Accueil / Urban / Bukan Pewaris Biasa / Mewarisi Uang 900 Triliun

Share

Mewarisi Uang 900 Triliun

Auteur: Mangata
last update Dernière mise à jour: 2023-07-26 17:32:12

Maaf, Anda sepertinya salah kamar," ucap Dannis. Ia sama sekali tidak mengenal lelaki yang berdiri di depan pintunya itu.

Sayangnya ketika Dannis menolak kehadiran lelaki itu, justru ia malah datang menghampiri Dannis dan membantunya untuk memilah barang. Wajah Dannis terlihat heran dan bingung. Ia takut bila lelaki yang ada di depannya itu merupakan bagian si dikira orang jahat. 

"Ti–tidak perlu, biar saya saja." Dannis memaksa dengan mengambil paksa barang yang dipegang lelaki itu. 

"Tidak perlu sungkan, saya adalah orang yang dipercaya oleh ayah Anda," ungkapnya. Lelaki itu tersenyum lagi. 

"Ayah? Ma–maaf, tapi aku sudah tidak mengenal ayahku sejak bayi. Aku tinggal di panti asuhan dari bayi hingga SMP kelas 3. Yang kutahu, kepala panti asuhan bilang padaku bila orang tuaku sudah meninggal sejak lama," ungkap Dannis. 

Lelaki itu menepuk pundak cowok di depannya. Ia meminta kepada Dannis untuk duduk sebentar dan mendengarkan apa yang ia coba katakan. Identitas aslinya adalah Arjuna Brata, kepala bodyguard keluarga Kartanegara. Umurnya kira-kira 30 tahun. Perawakannya tinggi besar dengan lekukan otot di setiap tubuhnya, namun ia memiliki wajah manis dan tampan.

Ia datang untuk menjelaskan kepada Dannis perihal wasiat yang telah diberikan ayahnya, tuan Alex Kartanegara. Arjuna atau biasa dipanggil Juna memberitahukan Dannis soal surat wasiat itu. Ia ingin agar cowok di depannya membaca surat itu terlebih dahulu.

"Bacalah, itu surat resmi yang ditinggalkan oleh ayahmu." Juna memberikan suratnya.

Dannis tidak langsung mengambil suratnya. Ia sedikit ragu atas ucapan bodyguard berotot di depannya. Namun apa salahnya dengan membacanya. Ia pun memberanikan diri untuk membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya. 

Jujur saja, ia tidak mengenal ayahnya. Bahkan ketika ada nama Alex Kartanegara tertera di dalam surat itu, ia tidak mengenalnya. Dalam surat itu dijelaskan bila Dannis berhak atas kekayaan yang dimiliki kedua orang tuanya. Alex Kartanegara telah menyisihkan beberapa hal seperti uang, aset berupa rumah, apartemen, kendaraan dan perusahaan pribadi yang terlepas dari aset keluarga besar Kartanegara. 

Bisa dibilang, semua harta yang tertera di dalam wasiat itu akan jatuh ke tangan Dannis. Namun itu bukanlah inti dari suratnya. Juna menjelaskan bila ada hal besar yang harus diketahui oleh Dannis. 

"Orang tuamu tidak sengaja meninggalkanmu di lantai asuhan. Mereka meminta ayahku yang merupakan kepala pengawal ayahmu dulu untuk menitipkanmu di panti asuhan di daerah. Ia tahu bila ada konspirasi busuk yang akan berujung pada nyawa keluarganya," ungkap Juna. 

"Apa maksudmu? Aku tidak paham sama sekali. Ayah menitipkanku karena takut akan sesuatu?" Pikir Dannis. 

"Orang tuamu meninggal karena kecelakaan mobil di jalan tol. Banyak yang mengira bila itu merupakan kecelakaan tunggal atau seperti terjadi karena kelalaian dari supirnya. Namun setelah aku menyelidiki beberapa hal, aku baru tahu bila kecelakaan itu dirancang agar terlihat seperti kecelakaan tunggal atau terjadi karena kelalaian pengendara," ungkap Juna. 

"A–apa?! Ja–jadi mereka meninggal karena itu? Kukira mereka meninggal karena kecelakaan pesawat. Itu yang aku tahu dari kepala panti asuhan." Tercengang, Dannis membuka lebar mulutnya seakan tidak mempercayainya. 

