Dalam hidup, hakikatnya terdapat dua hal yang dialami setiap insan. Sebuah kebahagiaan dan kesedihan. Tapi ada beberapa orang, yang mungkin saja diberikan kesedihan lebih lama untuk mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi. Salah satunya kebahagiaan yang kekal abadi adalah diberikannya surga dari Sang Maha Kuasa. Menilik kembali kehidupannya di masa lalu, bagi Jenna hidupnya pasang surut. Ada sedih dan ada juga bahagia. Kebahagiaan yang paling dirasakan, adalah saat keluarga kecilnya utuh dan saling menyayangi. Sementara kesedihan yang paling menyayat hati dirasakan, adalah ketika keluarga kecilnya hancur karena kesalahan sang ayah. Melempar dirinya ke masa lalu, bukan berarti Jenna ingin menyimpan perasaan dendam atas kesalahan sang ayah. Ataupun dirinya yang kembali membuka luka lama yang sulit untuk sembuh itu. Tapi dari kesedihan itu dirinya banyak belajar. Belajar bagaimana menjadi perempuan yang tidak goyah dengan seorang lelaki yang bermodalkan 'cinta', belajar menjadi perem
Sudah ada beberapa hari ini, Jenna bolak-balik ke rumah ayahnya untuk merawat sang ayah serta Dania—ibu tirinya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan lagi. Tentu saja, apa yang Jenna lakukan atas izin dari suaminya sendiri—Reyhan Dirgantara. Pria itu, bahkan setiap hari menjelang sore—datang menjemput Jenna bersama Anala. Ayah dan anak perempuannya itu selalu kompak memakai baju dengan warna sama akhir-akhir ini setiap kali datang menjemput Jenna. Seperti sore ini, Reyhan dan Anala kompakan memakai baju berwarna maroon untuk menjemput Jenna. Kedatangan mereka, disambut tawa kecil dari Jenna yang merasa lucu dengan tingkah keduanya. "Jadi, hari ini temanya maroon?" tanya Jenna dengan senyum kecil di wajah. "Iya, Bunda. Malahan ya, tadi Papa maunya pake baju pink. Terus aku bilangin, emangnya Papa mau diledekin Bunda pake baju yang warnanya cewek banget. Eh, nggak jadi deh." Anala menyahuti pertanyaan Jenna sebelumnya. Anak gadis itu, menceritakan apa yang terjadi di rumah sebelum
Setelah hijrah, Jenna banyak sekali belajar lebih memperdalam lagi ilmu agama. Untuk yang kali ini, dia tidak ingin lagi salah melangkah di saat ujian datang. Tentu saja, apa yang dia lakukan di masa lalu—marah karena Allah memberikannya ujian lewat keluarga kecil yang hancur, Jenna malah melampiaskan kemarahan dalam bentuk kemaksiatan. Dia membuka kembali auratnya, dia tidak lagi rajin setiap hari membaca Alquran, dia tidak lagi melakukan sunnah-sunnah yang sangat dianjurkan, bahkan untuk shalat—dia sering sengaja telat, meskipun tidak sampai meninggalkan. Lewat hidayah yang dia jemput, dan dia dapatkan secara tak terduga. Usai almarhumah dokter Cahaya memintanya menjadi madu, Jenna merasakan jika dirinya sudah terlanjur jauh dari Allah. Maka sekarang yang dilakukan oleh Jenna, selain dia bergaul dengan orang-orang sholih. Dia juga belajar memperdalam ilmu agama seorang diri. Sebelum resmi menikah dengan Reyhan, dia juga sudah sering datang ke majelis ilmu. Apalagi setelah menika
Katanya, tanda Allah menyayangi hamba-Nya adalah dengan memberikannya sebuah ujian. Mungkin, satu di antara tanda kasih sayang Allah pada Jenna adalah hari ini. Setelah dia merasakan kebahagiaan karena hubungannya membaik. Baik itu dengan keluarga dari pihak sang suami, ataupun pihak Cahaya sebagai istri pertama. Jenna hari ini kembali merasakan kesedihan, tatkala mendapatkan kabar jika sang ayah mengalami kecelakaan saat ia hendak menemui keluarga dari sang istri tercinta—Dania.Dengan bibir yang terus saja melafalkan kalimat istighfar, Jenna tidak ingin jika pikirannya berpikir su'udzon pada ibu tirinya itu. Seperti kebanyakan cerita yang dia baca, jika ibi tiri kebanyakan hanya mencintai harta dari ayahnya saja—maka sekarang Jenna berusaha untuk tidak membebani pikirannya dengan hal yang belum tentu terjadi itu. Meskipun kini keadaan ayahnya belum diketahui, tapi Jenna berusaha untuk tenang. Toh bukan hanya ayahnya saja yang jadi korban kecelakaan itu, tapi Dania—ibu tirinya jug
