Share

Levan Kritis

"Dokter! Tolong ada pasien darurat!" teriak Dean saat memasuki ruang UGD.

"Tenang Pak, di mana pasiennya?" tanya seorang perawat.

"Di sana, Sus!" Dean menunjuk mobil mereka yang terparkir di luar.

"Tunggu sebentar, saya akan panggil petugas dan membawa brankar." Perawat perempuan itu langsung berlari ke dalam.

Tak berapa lama nampak ia keluar kembali dengan beberapa orang yang mendorong brankar. Mereka langsung menuju di mana mobil yang Dean tunjuk terparkir. Perlahan para petugas langsung mengeluarkan Levan dari dalam mobil. Darah sudah memenuhi pakaian Levan, membuat para petugas bergegas membawa Levan masuk.

"Pak silahkan ke bagian resepsionis, kami yang akan mengurus pasien." Suster meminta Dean menuju meja resepsionis, ada prosedur yang harus dilakukan Dean lebih dulu.

"Kalian! Jaga Tuan Levan. Saya akan ke bagian resepsionis!" titah Dean.

Semua anak buah Levan mengangguk, Dean pun langsung menuju bagian resepsionis ditemani salah seorang bawahannya. Beberapa orang memperhatikan apa yang Dean lakukan, tampang sangar mereka cukup menjadi pusat perhatian. Belum lagi pakaian mereka yang terkena noda darah.

"Sus, saya mau urus administrasi pasien barusan." Dean langsung meminta petugas mengurus masalah pendaftaran Levan.

"Maaf Pak, kalau boleh tau apa penyakit pasien?" tanya petugas resepsionis.

"Di tusuk, Sus." Dean dengan santai menyahuti, sampai membuat petugas itu terkejut.

"Tapi Pak, untuk pasien dengan luka seperti itu seharusnya kami mendapatkan keterangan dari polisi juga. Apakah anda sudah melaporkan hal itu?" tanya petugas resepsionis.

"Maaf, Sus. Bos saya sedang kritis, kenapa malah menanyakan hal itu. Lagi pula kami tidak membutuhkan hal seperti itu, kami bisa mengurus masalah itu sendiri. Tugas kalian hanya mengobatinya dan menyelamatkan nyawanya. Yang penting kami membayar di sini!" ketus Dean kesal akan ucapan petugas resepsionis itu.

"Maaf, Pak. Saya hanya menyampaikan prosedur, jika bapak keberatan tidak apa-apa. Kami tetap akan menyelamatkan nyawa pasien, jadi Anda tidak usah emosi juga." Petugas resepsionis juga merasa kesal, mendengar ucapan ketus Dean.

"Ya sudah urus saja proses administrasinya, tidak usah bertele-tele. Apa mau menunggu pasien meninggal dulu?" tanya Dean masih kesal.

Sang petugas administrasi hanya menarik napasnya, tapi dia tidak menyahuti lagi. Sepertinya percuma membicarakan prosedur pada pria itu. Biarlah nanti dokter yang mengurusnya, jika memang harus melapor dia akan melaporkan. Jika tidak ya sudah mungkin memang mereka memiliki cara sendiri mengatasinya pikir petugas resepsionis itu.

Setelah melakukan pendaftaran, Dean kembali menuju ruang tindakan. Dia harus mendengarkan apa yang dokter katakan tentang keadaan sang bos. Sesampainya di sana, para pengawal Levan sedang berdiri. Dean pun mendekati mereka, karena ada hal yang ingin dia tanyakan.

"Jun, apa kamu sudah menelpon nyonya besar?" tanya Dean karena tau Jun yang paling sigap.

"Sudah, Pak Dean. Hanya saja masalah si penusuk belum ada kejelasan, saya sudah menghubungi Steve. Tapi dia bilang pemuda itu belum membuka mulut," sahut pria yang dipanggil Jun menjelaskan.

"Ya sudah biarkan saja, tuan Robert pasti akan mengusutnya. Karena saya tau dia pasti juga merasa tidak enak, dalam acara jamuan yang diadakannya membuat Tuan Levan mengalami hal ini. Dia pasti merasa kecolongan dan tidak enak hati, dia juga merasa bertanggung jawab. Kita fokus saja pada keadaan Tuan," tegas Dean.

"Baik, Pak Dean." Jun pun menunduk patuh begitupun anggota yang lain.

Tak lama dokter keluar dari ruang tindakan, Dean langsung menghampiri. Dean sudah tidak sabar ingin mendengar langsung keadaan sang bos. Meski di hati kecilnya Dean yakin, bosnya akan bertahan.

