Share

9. Tertangkap Basah

last update Last Updated: 2022-12-27 12:22:53

"Carissa, apa foto ini milikmu?"

Carissa yang sudah selesai mencuci piring menoleh ke arah suara Gara di kamar tamu yang semalam ia tempati. Gadis itu bergegas mengayun langkah mendekat.

"Ya, Kak?"

"Ini milikmu?" Gara yang semula berjongkok, berdiri pelan-pelan. Mengulurkan selembar foto kecil itu kepada Carissa yang berdiri di hadapannya.

"Oh ... i-iya, punyaku." Kedua pipi gadis itu bersemu tiba-tiba. Ia menarik lembaran kecil itu dari sela-sela jemari Gara. Tidak berani membalas tatapan yang lebih tua, karena entah mengapa terasa begitu menusuk. "Mungkin aku nggak sengaja jatuhin ini semalam."

"Itu siapamu?"

"Ah?" Carissa tercekat. Ia sempat mendongak sesaat hanya demi menemukan tatapan Gara yang benar-benar setajam belati, kemudian menunduk lagi. "Ini ... mantan tunanganku."

Sebelah alis Gara terangkat kala mendengar penuturan itu. Mantan?

Tatapan mata tajamnya kini terpancang lekat pada foto yang sekarang sedang digenggam erat oleh Rissa.

"I-ini, aku nggak sempet buang. Aku jarang buka-buka dompet soalnya." Entah mengapa Carissa mengatakan hal itu. Padahal ia sendiri juga tahu kalau Gara tidak akan peduli.

Nah, benar. Gara tidak peduli. Lelaki itu hanya mengangkat bahu dengan acuh tak acuh sebelum melangkah pergi meninggalkan Carissa sendirian.

"Kok bisa sih sampai jatuh?" gerutu Carissa bermonolog sepeninggal Gara. Ia meremas foto menyebalkan itu sebelum melemparnya ke dalam tempat sampah terdekat. "Kenapa lagi itu Kak Gara ngeliatnya ngeri banget tadi? Nggak mungkin kan kalau dia kenal sama Abian? Atau malah dipikirnya aku ini perempuan nggak bener?"

Carissa menggeleng lemah. Gadis itu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah beraktifitas di dapur sejak pagi.

Tidak banyak yang bisa Carissa lakukan setelahnya. Ia tidak merasa perlu memindahkan beberapa potong pakaian yang dibawanya dari koper ke dalam lemari. Dipikirnya, dirinya hanya akan tinggal sementara di tempat ini. Maka dari itu, setelah selesai membersihkan setiap sudut apartemen yang sesungguhnya tidak perlu —karena sudah sangat bersih— Rissa hanya duduk diam di atas ranjang kamar tamu yang dingin. Tidak tahu harus melakukan apa lagi. Dan karenanya ia jadi melamun lagi, memikirkan segala kejadian yang sudah lalu.

Kemana dirinya akan pergi setelah ini?

Klek!

Carissa tersentak sedikit kala mendengar suara pintu yang terbuka. Ini masih pukul lima sore, dan Gara tadi pagi berkata tidak akan pulang malam ini. Ah, apa mungkin lelaki itu berubah pikiran?

"Kak? Katanya nggak pulang?" Gadis itu bertanya seraya buru-buru keluar dari kamar tamu. Mungkin Gara perlu disiapkan sesuatu. Carissa tahu diri, ia tak keberatan berposisi sebagai asisten rumah tangga untuk sementara waktu.

"Kakak perlu sesuatu?"

Carissa menyambut seseorang yang baru saja memasuki pintu apartemen. Dan segera saja ia mematung di sana, berdiri berhadapan dengan seseorang yang sama sekali bukan Sagara.

"Siapa kamu?"

Carissa tercekat, memandang terkejut kepada seorang wanita di hadapannya. Wanita setengah baya yang cantik, anggun, dan jelas sekali bukan orang sembarangan. Segala benda yang menempel di sekujur tubuh wanita itu menunjukkan dari kelas sosial mana ia berasal.