Lalu ia pun berpikir. Siapa yang tega berbuat seperti itu. Kecelakaan yang dialami oleh orang tuanya ternyata adalah bentuk percobaan pembunuhan dengan cara memanipulasi kendaraan yang digunakan oleh orang tuanya. 

"Lalu, apa pelakunya sudah ditangkap?" Dannis balik bertanya. 

"Tidak… tidak ada pelaku yang dijebloskan ke penjara. Kecelakaan itu sudah diputuskan sebagai kelalaian sang supir, yaitu ayahku. Karena ayahku sudah meninggal, maka tersangka yang semula dibebankan ke ayahku dihilangkan. Akhirnya kasus pun ditutup." Juna terlihat menundukkan kepalanya sambil mengepal erat kedua tangannya. Ada dendam dan sakit hati yang ia bawa atas kesalahan yang tidak pernah dilakukan oleh ayahnya. 

"Itu gila! Bila kau yakin itu bukanlah kecelakaan, lalu kenapa kasusnya tidak diusut tuntas!" Dannis tampak kesal. 

"Karena dalangnya kemungkinan berada di dalam keluarga besar Kartanegara," sela Juna. 

Ketika mendengar hal itu, Dannis terkejut. Ia melepaskan beberapa barang yang sedang ia genggam. Dirinya tidak mengira bila ada musuh di dalam selimut. Keluarga besar yang belum pernah ia temui diindikasi sebagai penyebab kematian kedua orangtuanya. Dan mungkin itu juga alasannya kenapa ia harus hidup menderita di panti asuhan. 

"Aku mengerti… jadi ini persoalan klasik, 'kan?" Ia menoleh. 

"Ya, ini semua kemungkinan terjadi karena perebutan hak waris," ungkap Juna. 

"Dasar! Kenapa seharian ini hidupku harus dibebani oleh masalah uang!" Ia mengumpat dirinya sendiri. Dannis tidak menyangka bila hidupnya hancur karena masalah harta. 

Arjuna menyerahkan satu dokumen lengkap yang diselipkan di dalam map bersampul kulit. Ia meminta kepada Dannis untuk menandatangani dokumen di dalam map itu. 

"Apa ini?" Tanya Dannis.

"Buka, baca dan tandatangani saja. Dengan begitu kita berdua akan terikat sebagai kepala pelayan dan tuan muda," pikir Juna. 

Dannis segera membuka map itu. Ia tidak menyangka bila ada sebuah kertas yang menyatakan bila dirinya adalah pewaris yang sah atas semua harta milik Alex Kartanegara dan juga Diana Ningrat. Uang tabungan sebanyak 900 triliun tersemat jelas di barisan kalimat surat itu. Dan lagi itu tidak termasuk dengan aset lainnya. 

"T–tunggu sebentar… apa ini semua harta yang ditinggalkan ayahku?" Dannis bertanya lagi sebelum ia menandatangani dokumen itu. Ucapannya terbata-bata, seakan tidak menyangka bila ia bisa mewarisi semuanya. 

"Itu benar. Maka dari itu, cepat tandatangani, lalu kita segera berkemas dan pergi ke apartemen milik ayahmu," ungkap Juna. 

Senyum tipis merekah dari bibir mungil Dannis. Tanpa ragu ia menggoreskan tinta dari pulpen yang ia pegang. Ketika namanya sudah tertera di atas kertas itu, entah kenapa semua beban hidupnya seakan terangkat. Saat ini ia telah merangkap sebagai orang kaya baru. Mahasiswa gembel yang tersemat padanya telah berakhir detik itu juga. 

"Baiklah, selanjutnya biar aku yang mengurus dokumen ini. Dan lagi, kakekmu masih hidup. Tolong temui dia, karena ia yang menyuruhku untuk menyembunyikan keberadaanmu sampai sekarang," ungkap Juna. Ia segera berdiri dan merapikan setelan jasnya. 

"Kakek? Jadi dia yang menjagaku dari jauh?" Pikirnya. Meski begitu, Dannis tidak mengenal kakeknya. 

