Share

9. Tertangkap Basah

"Carissa, apa foto ini milikmu?"

Carissa yang sudah selesai mencuci piring menoleh ke arah suara Gara di kamar tamu yang semalam ia tempati. Gadis itu bergegas mengayun langkah mendekat.

"Ya, Kak?"

"Ini milikmu?" Gara yang semula berjongkok, berdiri pelan-pelan. Mengulurkan selembar foto kecil itu kepada Carissa yang berdiri di hadapannya.

"Oh ... i-iya, punyaku." Kedua pipi gadis itu bersemu tiba-tiba. Ia menarik lembaran kecil itu dari sela-sela jemari Gara. Tidak berani membalas tatapan yang lebih tua, karena entah mengapa terasa begitu menusuk. "Mungkin aku nggak sengaja jatuhin ini semalam."

"Itu siapamu?"

"Ah?" Carissa tercekat. Ia sempat mendongak sesaat hanya demi menemukan tatapan Gara yang benar-benar setajam belati, kemudian menunduk lagi. "Ini ... mantan tunanganku."

Sebelah alis Gara terangkat kala mendengar penuturan itu. Mantan?

Tatapan mata tajamnya kini terpancang lekat pada foto yang sekarang sedang digenggam erat oleh Rissa.

"I-ini, aku nggak sempet buang. Aku jarang buka-buka dompet soalnya." Entah mengapa Carissa mengatakan hal itu. Padahal ia sendiri juga tahu kalau Gara tidak akan peduli.

Nah, benar. Gara tidak peduli. Lelaki itu hanya mengangkat bahu dengan acuh tak acuh sebelum melangkah pergi meninggalkan Carissa sendirian.

"Kok bisa sih sampai jatuh?" gerutu Carissa bermonolog sepeninggal Gara. Ia meremas foto menyebalkan itu sebelum melemparnya ke dalam tempat sampah terdekat. "Kenapa lagi itu Kak Gara ngeliatnya ngeri banget tadi? Nggak mungkin kan kalau dia kenal sama Abian? Atau malah dipikirnya aku ini perempuan nggak bener?"

Carissa menggeleng lemah. Gadis itu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah beraktifitas di dapur sejak pagi.

Tidak banyak yang bisa Carissa lakukan setelahnya. Ia tidak merasa perlu memindahkan beberapa potong pakaian yang dibawanya dari koper ke dalam lemari. Dipikirnya, dirinya hanya akan tinggal sementara di tempat ini. Maka dari itu, setelah selesai membersihkan setiap sudut apartemen yang sesungguhnya tidak perlu —karena sudah sangat bersih— Rissa hanya duduk diam di atas ranjang kamar tamu yang dingin. Tidak tahu harus melakukan apa lagi. Dan karenanya ia jadi melamun lagi, memikirkan segala kejadian yang sudah lalu.

Kemana dirinya akan pergi setelah ini?

Klek!

Carissa tersentak sedikit kala mendengar suara pintu yang terbuka. Ini masih pukul lima sore, dan Gara tadi pagi berkata tidak akan pulang malam ini. Ah, apa mungkin lelaki itu berubah pikiran?

"Kak? Katanya nggak pulang?" Gadis itu bertanya seraya buru-buru keluar dari kamar tamu. Mungkin Gara perlu disiapkan sesuatu. Carissa tahu diri, ia tak keberatan berposisi sebagai asisten rumah tangga untuk sementara waktu.

"Kakak perlu sesuatu?"

Carissa menyambut seseorang yang baru saja memasuki pintu apartemen. Dan segera saja ia mematung di sana, berdiri berhadapan dengan seseorang yang sama sekali bukan Sagara.

"Siapa kamu?"

Carissa tercekat, memandang terkejut kepada seorang wanita di hadapannya. Wanita setengah baya yang cantik, anggun, dan jelas sekali bukan orang sembarangan. Segala benda yang menempel di sekujur tubuh wanita itu menunjukkan dari kelas sosial mana ia berasal.