"Kamu siapa?" Wanita itu mengulangi dengan suara terkejut. "Sedang apa di dalam kamar apartemen putraku?"

Seluruh tubuh Carissa mendadak Kaku kala mengetahui wanita ini adalah ibunya Sagara.

"S-saya ... emm ... "

"Jangan-jangan kamu pacarnya Gara? Astaga, anak itu!" Wanita itu memijit pelipisnya sebelum terhuyung ke arah sofa. Selama beberapa saat, ia duduk diam di sana dengan wajah shock, sementara Carissa masih berdiri menunduk sambil memilin-milin ujung bajunya.

"S-saya bukan pacarnya Kak Gara, Bu ... " Suara Carissa mencicit ketakutan. Gadis itu sama sekali tidak berani mengangkat wajah.

"Kalau bukan pacarnya, terus siapa?"

"Saya–"

"Apa mungkin Gara udah berani bawa pulang wanita panggilan? Astaga!"

"Bu–bukan, saya bukan wanita panggilan!"

Wanita itu tidak mengindahkan penyangkalan Carissa sama sekali. Hanya terbelalak shock sambil sesekali menggerutu dan melemparkan tatapan mencela kepada si gadis yang masih menunduk ketakutan.

"Nggak. Aku nggak bisa langsung usir aja. Gara harus jelaskan semua ini," gumam wanita itu seraya menarik ponsel dari dalam dompet mewahnya. Masih dengan jemari memijit-mijit pelipis, ia berkata keras kepada Gara yang berada di seberang sana, melalui sambungan telepon.

"Gara, apa-apaan kamu ini? Mami nggak tau kalau ternyata begini kelakuanmu!"

Carissa tidak bisa mendengar suara Gara, tapi wanita cantik itu masih melanjutkan marah-marahnya.

"Apa, apa! Pulang ke apartemen sekarang dan jelasin semua ini sama Mami! Nggak, Mami nggak mau denger lewat telepon. Kamu ke sini sekarang juga!"

Carissa semakin menciut ketakutan. Sebelumnya, Gara sudah berpesan kepadanya agar keberadaannya tidak diketahui oleh siapapun. Sekarang, justru orang pertama yang dihindari Gara yang menemukan gadis itu dalam apartemen.

Carissa punya firasat bahwa Gara akan mengusirnya mentah-mentah setelah ini.

Detik-detik berlalu dalam keheningan yang mencekam saat Carissa terpojok dalam tatapan menusuk wanita cantik itu. Bahkan untuk menjelaskan siapa dirinya pun Rissa tidak berani.

Hingga berpuluh-puluh menit penuh tekanan kemudian, pintu apartemen kembali terbuka dengan sosok Sagara muncul dari baliknya.

"Mami ... "

"Apa ini?"

Lutut Rissa terasa lemas menghadapi dua orang yang sama-sama punya aura menakutkan itu. Ia merasa seperti seorang terdakwa di hadapan hakim agung, yang sebentar lagi akan melemparkan dirinya ke dalam jeruji besi.

"Jadi ini alasan kamu selalu membangkang kata-kata Mami selama ini, Gara?"

"Mi ... biar Gara jelaskan dulu."

"Mami nggak nyangka kamu sepicik itu. Bilang sama Mami kalau kamu udah punya pacar. Bukannya malah marah-marah nentang Mami terus nggak pulang. Ujung-ujungnya malah sembunyiin dia di sini. Kamu mau bikin Mami kena serangan jantung, ha?"

Carissa masih menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya. Ia sudah pasrah dan akan menerima saja apapun yang terjadi. Mungkin memang sudah jalan takdirnya terlunta-lunta di jalanan.

Namun kemudian, yang Rissa rasakan justru rangkulan di bahunya. Rissa memandang Gara dengan bingung. Namun, belum sempat memproses semuanya, lagi-lagi Rissa tersentak oleh ucapan asal Gara. 

