itu kembali berucap.

"Oh, kamu mau denger penawaran lain yang lebih bagus, nggak?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Nurul Fadilah
......... tp syg g bs buka kunci ...
goodnovel comment avatar
Ernawati Misrun
Bagus cerita nya... tapi susah kalo mau baca... berakhir atau nyambung nini ?
goodnovel comment avatar
Tine Maria Kuswati
bagus sekali cefitanya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Palsu   Extra Part 2

    **Sagara berlari kencang menyusuri deretan kursi-kursi ruang tunggu bandara. Ia menerabas palang pintu dan tiba tepat sebelum gate keberangkatan akan ditutup. Dengan napas memburu, pria itu menyerahkan boarding pass-nya kepada pramugari yang menatap tak habis pikir. Meski demikian, pramugari cantik itu tidak mengatakan apapun dan memilih bekerja dalam diam sebab tahu bahwa penumpang yang ini bukanlah orang sembarangan. Ia hanya menampakkan seulas senyum kecut.“Silakan duduk di tempat yang sudah anda reservasi, Pak,” ucap si pramugari, mempersilahkan Gara masuk, sebelum kemudian menyudahi proses check-in terakhir. Menghela napas lega, Gara kemudian melangkah masuk dan menghempaskan tubuh berkeringatnya di kursi penumpang yang berada di samping jendela pesawat. Menata napasnya yang tadi sempat terputus-putus.“Rissa, tunggu sebentar ya, Sayang. Aku pulang,” bisiknya sembari memejamkan mata. Jantungnya menderu seperti suara mesin pesawat yang sudah menyala. Ia merapalkan doa, semoga ma

  • Bukan Pernikahan Palsu   Extra Part

    **Abian tersenyum saat meletakkan sebuah foto ke dalam kotak besar bersama bermacam-macam benda lain di dalamnya. Boneka, buku diary, baju, dan semacam itu. Ia pandangi baik-baik foto tersebut dengan senyum yang belum lindap.“Maaf dan terimakasih,” bisiknya bermonolog sementara masih menatap lekat fotonya. “Kamu selalu akan jadi kenangan indah buat aku, Ris. Kamu perempuan terbaik yang pernah aku miliki, tapi Sagara adalah pria terbaik yang dipilihkan Tuhan untukmu.” Abian mengusap foto dirinya dan Rissa itu dengan sayang. “Berbahagialah selalu. Terimakasih masih menjadi bagian dari keluargaku meski kamu nggak bersamaku. Tetaplah hidup bahagia, menjadi pendamping kakakku, ya. Aku tahu dengan lembutnya tutur kata dan tindakanmu, hati batu manusia satu itu pasti bisa meleleh.”Abian menutup kotak tersebut. Kotak yang berisi barang-barang kenangannya dengan sang mantan kekasih.“Nggak ada lagi yang perlu disesalkan sesudah ini. Aku dan Rissa sudah hidup sendiri-sendiri dengan baik. Dia

  • Bukan Pernikahan Palsu   233. Everything's Gonna Be Okay

    **Matahari bersinar dengan cerah saat Rissa menarik terbuka tirai tebal yang menutupi jendela kamarnya. Pemandangan di balik kaca jendela itu membuatnya tersenyum. Para maid berlalu lalang di bawah, menata meja dan kursi serta dekorasi cantik di tengah halaman belakang mansion. Sepertinya akan ada acara di sana.Suara derit pintu yang terbuka membuat Rissa mengalihkan atensi. Sagara datang sembari menggendong putri kecilnya.“Good morning, Mama,” ucapnya disertai senyum manis. Sementara Stella seketika mengoceh sembari menggapai-gapaikan tangan mungilnya begitu melihat sang ibu.“Good morning my angels.” Rissa melangkah mendekat. Ia ulurkan tangan, menyambut putri kecilnya yang melonjak-lonjak senang.“Tidur nyenyak, Sayang?” Gara memberikan kening istrinya kecupan kecil.“Banget. Maaf kamu jadi bangun duluan dan ngurus Stella pagi-pagi ya, Kak?”“Aku kan ayahnya Stella, jadi ya memang sudah kewajibanku ngurus dia. She is our child, not only yours or mine, Rissa. Kita bikin berdua, j