"Kamu siapa?" Wanita itu mengulangi dengan suara terkejut. "Sedang apa di dalam kamar apartemen putraku?"

Seluruh tubuh Carissa mendadak Kaku kala mengetahui wanita ini adalah ibunya Sagara.

"S-saya ... emm ... "

"Jangan-jangan kamu pacarnya Gara? Astaga, anak itu!" Wanita itu memijit pelipisnya sebelum terhuyung ke arah sofa. Selama beberapa saat, ia duduk diam di sana dengan wajah shock, sementara Carissa masih berdiri menunduk sambil memilin-milin ujung bajunya.

"S-saya bukan pacarnya Kak Gara, Bu ... " Suara Carissa mencicit ketakutan. Gadis itu sama sekali tidak berani mengangkat wajah.

"Kalau bukan pacarnya, terus siapa?"

"Saya–"

"Apa mungkin Gara udah berani bawa pulang wanita panggilan? Astaga!"

"Bu–bukan, saya bukan wanita panggilan!"

Wanita itu tidak mengindahkan penyangkalan Carissa sama sekali. Hanya terbelalak shock sambil sesekali menggerutu dan melemparkan tatapan mencela kepada si gadis yang masih menunduk ketakutan.

"Nggak. Aku nggak bisa langsung usir aja. Gara harus jelaskan semua ini," gumam wanita itu seraya menarik ponsel dari dalam dompet mewahnya. Masih dengan jemari memijit-mijit pelipis, ia berkata keras kepada Gara yang berada di seberang sana, melalui sambungan telepon.

"Gara, apa-apaan kamu ini? Mami nggak tau kalau ternyata begini kelakuanmu!"

Carissa tidak bisa mendengar suara Gara, tapi wanita cantik itu masih melanjutkan marah-marahnya.

"Apa, apa! Pulang ke apartemen sekarang dan jelasin semua ini sama Mami! Nggak, Mami nggak mau denger lewat telepon. Kamu ke sini sekarang juga!"

Carissa semakin menciut ketakutan. Sebelumnya, Gara sudah berpesan kepadanya agar keberadaannya tidak diketahui oleh siapapun. Sekarang, justru orang pertama yang dihindari Gara yang menemukan gadis itu dalam apartemen.

Carissa punya firasat bahwa Gara akan mengusirnya mentah-mentah setelah ini.

Detik-detik berlalu dalam keheningan yang mencekam saat Carissa terpojok dalam tatapan menusuk wanita cantik itu. Bahkan untuk menjelaskan siapa dirinya pun Rissa tidak berani.

Hingga berpuluh-puluh menit penuh tekanan kemudian, pintu apartemen kembali terbuka dengan sosok Sagara muncul dari baliknya.

"Mami ... "

"Apa ini?"

Lutut Rissa terasa lemas menghadapi dua orang yang sama-sama punya aura menakutkan itu. Ia merasa seperti seorang terdakwa di hadapan hakim agung, yang sebentar lagi akan melemparkan dirinya ke dalam jeruji besi.

"Jadi ini alasan kamu selalu membangkang kata-kata Mami selama ini, Gara?"

"Mi ... biar Gara jelaskan dulu."

"Mami nggak nyangka kamu sepicik itu. Bilang sama Mami kalau kamu udah punya pacar. Bukannya malah marah-marah nentang Mami terus nggak pulang. Ujung-ujungnya malah sembunyiin dia di sini. Kamu mau bikin Mami kena serangan jantung, ha?"

Carissa masih menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya. Ia sudah pasrah dan akan menerima saja apapun yang terjadi. Mungkin memang sudah jalan takdirnya terlunta-lunta di jalanan.

Namun kemudian, yang Rissa rasakan justru rangkulan di bahunya. Rissa memandang Gara dengan bingung. Namun, belum sempat memproses semuanya, lagi-lagi Rissa tersentak oleh ucapan asal Gara. 

"Iya, Mi. Ini pacarnya Gara."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yusifah
lanjutan cerita ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status