"Iya, Mi. Ini pacarnya Gara."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yusifah
lanjutan cerita ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan Palsu   Extra Part 2

    **Sagara berlari kencang menyusuri deretan kursi-kursi ruang tunggu bandara. Ia menerabas palang pintu dan tiba tepat sebelum gate keberangkatan akan ditutup. Dengan napas memburu, pria itu menyerahkan boarding pass-nya kepada pramugari yang menatap tak habis pikir. Meski demikian, pramugari cantik itu tidak mengatakan apapun dan memilih bekerja dalam diam sebab tahu bahwa penumpang yang ini bukanlah orang sembarangan. Ia hanya menampakkan seulas senyum kecut.“Silakan duduk di tempat yang sudah anda reservasi, Pak,” ucap si pramugari, mempersilahkan Gara masuk, sebelum kemudian menyudahi proses check-in terakhir. Menghela napas lega, Gara kemudian melangkah masuk dan menghempaskan tubuh berkeringatnya di kursi penumpang yang berada di samping jendela pesawat. Menata napasnya yang tadi sempat terputus-putus.“Rissa, tunggu sebentar ya, Sayang. Aku pulang,” bisiknya sembari memejamkan mata. Jantungnya menderu seperti suara mesin pesawat yang sudah menyala. Ia merapalkan doa, semoga ma

  • Bukan Pernikahan Palsu   Extra Part

    **Abian tersenyum saat meletakkan sebuah foto ke dalam kotak besar bersama bermacam-macam benda lain di dalamnya. Boneka, buku diary, baju, dan semacam itu. Ia pandangi baik-baik foto tersebut dengan senyum yang belum lindap.“Maaf dan terimakasih,” bisiknya bermonolog sementara masih menatap lekat fotonya. “Kamu selalu akan jadi kenangan indah buat aku, Ris. Kamu perempuan terbaik yang pernah aku miliki, tapi Sagara adalah pria terbaik yang dipilihkan Tuhan untukmu.” Abian mengusap foto dirinya dan Rissa itu dengan sayang. “Berbahagialah selalu. Terimakasih masih menjadi bagian dari keluargaku meski kamu nggak bersamaku. Tetaplah hidup bahagia, menjadi pendamping kakakku, ya. Aku tahu dengan lembutnya tutur kata dan tindakanmu, hati batu manusia satu itu pasti bisa meleleh.”Abian menutup kotak tersebut. Kotak yang berisi barang-barang kenangannya dengan sang mantan kekasih.“Nggak ada lagi yang perlu disesalkan sesudah ini. Aku dan Rissa sudah hidup sendiri-sendiri dengan baik. Dia

  • Bukan Pernikahan Palsu   233. Everything's Gonna Be Okay

    **Matahari bersinar dengan cerah saat Rissa menarik terbuka tirai tebal yang menutupi jendela kamarnya. Pemandangan di balik kaca jendela itu membuatnya tersenyum. Para maid berlalu lalang di bawah, menata meja dan kursi serta dekorasi cantik di tengah halaman belakang mansion. Sepertinya akan ada acara di sana.Suara derit pintu yang terbuka membuat Rissa mengalihkan atensi. Sagara datang sembari menggendong putri kecilnya.“Good morning, Mama,” ucapnya disertai senyum manis. Sementara Stella seketika mengoceh sembari menggapai-gapaikan tangan mungilnya begitu melihat sang ibu.“Good morning my angels.” Rissa melangkah mendekat. Ia ulurkan tangan, menyambut putri kecilnya yang melonjak-lonjak senang.“Tidur nyenyak, Sayang?” Gara memberikan kening istrinya kecupan kecil.“Banget. Maaf kamu jadi bangun duluan dan ngurus Stella pagi-pagi ya, Kak?”“Aku kan ayahnya Stella, jadi ya memang sudah kewajibanku ngurus dia. She is our child, not only yours or mine, Rissa. Kita bikin berdua, j

