Di antara rintik suara hujan dan kilatan cambuk petir di luar angkasa, terdengar juga suara sepasang muda dan mudi sedang memadu kasih di dalam kamar hotel. Sayangnya, suara yang terdengar merdu itu menggores sebuah luka yang mendalam, tetapi tidak berdarah. Buliran bening menetes dan mengalir dari muara yang terdalam."Aleysa." Ya, nama Aleysa. Nama itu yang selalu saja mendayu merdu terdengar dari bibir Arion, pria yang saat ini bersama dengannya.Di bawah cahaya lampu yang lembut inilah ada kegetiran yang tiada tara yang dirasakan gadis muda di sepanjang hidupnya. Dia dapat merasakan bila sentuhan itu dilakukan dengan penuh kasih sayang dan cinta, namun menggores luka yang mungkin tidak akan bisa sembuh seumur hidupnya.Seharusnya wanita yang berada dalam kamar hotel itu adalah wanita yang paling beruntung di dunia karena Arion adalah pria kaya yang bisa dikatakan pria idaman sebagian besar wanita, tapi nyatanya tidak bagi Ashera. Gadis dari sebuah kota kecil yang sedang berjuang
Saat terbangun, Ashera benar-benar terkejut melihat seorang pria bersamanya, memeluknya dengan mata terpejam dan tubuh polos."Sial!" makinya. "Kenapa aku lupa, bila malam ini aku telah kehilangan keperawananku karena pria ini?" Ashiera memaki diri sendiri karena dia melupakan malam panjangnya bersama Arion saat dia terbangun.Bila bukan karena dering ponselnya, Ashera mungkin belum terbangun. Diliriknya benda pipih yang ada di samping kepalanya, Ashera sangat enggan menjawab panggilan itu setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.Tidak ingin suara itu membangunkan pria di sampingnya, dengan terpaksa dia pun menggeser tombol jawab."Ashera, cepat keluar aku sudah menunggumu! Jangan sampai Arion bangun dan menyadarinya bila wanita yang bersamanya bukan aku!""Iya," jawab Ashera tidak banyak berkata-kata, meski sebenarnya sangat marah dan kesal pada Aleysa.Tubuh Ashera masih polos dan terasa lengket akibat dari permainan Arion semalam, Ashera juga tidak membersihkan tubuh setela
Ya, pemiliki suara itu sepertinya kaget melihat Ashera ada di mini market tempatnya berdiri saat ini.Karena mendengar namanya disebut, Ashera pun menoleh dan melihat ke arah sumber suara."Ayah?" panggilnya lirih. Ashera tidak kalah terkejut, sama seperti pria itu.Pria yang dipanggil ayah itu mengedarkan mata ke sekitar seolah dia ingin memastikan tidak ada yang mendengar Ashera memanggilnya ayah. Setelah merasa aman terkendali, pria itu kembali mengarahkan mata pada Ashera."Jangan penah memanggilku ayah! Kamu bukan anakku dan aku tidak pernah mempunyai putri sepertimu," ucap pria itu setengah berbisik seolah takut didengar oleh orang lain. Pria itu kembali mengedarkan mata.Ashera terdiam. Manik matanya tidak berkedip menatap lekat dan dingin pria yang tidak pernah mengakui anak itu. Sebenarnya dia tidak kaget dengan penolakan itu, tetapi sebaliknya, Ashera mencibir dalam hati.Pria itu adalah Kafi, mantan suami Zanna, ibunya. Kafi adalah ayah Ashera dan Aleysa. Sayangnya pria it
“Ashera, kuatkan hatimu! Dokter sedang berusaha.” Trixi ikut jongkok mendekati Ashera yang telah menjauhkan diri darinya. Dia berusaha menenangkan dan menghibur Ashera, sahabatnya.“Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, Trixi. Hanya ibu yang aku punya,” tangis Ashera dalam kesedihan yang mendalam.“Ada aku, sahabatmu,” hibur Trixi.Ashera mengangkat wajah basah dan pucatnya, ditatapnya wajah Trixi, lalu dia kembali menangis dan memeluk erat sahabatnya itu.Trixi pun membalas pelukan Ashera dan terus memberinya dukungan. Dia tidak peduli tubuh basah Ashera. Selama ini hanya Trixi yang mau menemaninya dalam segala hal. Sahabatnya yang satu itu telah lebih dari saudara.“Nona Ashera,” panggil seorang dokter mendekatinya.Ashera dan Trixi melepaskan pelukan mereka. Mereka juga mengarahkan pandangnya pada dokter muda yang sedang berdiri menunggunya setelah keduanya menyeka dan mengeringkan air mata. Ashera dengan sisa tenaga berusaha bangkit dan berdiri dengan pertolongan Trixi.“Dokter, ap