  • Bukan Pernikahan Palsu   232. Prasangka Yang Salah

    **Carissa sudah tenang saat Sagara kembali ke ruangan di mana ia dirawat. Seorang suster yang menemani mohon diri untuk keluar dengan menyembunyikan pipinya yang merona begitu pria rupawan itu masuk. Benar, walau kini Gara sudah bukan lagi bujangan, sudah memiliki seorang istri dan putri kecil yang cantik, namun pesonanya justru bertambah-tambah. Seringkali membuat Rissa jengkel sebab para perempuan itu seperti tak sungkan-sungkan menunjukkan rasa ketertarikan mereka kepada suaminya.“Jangan cemberut begitu, Sayang,” kata Gara, yang seperti biasa, sangat peka melihat perubahan raut wajah istrinya.“Makanya kamu biasa aja, nggak usah seramah itu,” cetus Rissa, semakin cemberut.Gara terkekeh pelan sembari melangkah mendekat kepada wanitanya yang duduk di atas ranjang. “Ya masa orang senyum nggak disenyumin balik. Itu namanya kan sombong.”“Mending dianggap sombong daripada kamu baperin anak orang begitu. Pura-pura nggak tahu apa gimana kalau pemilik sahnya ada di sini?”Tawa Gara kian

  • Bukan Pernikahan Palsu   231. Freddy Fernandez

    **Freddy Fernandez.Carissa belum pernah bertemu muka dengan orang ini, jadi ia tidak tahu siapakah gerangan pria berusia sekitar lima atau enam puluh tahun yang memiliki paras begitu menawan itu. Hanya saja dari gerak-geriknya, bisa ditebak bahwa pria itu bukanlah orang sembarangan. Terlebih ditinjau dari barang-barang branded mewah yang menempel di sekujur tubuhnya. Mulai dari suit berwarna abu-abu gelap yang ia kenakan, hingga jam tangan seharga sebuah unit apartemen eksklusif di ibukota. Golongan old money yang mungkin berada satu tingkat di atas strata sosial keluarga Aditama.Meski demikian, Sagara sama sekali tidak repot-repot menampakkan raut segan atau sesuatu. Ia justru melayangkan tatapan tajam kepada si pria setengah baya yang masih diam di ambang pintu. Dan saat itulah Rissa baru menyadari bahwa pria itu dikawal oleh banyak bodyguard di belakangnya.“Selamat sore, Sagara,” ucapnya dengan nada tegas. Suaranya dalam dan berwibawa, sangat mencerminkan sebesar apa dirinya be

  • Bukan Pernikahan Palsu   230. Rumah Sakit Lagi

    **Carissa merasa kesadarannya timbul dan tenggelam. Ia mengerjap perlahan, berusaha membuka kelopak matanya yang terasa perih sekali. Saat atensinya pelan-pelan mulai jelas, ia menyadari bahwa ini adalah tempat yang asing. Kembali, rasa trauma akan tempat asing seperti membuatnya nyaris kembali pingsan. Terlebih lagi, rasa sakit yang hebat di dada seperti mencekik lehernya saat ia bergerak. Pada saat-saat demikian, tanpa sadar perempuan itu menyebut nama satu-satunya sosok yang melekat dalam ingatannya.“Kak Gara ….”Carissa tidak berharap apapun sebab berpikir Aldric masih menyekap dirinya. Ya, itu adalah hal terakhir yang perempuan itu ingat. Namun kemudian, sebuah suara menjawab rintihannya, membuat kesadarannya seperti seketika dijejalkan dengan paksa ke dalam raganya yang remuk redam.“Sayang? Sayang, kamu bangun? Ini aku, aku. Kamu bisa lihat aku, kan?”Rissa menoleh dengan terkejut, mendapati wajah Sagara yang berada sangat dekat. Ia ingin mengulurkan tangan dan menyentuh waja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status