Share

Mewarisi Uang 900 Triliun

Maaf, Anda sepertinya salah kamar," ucap Dannis. Ia sama sekali tidak mengenal lelaki yang berdiri di depan pintunya itu.

Sayangnya ketika Dannis menolak kehadiran lelaki itu, justru ia malah datang menghampiri Dannis dan membantunya untuk memilah barang. Wajah Dannis terlihat heran dan bingung. Ia takut bila lelaki yang ada di depannya itu merupakan bagian si dikira orang jahat. 

"Ti–tidak perlu, biar saya saja." Dannis memaksa dengan mengambil paksa barang yang dipegang lelaki itu. 

"Tidak perlu sungkan, saya adalah orang yang dipercaya oleh ayah Anda," ungkapnya. Lelaki itu tersenyum lagi. 

"Ayah? Ma–maaf, tapi aku sudah tidak mengenal ayahku sejak bayi. Aku tinggal di panti asuhan dari bayi hingga SMP kelas 3. Yang kutahu, kepala panti asuhan bilang padaku bila orang tuaku sudah meninggal sejak lama," ungkap Dannis. 

Lelaki itu menepuk pundak cowok di depannya. Ia meminta kepada Dannis untuk duduk sebentar dan mendengarkan apa yang ia coba katakan. Identitas aslinya adalah Arjuna Brata, kepala bodyguard keluarga Kartanegara. Umurnya kira-kira 30 tahun. Perawakannya tinggi besar dengan lekukan otot di setiap tubuhnya, namun ia memiliki wajah manis dan tampan.

Ia datang untuk menjelaskan kepada Dannis perihal wasiat yang telah diberikan ayahnya, tuan Alex Kartanegara. Arjuna atau biasa dipanggil Juna memberitahukan Dannis soal surat wasiat itu. Ia ingin agar cowok di depannya membaca surat itu terlebih dahulu.

"Bacalah, itu surat resmi yang ditinggalkan oleh ayahmu." Juna memberikan suratnya.

Dannis tidak langsung mengambil suratnya. Ia sedikit ragu atas ucapan bodyguard berotot di depannya. Namun apa salahnya dengan membacanya. Ia pun memberanikan diri untuk membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya. 

Jujur saja, ia tidak mengenal ayahnya. Bahkan ketika ada nama Alex Kartanegara tertera di dalam surat itu, ia tidak mengenalnya. Dalam surat itu dijelaskan bila Dannis berhak atas kekayaan yang dimiliki kedua orang tuanya. Alex Kartanegara telah menyisihkan beberapa hal seperti uang, aset berupa rumah, apartemen, kendaraan dan perusahaan pribadi yang terlepas dari aset keluarga besar Kartanegara. 

Bisa dibilang, semua harta yang tertera di dalam wasiat itu akan jatuh ke tangan Dannis. Namun itu bukanlah inti dari suratnya. Juna menjelaskan bila ada hal besar yang harus diketahui oleh Dannis. 

"Orang tuamu tidak sengaja meninggalkanmu di lantai asuhan. Mereka meminta ayahku yang merupakan kepala pengawal ayahmu dulu untuk menitipkanmu di panti asuhan di daerah. Ia tahu bila ada konspirasi busuk yang akan berujung pada nyawa keluarganya," ungkap Juna. 

"Apa maksudmu? Aku tidak paham sama sekali. Ayah menitipkanku karena takut akan sesuatu?" Pikir Dannis. 

"Orang tuamu meninggal karena kecelakaan mobil di jalan tol. Banyak yang mengira bila itu merupakan kecelakaan tunggal atau seperti terjadi karena kelalaian dari supirnya. Namun setelah aku menyelidiki beberapa hal, aku baru tahu bila kecelakaan itu dirancang agar terlihat seperti kecelakaan tunggal atau terjadi karena kelalaian pengendara," ungkap Juna. 

"A–apa?! Ja–jadi mereka meninggal karena itu? Kukira mereka meninggal karena kecelakaan pesawat. Itu yang aku tahu dari kepala panti asuhan." Tercengang, Dannis membuka lebar mulutnya seakan tidak mempercayainya. 

Lalu ia pun berpikir. Siapa yang tega berbuat seperti itu. Kecelakaan yang dialami oleh orang tuanya ternyata adalah bentuk percobaan pembunuhan dengan cara memanipulasi kendaraan yang digunakan oleh orang tuanya. 

"Lalu, apa pelakunya sudah ditangkap?" Dannis balik bertanya. 