Arjuna akhirnya meminta tuan mudanya untuk turun bersamanya. Dannis membiarkan semua barangnya yang telah hancur begitu saja. Ia pergi hanya membawa dirinya. 

Ketika sampai di dalam mobil, Juna menyarankan kepada bosnya untuk pergi ke rumah sakit dahulu. Ia juga meminta kepada bosnya untuk berbelanja sebelum pulang ke apartemen. 

"Baiklah, aku mengerti." Dannis menurut saja. 

Ketika ia membuka grup jurusan, foto yang diambil oleh Aryo tersebar dan begitu banyak komentar yang berdatangan. Banyak yang menghina dirinya dan mengumpatnya tanpa tahu kejadian sebenarnya. 

"Awas kau! Aku akan membalasnya!" Dannis mengumpat dalam hatinya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bukan Pewaris Biasa   Pertarungan Final! (TAMAT)

    “Mereka terlalu banyak!” Anya begitu kesulitan untuk menembak para Jager selama sniper itu masih ada. “Kau harus bunuh snipernya terlebih dulu!” Anya berteriak dari balkon lantai tiga. “Aku tahu!” Dannis yang masih baru pertama kali menggunakan senjata sniper itu tampak kaku ketika membunuh beberapa Jager yang mendekat. Meski begitu, pelatihan yang ia lakukan dengan Rosella tidaklah gagal. Dannis tahu tentang sniper yang ada di lantai tiga itu. Ia tahu kalau sniper itu yang membunuh Aden di tragedi lautan api. Saat Rosella membidiknya, ia juga ikut melihat perawakan sniper itu. Tapi masalahnya, kemampuan sniper itu jauh diatasnya. Ia butuh strategi jitu untuk menumbangkannya. “Ada helikopter yang akan datang lima belas menit lagi! Bertahanlah sampai bala bantuan tiba!” Saka berteriak dari lantai dua.“Bala bantuan? Siapa yang akan membantu kita?” Anya merasa bingung. “Seorang teman lama kenalan ayahku.” Saka tersenyum. Anak itu mencoba menyusuri belakang rumah. Ia memanjat Dindin

  • Bukan Pewaris Biasa   Tamu Tak Diundang Di Villa (S2) 

    Perjalanan menuju ke villa yang berada di perbatasan antara Thailand dan Laos lumayan jauh dan memakan waktu tidak sebentar. Dua jam perjalanan Menggunakan taksi sudah cukup membuat kepala Dannis pegal. Terlebih lagi, Saka dan Anya yang ketiduran dan bersandar ke kedua pundaknya. Ia berganti posisi dengan Saka yang semula duduk di tengah-tengah. Saat memasuki wilayah sebuah komplek perumahan yang berada di lereng bukit, pemandangan di kedua sisi jalan berubah menjadi area pepohonan pinus. Sepi, tidak ada mobil yang lalu-lalang. Bahkan jarang ada orang yang sekadar lewat. Dannis merasa wilayah ini sangat berbeda dengan wilayah lainnya. “Hei, bangun. Kita sudah mau sampai.” Dannis membangunkan keduanya. Tampak liur Saka dan Anya membekas di kaos oblongnya. “Apa kita sudah di villa?” Anya melihat ke luar jendela. Ia sangat terpukau dengan pemandangannya. “Aneh, kenapa sepi sekali?” Saka merasakan hal yang sama dengan Dannis. Bocah itu masih saja menguap padahal sudah tidur dua jam.

  • Bukan Pewaris Biasa   Warisan Rafael & Surat Perpisahan (S2)

    “Ini luar biasa! Apa kuil itu terbuat dari emas?” Saka terpukau dengan kemegahan kuil yang ia lihat. Kuil-kuil yang ada di Chiang Mai sangat dijaga kelestariannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja yang begitu artistik dan memiliki sejarah yang tak ternilai, tapi fasilitas pendukung untuk para wisatawan juga diprioritaskan. Kenyamanan, keamanan dan kebersihan sangat terlihat di lingkungan kuil-kuil itu. Saka sangat menikmati kunjungan wisata itu. Ia sangat senang karena bisa pergi lagi bersama sepupu yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak. Tidak sedikit ia bertanya tentang kuil-kuil itu ke Dannis. Meski lelaki itu telah menjelma sebagai pria dingin dan kaku, Dannis masih memiliki sisi lembut ketika bersama Saka. “Ngomong-ngomong, kau ingin menunjukkan apa padaku? Sebelum kita ke sini, kau bilang ingin menunjukkan sesuatu,” tanya Dannis.“Oh, aku baru ingat. Ini hanyalah cerita dari ayahku. Dulu sekali, dia pernah menyinggung soal organisasi hitam bernama Dewan XII. Kau tahu aya