Ashera benar-benar tidak tau harus melakukan apa lagi di saat seperti ini. Mungkin bila kondisi ibunya baik dan tidak di ambang kematian, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan cepat karena meski dia adalah gadis dari kota kecil, tetapi kemampuan otaknya tidak bisa dikatakan standar.Tidak memiliki pilihan lain, setelah dokter menjelaskan kondisi ibunya, Ashera harus mencari cara untuk segera mendapatkan uang itu bagaimanapun caranya.Hari ini Trixi menemaninya sampai hampir sore karena sore hari sahabatnya itu harus masuk kuliah sehingga Ashera menunggu ibunya sendirian. Meski dia telah melakukannya beberapa hari ini seperti itu, tetapi hari ini hati dan pikirannya sedang dilanda kesedihan yang mendalam.Ashera harus kehilangan keperawanannya, tidak mendapatkan uang yang dijanjikan oleh Aleysa dan juga Kafi, pria yang tidak mau mengakuinya sebagai anaknya. Dia juga hampir kehilangan ibunya. "Aku harus menemuinya dan menangih janji," gumam Ashera mengangkat kepala setelah beberapa
Ashera berjalan memutar ke arah belakang cafe. Entah apa yang akan dia lakukan. Izin pada Trixi, dia akan ke kamar mandi, tetapi dari caranya berjalan sedikit mengendap membuat Trixi merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh Ashera. Meski begitu, Trixi tidak memanggilnya dan hanya memperhatikannya saja.Menggunakan hoode dengan topi menutup wajah dan kaca mata, Ashera berjalan sangat hati-hati. Langkahnya kecil-kecil dan hampir berjinjit memasuki area cafe. Dilihatnya banyak orang yang sedang menikmati minuman sembari ketawa-ketiwi satu sama lain.Ashera berhenti sejenak di balik dinding. Dengan sedikit menjorokkan wajahnya untuk mengintai, dia mengedarkan mata mencari sosok Aleysa, tetapi setelah beberapa saat mengedarkan mata, sama sekali tidak dilihat Aleysa ada di antara orang-orang muda lainnya. Ashera menghela napas panjang merasa sedikit kecewa."Mungkin dia ada di ruang lain," gumam Ashera menghibur dan memberi semangat pada diri sendiri.Dengan kedua tangan jatuh dan terku
"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya."Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ...."Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya."Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik."Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat."Yakin, Tuan.""Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!" "Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mun
Langkah Ashera terhenti memastikan panggilan itu untuknya. Setelah beberapa saat menunggu tanpa menoleh dan melihat arah panggilan, Ashera kembali melangkahkan kaki karena dia pikir panggilan itu ternyata bukan untuk dirinya dan dia pun merasa lega."Nona!" Terdengar lagi panggilan itu ketika Ashera benar-benar melangkah.Ashera terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan. Alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang memanggilnya. Jantung Ashera langsung berpacu seperti mendapat sengatan listrik dengan kejutan bervoltase tinggi. Yang memanggilnya adalah Arion, tunangan Aleysa, pria yang telah merenggut keperawanannya.Dengan cepat Ashera kembali memutar poros lehernya. Dengan hembusan satu napas yang panjang dan mendalam, Ashera kembali melangkah. Kali ini langkahnya semakin cepat. Dia tidak ingin bertemu dengan pria itu, apalagi sampai berurusan dengannya. Cukup malam itu saja, cukup sekali saja dan semuanya harus hilang dalam hidupnya."Hei, Nona, jangan pergi!" Semakin Asher