"Tidak… tidak ada pelaku yang dijebloskan ke penjara. Kecelakaan itu sudah diputuskan sebagai kelalaian sang supir, yaitu ayahku. Karena ayahku sudah meninggal, maka tersangka yang semula dibebankan ke ayahku dihilangkan. Akhirnya kasus pun ditutup." Juna terlihat menundukkan kepalanya sambil mengepal erat kedua tangannya. Ada dendam dan sakit hati yang ia bawa atas kesalahan yang tidak pernah dilakukan oleh ayahnya. 

"Itu gila! Bila kau yakin itu bukanlah kecelakaan, lalu kenapa kasusnya tidak diusut tuntas!" Dannis tampak kesal. 

"Karena dalangnya kemungkinan berada di dalam keluarga besar Kartanegara," sela Juna. 

Ketika mendengar hal itu, Dannis terkejut. Ia melepaskan beberapa barang yang sedang ia genggam. Dirinya tidak mengira bila ada musuh di dalam selimut. Keluarga besar yang belum pernah ia temui diindikasi sebagai penyebab kematian kedua orangtuanya. Dan mungkin itu juga alasannya kenapa ia harus hidup menderita di panti asuhan. 

"Aku mengerti… jadi ini persoalan klasik, 'kan?" Ia menoleh. 

"Ya, ini semua kemungkinan terjadi karena perebutan hak waris," ungkap Juna. 

"Dasar! Kenapa seharian ini hidupku harus dibebani oleh masalah uang!" Ia mengumpat dirinya sendiri. Dannis tidak menyangka bila hidupnya hancur karena masalah harta. 

Arjuna menyerahkan satu dokumen lengkap yang diselipkan di dalam map bersampul kulit. Ia meminta kepada Dannis untuk menandatangani dokumen di dalam map itu. 

"Apa ini?" Tanya Dannis.

"Buka, baca dan tandatangani saja. Dengan begitu kita berdua akan terikat sebagai kepala pelayan dan tuan muda," pikir Juna. 

Dannis segera membuka map itu. Ia tidak menyangka bila ada sebuah kertas yang menyatakan bila dirinya adalah pewaris yang sah atas semua harta milik Alex Kartanegara dan juga Diana Ningrat. Uang tabungan sebanyak 900 triliun tersemat jelas di barisan kalimat surat itu. Dan lagi itu tidak termasuk dengan aset lainnya. 

"T–tunggu sebentar… apa ini semua harta yang ditinggalkan ayahku?" Dannis bertanya lagi sebelum ia menandatangani dokumen itu. Ucapannya terbata-bata, seakan tidak menyangka bila ia bisa mewarisi semuanya. 

"Itu benar. Maka dari itu, cepat tandatangani, lalu kita segera berkemas dan pergi ke apartemen milik ayahmu," ungkap Juna. 

Senyum tipis merekah dari bibir mungil Dannis. Tanpa ragu ia menggoreskan tinta dari pulpen yang ia pegang. Ketika namanya sudah tertera di atas kertas itu, entah kenapa semua beban hidupnya seakan terangkat. Saat ini ia telah merangkap sebagai orang kaya baru. Mahasiswa gembel yang tersemat padanya telah berakhir detik itu juga. 

"Baiklah, selanjutnya biar aku yang mengurus dokumen ini. Dan lagi, kakekmu masih hidup. Tolong temui dia, karena ia yang menyuruhku untuk menyembunyikan keberadaanmu sampai sekarang," ungkap Juna. Ia segera berdiri dan merapikan setelan jasnya. 

"Kakek? Jadi dia yang menjagaku dari jauh?" Pikirnya. Meski begitu, Dannis tidak mengenal kakeknya. 

Arjuna akhirnya meminta tuan mudanya untuk turun bersamanya. Dannis membiarkan semua barangnya yang telah hancur begitu saja. Ia pergi hanya membawa dirinya. 

Ketika sampai di dalam mobil, Juna menyarankan kepada bosnya untuk pergi ke rumah sakit dahulu. Ia juga meminta kepada bosnya untuk berbelanja sebelum pulang ke apartemen. 

"Baiklah, aku mengerti." Dannis menurut saja. 

Ketika ia membuka grup jurusan, foto yang diambil oleh Aryo tersebar dan begitu banyak komentar yang berdatangan. Banyak yang menghina dirinya dan mengumpatnya tanpa tahu kejadian sebenarnya. 

"Awas kau! Aku akan membalasnya!" Dannis mengumpat dalam hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status