  • Bukan Pewaris Biasa   Kita Bagi Dua Kelompok (S2)

    “Fraksi IX? Apa kau gila?!” Steven langsung menghentikan ucapan temannya. “Organisasi itu seperti hantu. Tidak ada yang tahu di mana dan siapa amggotanya. Kau pikir kita bisa menemukannya?” ucap Reina. “Aku akan jelaskan dulu. Lalu kalian bisa mengambil kesimpulannya,” ungkap Gan. Anya dan Saka yang belum mengetahui organisasi itu tampak bingung. Dannis yang berada di samping mereka mencoba menjelaskan tentang organisasi Fraksi IX kepada keduanya. Meski harus mengabaikan ucapan Gan, tapi Dannis sangat menikmati menjelaskan hal itu pada Anya dan Saka. “Seorang Verbannen ke-6 mengetahui siapa anggota Fraksi IX. Tapi dia hanya memberikan alamatnya saja. Sayangnya, tempat orang itu sangat jauh dari Verbannen ke-6 yang memberitahukan tentang anggota organisasi itu. Yang aku rencanakan adalah… kita berpencar. Kelompok pertama akan menemui Verbannen di Myanmar. Kita akan mengajaknya untuk bergabung. Lalu kelompok kedua akan pergi menemui orang yang diduga sebagai anggota Fraksi IX di Lao

  • Bukan Pewaris Biasa   Berkumpul di Chiang Mai (S2)

    “Kau sudah bangun?” Gan menyapa temannya yang sedang berdiri di atas balkon penginapan. “Chiang Mai. Apa yang kita lakukan di sini? Kau ingin berwisata kuil?” Dannis menyindir. Hari baru dengan pemandangan langit biru tampak mempesona dirinya. Tapi kejadian yang membuat ia terus mengingat tentang lautan api, membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi kejadian kemarin telah menelan korban, yaitu temannya; Aden. Mereka lari sangat jauh dari lokasi pembakaran dan pembantaian malam lalu. Dengan uang yang tersisa, Gan membawa kedua temannya menuju ke Chiang Mai, tempat di mana salah satu klub malam miliknya yang tersisa.“Kita datang ke sini untuk mengambil simpanan uangku. Para Jager brengsek itu pasti telah menghubungi bank lokal untuk membekukan rekeningku. Aku harus mengambil uang tunai di penyimpananku. Dan… kita juga menunggu Steven, Reina dan satu orang lagi yang matanya ikut dari tanah airmu.” Gan pun pergi setelah mengucapkan hal itu. “Satu orang lagi?” Dannis berpikir siapa yang

  • Bukan Pewaris Biasa   Lautan Api (S2)

    Kepergian Gan membuatnya tampak tenang. Saat ini ia hanya ingin beristirahat di tempatnya hingga ajal menjemput. Sambil memegang remote control di salah satu tangannya, Aden menunggu sampai temannya berkumpul dengan yang lain. Tampak dari layar smartphone miliknya ada sebuah foto lama yang membuatnya teringat momen ketika ia masih menjadi seorang Jager. Aden mencoba untuk bernostalgia dengan foto di galeri smartphone miliknya. Sungguh rindu… ia rindu dengan keadaan dulu. “Gan?” Rosella bertemu dengan Gan yang baru saja melompat dari rumah sebelah. “Kenapa kau di sini?” Dannis merasa bingung ketika bertemu dengan Gan. Ia melihat pria itu menangis. Matanya masih tampak bengkak.“Kita harus pergi! Aden akan menekan remote itu! Cepat!” Gan berupaya membawa mereka berdua menjauh. Tapi Rosella dan Dannis tetap diam di tempat sembari mempertanyakan di mana Aden berada. Mereka menolak pergi sebelum Gan menjelaskan tentang keadaan Ad

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status