Dalam hal berhijrah, Jenna tidak hanya belajar memperbaiki hubungannya dengan Sang Maha Kuasa. Tapi juga belajar memperbaiki hubungannya dengan orang lain juga. Salah satunya dengan ibunda dari almarhumah Cahaya—istri pertama suaminya. Setelah kemarin bertemu untuk memberikan flashdisk berisi wasiat dari almarhumah Cahaya, wanita paruh baya itu kembali datang menemui Jenna. Kali ini bahkan beliau langsung datang ke rumah dan tidak meminta untuk bertemu di luaran seperti kemarin. Jenna menerka wanita paruh baya bernama Puspa itu sudah melihat isi dari flashdisk yang memang ditujukan untuknya, untuk itu kenapa dia berada di sini dengan air mata berlinang. "Tante minta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu, Jenna. Atas kesalahan Tante, kamu pernah dimaki-maki oleh banyak orang dan dicap buruk oleh fans kamu. Untuk kejadian yang mana kamu mendapatkan kegagalan saat seminar, itu semua ulah Tante." Puspa, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia enggan menatap Jenna, lantaran terlalu malu u
Dengan senyum terpatri di wajah, Jenna mengulurkan tangan untuk memberi sebuah flashdisk yang ia dapatkan dari suster Siska. Meski terkesan enggan menatapnya, tapi Puspa—lawan bicara Jenna saat ini tetap mengambil flashdisk yang diberikan oleh Jenna. "Ada satu file yang dikhususkan untuk Tante Puspa. Aku sama sekali nggak buka file itu, biar Tante saja yang membukanya." Jenna menjelaskan lebih dulu, agar Puspa—ibunda mendiang Cahaya, tidak salah paham. "Ya sudah, saya pergi dulu. Assalamu'alaikum." Pertemuan yang tidak sampai 5 menit itu, berakhir setelah Puspa melangkah pergi meninggalkan Jenna yang tersenyum tipis. Meskipun Jenna tidak tau isi dari file yang ditujukan untuk Puspa itu apa, tapi ia berharap isinya adalah meminta ibunda dari mendiang Cahaya itu tidak lagi salah paham dengan kehadirannya. Jenna tentu tidak ingin mempunyai musuh, dia justru ingin membangun ikatan yang baik dengan ibu dari mendiang madunya itu. "Jenna, Mama Puspa ke mana?" Jenna menolehkan kepala sa
087163936***Assalamu'alaikum, mohon maaf jika mengganggu waktunya. Apa benar, ini dengan bu Jenna? Jika benar, saya Siska. Saya suster yang merawat almarhumah dokter Cahaya beberapa bulan yang lalu. Saya baru ingat, jika sebelum dokter Cahaya menghembuskan nafas terakhir, beliau memberikan amanah untuk saya agar memberikan sebuah flashdisk pada bu Jenna. Kira-kira, bisakah kita bertemu? Kesan pertama saat pertemuan Jenna dengan seorang suster bernama Siska, yang mengaku telah merawat almarhumah dokter Cahaya di detik-detik terakhir—adalah senyum yang mengembang dengan manis. Bermula dengan mendapatkan pesan di aplikasi Whatsapp miliknya, Jenna dengan segera meminta untuk bertemu di sebuah cafe yang tidak jauh dari Rumah Sakit. "Jadi, apa isi dari flashdisk itu?" Alis yang menukik sedikit ke atas, menjadi respon yang turut mengikuti pertanyaan Jenna. Pasalnya, setelah kepergian dokter Cahaya yang sudah berjalan hampir 5 bulan ini—Jenna baru mendapatkan informasi jika ada sebuah be
Dalam hidup, Jenna pernah beberapa kali bilang—jika dia tak ingin menikah dengan laki-laki mana pun. Tentu saja, itu dia ucapkan atas dasar luka tak kasat mata yang ditorehkan oleh sang ayah—cinta pertamanya. Saat dia kembali ingat, jika ada sebuah kisah yang mana menceritakan tentang 3 rombongan yang bertamu ke rumah Rasulullah SAW. Di sana mereka membicarakan tentang sunnahnya Rasulullah SAW. Dua orang di antaranya bercerita jika dia sudah menjalankan sunnah Rasulullah seperti pada umumnya; shalat, puasa, dan lain sebagainya. Sedangkan satu orang lagi, bercerita jika dia sudah menjauhi perempuan dan tidak akan menikah. Maka saat mendengar itu, Rasulullah SAW dengan segera menyelanya. Beliau berkata. "Kalian telah berkata begini dan begitu, tapi demi Allah aku adalah manusia yang paling takut kepada-Nya. Oleh karena itu, soal berpuasa, sholat, tidur, dan menikah. Barang siapa yang tidak suka dengan sunahku (nikah), maka ia bukan golonganku." Sejak itu, Jenna mengkaji kembali asums
Entah sudah ke berapa kalinya, Jenna berjalan bolak-balik saat cemas melanda. Bukan! Ini bukan jenis anxiety yang biasanya menyerang Jenna. Melainkan cemas biasa, karena sang suami tak kunjung memperlihatkan barang hidungnya. Reyhan yang beberapa menit lalu meminta izin padanya, jika dia harus membelikan cemilan yang diminta oleh Anala—sampai saat ini, sudah mau satu jam lamanya tidak kunjung pulang. Ingin menghubungi, tapi Jenna melihat ponsel milik suaminya itu ada di atas nakas. Ingin pergi menyusul, dia harus menemani Anala yang baru saja dia bacakan dongeng malam. "Aduh, mana hujannya makin deras lagi." Kedua alis Jenna ikut menyatu saat dia melirik rinai hujan dari jendela kamar Anala, yang dilihatnya semakin deras. "Mas Reyhan pasti kehujanan," kata perempuan yang kini menggigiti ujung kuku jemari telunjuknya itu. "Aku masakin air hangat dulu deh, biar nanti kalau kehujanan tinggal mandi." Melirik sekilas Anala yang nampak sudah pulas tertidur, padahal dia meminta dibelika