Share

Bukan Pewaris Biasa
Bukan Pewaris Biasa
Penulis: Mangata

Penghinaan

"Woi! Sibuk amat! Lagi hitung utang?!" 

HAHAHAHA!!!

Sekelompok laki-laki berpenampilan seperti orang-orang kaya tengah menertawai Dannis Kartanegara, lelaki berusia 22 tahun berkemeja polos dan bercelana jeans lusuh, setelah puas menghinanya habis-habisan. 

Puluhan pasang mata menatap ke arah kedai makanan yang menjual mie ayam di kantin fakultas teknik dengan tatapan hina. Ada yang tersenyum, tertawa dan mengabadikan momen itu dengan memotretnya menggunakan kamera smartphone.

Sayangnya, Dannis hanya bisa menunduk, menyembunyikan raut wajah malunya. Ditambah lagi, ketika ia melirik ke arah seorang perempuan yang menyandar di pundak Randy, pemimpin geng para mahasiswa kaya, dengan begitu mesranya, Ia merasa tersisih karena pandangan itu.

"A–Anya?" Tanyanya. Dannis tidak menyangka bila kekasihnya yang sudah menjalin hubungan dengannya sejak SMA berani bermain kotor di depannya.

Wajahnya memelas, berusaha menutupi rasa kesal serta sedihnya. Ternyata usahanya selama ini untuk membahagiakan kekasihnya adalah hal yang sia-sia.

"Eh, ada sampah! Kamu ke sini untuk kuliah atau jadi tukang mie?" Sindirnya. Anya merasa puas tertawa bersama Randy dan teman-temannya.

Beberapa mahasiswa yang sedari tadi mengantri untuk membeli mie ayam terlihat menjauh dan memilih menghindari komplotan itu. Bapak pemilik kedai mie ayam pun akhirnya turun tangan. Ia membiarkan Dannis mundur dan mengurus mie yang sedang direbus. 

"Mau makan apa, Mas Randy? Tanya bapak pemilik kedai. Ia sampai menunduk untuk memberi hormat kepada anak penyumbang dana terbesar di kampus itu. 

"Saya tidak mau dilayani sama bapak! Suruh si gembel itu yang layani saya!" Bentaknya. Randy menggebrak meja seraya menatap tajam ke arah pemilik kedai. 

Keluarga Randy Sinaga terkenal di kalangan para dosen dan rektor karena mereka adalah donatur terbesar bagi kampus. Ibunya yang seorang mantan dosen mendapat tempat tersendiri di kampus. Lalu ayahnya yang merupakan pejabat setara walikota memiliki kuasa penuh atas otoritas kampus. Dengan begitu, anak mereka bisa dibilang seperti seorang tuan muda yang berlagak semaunya di kampus.

"Maaf, Mas, tapi Dannis sedang memasak pesanan yang lain," balas pemilik kedai. 

"Pak, kalau mau tetap jualan di sini, suruh gembel itu yang melayani saya!" Bentak Randy. Ia menarik kerah baju pemilik kedai yang sudah berusia lanjut. 

Melihat kelakuan Randy yang sudah keterlaluan, Dannis memilih untuk maju. Ia langsung berbalik dan memegang pergelangan tangan ketua geng itu, lalu meremasnya dengan begitu kuat. 

"Jangan berlagak kurang ajar sama orang tua! Lepas!" Bentak Dannis. Seluruh urat di lehernya terasa ditarik. Uap emosi seakan mendidih di wajahnya. 

Ia memelintir tangan Randy hingga tangan dari anak sombong itu berhasil terlepas dari kerah baju pemilik kedai. Meski begitu, Randy yang tidak terima segera menarik kerah kemeja Dannis. Ia menarik tubuh pemuda itu keluar dari kedai dan langsung mendorongnya hingga tubuh Dannis membentur pinggiran salah satu meja kantin.

"Kau berani memelintir tanganku? Dasar sampah!" Tendangan keras tersemat di pinggang Dannis. 

Ketika Randy melakukan hal itu, empat temannya yang lain ikut menendang pemuda itu. Mereka menghabisi Dannis dengan tendangan yang brutal. Menginjak, meludahi, dan bahkan merekam hal memalukan itu. Anya yang sedari tadi memegang smartphone dan terus mengarahkan kamera videonya ke arah Dannis hanya bisa tertawa saja. Ia sangat menikmatinya.

"Mampus! Dasar gembel!" Teriaknya. Anya terus merekam perbuatan teman-temannya.

"Bagaimana? Sudah merasa jagoan? Lain kali kalau mau jualan mie ayam tidak perlu bawa tas dan datang ke kelas! Apa perlu aku bawakan celemek merah muda?" Sindir Randy. 