"Jadi bagaimana keadaan Tuan saya, Dok?" tanya Dean.

"Begini, Pak. Sepertinya kami harus menyiapkan operasi secepatnya, tapi mencium dari aroma mulutnya sepertinya pasien habis minum-minuman berakohol. Kami jadi bingung untuk melakukan tindakan, karena kadar alkohol dalam darahnya. Jika tidak di operasi maka pasien bisa meninggal kehabisan darah, jika di operasi kami takut akan terjadi komplikasi karena obat bius dan alkohol bercampur. Jadi kami harus meminta persetujuan dari keluarga korban, apalagi salah satu tusukan di dada kami takut itu mengenai jantungnya. Jika setuju melakukan tindakan operasi kami butuh keluarganya," tutur Dokter menjelaskan.

"Sebentar lagi ibunya akan datang, Dok. Tapi tolong lakukan apa saja yang terbaik, pokoknya selamatkan bos kami. Berapa pun biayanya akan kami tanggung," pinta Dean.

"Baiklah, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik, kami akan melakukan pemeriksaan sebelum operasi. Jadi jika ibu pasien datang, langsung saja ke bagian resepsionis untuk menandatangani surat persetujuan. Kalau begitu saya permisi untuk menyiapkan pemeriksaan," pamit dokter setelah menjelaskan pada Dean.

Tak lama nyonya Erina mami dari Levan datang, dengan di kawal dua orang yang berbadan besar. Beliau berlari kecil mendekati Dean, tanpa peringatan beliau langsung menampar Dean.

Plak!

Dean yang di tampar hanya menunduk, begitu juga dengan semua anak buah Levan yang berada di sana. Amarah nyonya Erina sepertinya tidak bisa di kontrol, karena apa yang menimpa putra kesayangannya.

"Bagaimana caramu bekerja? Kenapa kamu bahkan tidak bisa melindungi Tuanmu. Dua orang yang mempercayaimu, semua harus mengalami nasib buruk. Apa kurang suamiku saja yang tewas karena kamu tidak bisa menjaganya?!" tanya nyonya Erina penuh amarah.

"Maafkan saya Nyonya besar, saya benar-benar mengaku bersalah karena tidak bekerja dengan benar. Maaf kan saya," ucap Dean lirih.

Bukan sakit di pipi yang Dean rasakan, tapi di hatinya begitu terasa nyeri. Dean tidak marah kepada nyonya Erina, karena apa yang di katakannya adalah benar. Dean ingat bagaimana papi dari Levan meninggal di hadapannya, karena di tembak orang tidak di kenal beberapa tahun lalu. Kali ini hal yang sama menimpa penerusnya, penerus satu-satunya. Karena memang Levan hanya memiliki satu adik perempuan dan itupun berada jauh di luar negeri.

"Jadi bagaimana dengan putraku?" tanya nyonya Erina setelah berusaha meredam amarahnya.

Dean pun menjelaskan apa yang tadi dokter katakan, semua Dean tuturkan secara mendetail. Dia tidak ingin disalahkan jika menutupi sesuatu. Nyonya Erina mendengarkan dengan seksama, meski terlihat kuat ria tetap cemas akan keadaan putranya.

"Ya sudah, kita ke bagian resepsionis sekarang!" titah nyonya Erina.

Mereka pun langsung menuju ke bagian resepsionis, untuk menandatangani persetujuan operasi Levan. Nyonya Erina berpikir jika lebih baik mengambil resiko, daripada membiarkan nyawa putranya melayang tanpa tindakan apapun. Meskipun akhirnya tetap beresiko, tapi setidaknya sudah ada usaha untuk menyelamatkannya.

Setelah menandatangani segala sesuatu untuk tindakan operasi. Nyonya Erina ditemani Dean dan dua pengawalnya tadi, langsung menuju ke ruangan tindakan. Tapi salah satu anak buahnya, mengatakan jika sang bos sudah di bawa ke ruang pemeriksaan. Mereka pun langsung menuju ke tempat yang di maksud.

"Ingat jaga ketat rumah sakit ini, terutama di ruangan putraku berada. Jika sampai ada orang yang tau dan ingin melenyapkannya, mereka pasti akan mencari sampai ke mari. Dan sebaiknya setelah semua proses di sini, kamu siapkan tempat khusus untuk perawatan lanjutan putraku. Karena rumah sakit bukan tempat yang aman baginya," pesan nyonya Erina.

"Baik Nyonya besar," sahut Dean patuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status