  • Bukan Pernikahan Palsu   232. Prasangka Yang Salah

    **Carissa sudah tenang saat Sagara kembali ke ruangan di mana ia dirawat. Seorang suster yang menemani mohon diri untuk keluar dengan menyembunyikan pipinya yang merona begitu pria rupawan itu masuk. Benar, walau kini Gara sudah bukan lagi bujangan, sudah memiliki seorang istri dan putri kecil yang cantik, namun pesonanya justru bertambah-tambah. Seringkali membuat Rissa jengkel sebab para perempuan itu seperti tak sungkan-sungkan menunjukkan rasa ketertarikan mereka kepada suaminya.“Jangan cemberut begitu, Sayang,” kata Gara, yang seperti biasa, sangat peka melihat perubahan raut wajah istrinya.“Makanya kamu biasa aja, nggak usah seramah itu,” cetus Rissa, semakin cemberut.Gara terkekeh pelan sembari melangkah mendekat kepada wanitanya yang duduk di atas ranjang. “Ya masa orang senyum nggak disenyumin balik. Itu namanya kan sombong.”“Mending dianggap sombong daripada kamu baperin anak orang begitu. Pura-pura nggak tahu apa gimana kalau pemilik sahnya ada di sini?”Tawa Gara kian

  • Bukan Pernikahan Palsu   231. Freddy Fernandez

    **Freddy Fernandez.Carissa belum pernah bertemu muka dengan orang ini, jadi ia tidak tahu siapakah gerangan pria berusia sekitar lima atau enam puluh tahun yang memiliki paras begitu menawan itu. Hanya saja dari gerak-geriknya, bisa ditebak bahwa pria itu bukanlah orang sembarangan. Terlebih ditinjau dari barang-barang branded mewah yang menempel di sekujur tubuhnya. Mulai dari suit berwarna abu-abu gelap yang ia kenakan, hingga jam tangan seharga sebuah unit apartemen eksklusif di ibukota. Golongan old money yang mungkin berada satu tingkat di atas strata sosial keluarga Aditama.Meski demikian, Sagara sama sekali tidak repot-repot menampakkan raut segan atau sesuatu. Ia justru melayangkan tatapan tajam kepada si pria setengah baya yang masih diam di ambang pintu. Dan saat itulah Rissa baru menyadari bahwa pria itu dikawal oleh banyak bodyguard di belakangnya.“Selamat sore, Sagara,” ucapnya dengan nada tegas. Suaranya dalam dan berwibawa, sangat mencerminkan sebesar apa dirinya be

  • Bukan Pernikahan Palsu   230. Rumah Sakit Lagi

    **Carissa merasa kesadarannya timbul dan tenggelam. Ia mengerjap perlahan, berusaha membuka kelopak matanya yang terasa perih sekali. Saat atensinya pelan-pelan mulai jelas, ia menyadari bahwa ini adalah tempat yang asing. Kembali, rasa trauma akan tempat asing seperti membuatnya nyaris kembali pingsan. Terlebih lagi, rasa sakit yang hebat di dada seperti mencekik lehernya saat ia bergerak. Pada saat-saat demikian, tanpa sadar perempuan itu menyebut nama satu-satunya sosok yang melekat dalam ingatannya.“Kak Gara ….”Carissa tidak berharap apapun sebab berpikir Aldric masih menyekap dirinya. Ya, itu adalah hal terakhir yang perempuan itu ingat. Namun kemudian, sebuah suara menjawab rintihannya, membuat kesadarannya seperti seketika dijejalkan dengan paksa ke dalam raganya yang remuk redam.“Sayang? Sayang, kamu bangun? Ini aku, aku. Kamu bisa lihat aku, kan?”Rissa menoleh dengan terkejut, mendapati wajah Sagara yang berada sangat dekat. Ia ingin mengulurkan tangan dan menyentuh waja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status