Ia menjitak kepala Dannis berkali-kali yang sudah merasa lemas. Terlihat ada beberapa luka memar dan darah yang menetes di wajahnya. Pemuda itu juga merasakan beberapa luka di bagian tubuh lainnya.

Sayangnya setelah melihat kelakuan Randy dan temannya, tidak ada satu pun dari mahasiswa di kantin yang bergerak untuk menolong Dannis. Semuanya malah menyeringai dan mengejek mahasiswa miskin itu sambil tertawa lebar bersama geng Randy. 

Pemilik kedai juga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memalingkan wajahnya. Andai saja ia menolong karyawan magangnya, maka pekerjaannya di kantin fakultas akan menghilang. 

"Percuma dapat beasiswa kalau ujung-ujungnya mau jadi penjual mie!" Randy kembali menghinanya. 

HAHAHAHA!!!

Tawa yang begitu keras diselingi dengan umpatan kasar terdengar di kantin itu. 

"Dasar miskin!"

"Sudah, keluar saja dari sini! Dasar pengemis!"

"Kalau tidak mampu kuliah, jangan sok mampu!" 

Dannis yang berusaha bangun dengan menopang tubuhnya masih belum bisa memaafkan kekasihnya. Dua tahun yang mereka lewati di SMA, dan beberapa tahun sampai berada di penghujung akhir semester terakhir, semuanya terasa tidak berguna. 

Masa depan yang ingin ia bangun bersama Anya juga seakan pecah berkeping-keping. Binar matanya tidak menunjukkan kekesalan, namun ia justru merasa kecewa dan menyesal karena sudah mengenal perempuan  itu. 

Ia membunuh semua perasaannya yang telah berbunga-bunga selama beberapa tahun ini. Dalam sekejap, Anya menikamnya dan membakar bunga yang telah mekar di hatinya dengan api yang besar. 

"Anya, apa kamu yakin mau dengan cowok brengsek ini?" Dannis masih sanggup untuk menghina kekasihnya.

"Eh, najis! Kamu pikir aku ini bodoh? Aku pilih dia untuk menjamin masa depanku. Kalau aku pilih kamu, bukan masa depan cerah yang menungguku, tapi malah kuburan!" Sindir Anya. 

Ucapan wanita itu semakin mengiris hatinya. Harga dirinya yang sudah jatuh di depan semua orang seakan hancur tidak tersisa setelah dihina oleh kekasihnya sendiri. 

"Anya itu sudah bosan sama sampah kayak kau! Lebih baik kau pulang, terus main layangan kayak bocah kampung!" Randy menarik rambut Dannis dan melepaskannya kembali setelah merasa puas mengutarakan ucapan kotornya. 

Namun ketika semua pasang mata sedang tertuju ke arah Dannis, seorang perempuan berumuran sama dengan Dannis menarik pundak belakang Randy. Salah satu tangannya langsung melayang ke arah salah satu pipi Randy.

Plak! 

Ketua geng itu terkejut akan aksi yang dilakukan perempuan yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Tamparan yang begitu keras itu bahkan sampai membuat wajah Randy terhempas ke samping. Ada sedikit luka di ujung bibirnya karena terkena hempasan jari perempuan itu. Ditambah lagi, pipi Randy menjadi memerah. 

Dengan cepat, semua pasang mata yang sedang menonton Dannis langsung beralih ke arah perempuan yang menampar Randy. 

Anya yang berada di samping perempuan itu langsung mundur ketika ia ditatap tajam oleh si perempuan asing. Empat teman Randy yang merupakan anggota geng teknik yang juga merupakan anak-anak elit merasa terkejut akan kemunculan Luna Arya Diningrat, seorang mahasiswi yang ikut bela diri pencak silat di kampus. 

"Heh! Kecoa! Kalau berani, berhadapan sama yang setara! Belum pernah kupatahkan tanganmu!" bentak Luna. Ia berteriak lumayan keras. 

Beberapa mahasiswa yang sedari tadi menonton akhirnya berangsur pergi. Mereka tahu siapa Luna dan posisi yang ia miliki di fakultas teknik. Bukan hanya seorang ahli bela diri yang sudah membawa nama kampus ke kancah nasional, namun ia juga merupakan seorang anak dari pemilik perusahaan ternama yang kekayaannya menyamai kedua orang tua Randy.

Luna bisa berbuat lebih kasar pada bocah kaya itu. Bila ia mau, ayahnya bisa saja menggalang suara para pebisnis untuk mencopot rektor universitas dan mengusut kasus yang dialami oleh Dannis. 

"Bangsat! Kau berani menamparku?!" teriak Randy. Sorot matanya menatap Luna dengan begitu tajam. 

"Kenapa?! Mau aku tampar lagi!" balas Luna. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status