Amanda kesalnya bukan main pada wanita bertubuh berisi di hadapannya ini. Dia kira gadis itu mau memuji kecantikannya, mau menyanjung-nyanjung Amanda setinggi mungkin sesuai status sosial ekonominya, eh malah kebalikannya. Amanda dikatai manja, kata manja ini bosan dan tidak suka Amanda dengar. Kalau dilihat dari sedotan atau sisi manapun, yang mengatai Amanda manja tu jelas kalah telak, dari manapun canti Amanda, kaya Amanda, berwibawa Amanda, lebih berpendidikan Amanda. Sungguh sombong sekali ini anak mentang-mentang oke.
Uh padahal kalau gadis yang ada di hadapan Amanda ini memujinya begitu tinggi, bakal dia balas pujian itu dengan traktiran tas kremes alias Hermes, makan di restoran mewah dan jalan-jalan ke luar negeri gratis. Bego ini orang malah ngatain, maklum bukan parasit yang bermuka dua, menyanjung demi dapat keuntungan dari Amanda kan temen bangke!
“Oppss …. Kenalkan aku Bianca Aura dan pasanganku Brilian Candra.” Dia membenci Amanda tapi masih mending mau menjabat tangan gadis sombong itu. Siapa tau dengan salaman cantiknya nular. Bianca gadis yang berumur 25 tahun asli orang sunda, dia ini membenci Amanda lantaran di TV gadis itu terlihat sekali manja, anak papa dan doyan hura-hura. Dahulu ada acara televisi yang menayangkan kegiatan Amanda bersama anggota gengnya the queen squad yang bergaya hedon. Pasangan Brilian berumur 27 tahun, mereka beda umur dua tahun. Pasangan ini kompak bertubuh berisi.
“Waww …. Seorang Amanda anak pemilik MND TV ikut acara ini?” Patut diacungi jempol karena bos yang turun tangan sendiri, bukan jadi pengawas malah jadi pemain dalam permainan serta pertunjukannya sendiri. Rawan berbuat curang dong, etss enggak bakalan curang, orang Manda tidak tahu apa-apa. Dasar tukang hura-hura, bergaya hedon dan tak bisa apa-apa, tuh kan lihat sekarang, teknis acara televisinya sendi tidak tahu.
“Nanti dia curang bagaimana?” tanya pasangan gadis bernama Bianca, otaknya dipenuhi pikiran kotor. Dia belum tahu Amanda orangnya seperti apa.
“Apa kau bilang? Curang?” Manda jelas emosi, gadis ini melangkah dan berdiri sangat dekat dengan pria itu.
Gadis ini menatap sinis sambil berucap, “Boro-boro curang, mekanisme reality show ini saja aku tak tahu.” kalau tidak percaya Manda punya buktinya, dia tidak bisa menebak setelah ini akan ada acara apa dan akan melakukan pertandingan seperti apa.
“Masa iya!” Kini Bianca yang bersuara. Gadis ini berburuk sangka dan doyan mengecap tanpa mengenal orang yang dia benci. Kalau mengecap dan membenci, tiba-tiba orang tersebut malah sukses pasti dia malu.
“Terserah kamu mau percaya atau tidak.” Masa bodoh, Amanda akan buktikan bukan dengan sekedar omongan tapi dengan tindakan. Wajar kalau dia manja dan hidup enak jadi susah mandiri, terlalu dimanja dan dari menghambur-hamburkan uang.
“Oh jadi Amanda ini yang terkenal itu, anaknya bapak Gustav Dermawan yang keren itu?” Siapa yang tidak tahu nama Gustav, wajahnya wara-wiri di televisi, bukan hanya pemilik MND TV saja, dia aktivis kemanusiaan dan juga sering ikut acara penggalangan dana. Kalau di dunia nyata anggaplah Gustav ini mirip pak Hary Tanoesoedibjo.
“Emang iya!" Amanda menaikkan dagunya, dia tidak sederajat dengan orang-orang ini. Mereka tak jelas dari kaum menengah ke atas atau di bawahnya, wajahnya juga tidak familiar, tak seperti Amanda yang wara-wiri di televisi.
“Hebat sekali.” Pasangan ini bertepuk tangan untuk Amanda.
Jelas hati Amanda melambung tinggi, tapi saat hendak terbang kupu-kupunya, seketika itu pula diterjunkan. “Bapaknya aja, anaknya tidak!”
Kupu-kupu di hati Amanda tidak jadi terbang, orang-orang ini begitu merendahkannya. “Dari tadi kau merendahkan aku saja. Awas nanti aku balas?” Awas saja jika dia kembali ke kehidupannya lagi yang normal, dia akan mengingat kedua orang ini dan mencari di mana asal mereka. Amanda akan mengirimkan bom Hiroshima bila perlu ke kediamannya. Dendam ini sepertinya sudah mendarah daging, gadis ini tidak suka jika direndahkan padahal posisinya ada di langit.
“Aku tidak takut padamu anak manja. Aku dan kawan-kawanku bahkan membencimu!” Bianca sungguh berani sekali, tekadnya sungguh besar membenci Amanda, sebesar tubuhnya ini. Bianca termasuk ke dalam golongan haters alias pembenci seorang tokoh.
“Tidak kenal juga.” Bagi Amanda jika belum mengenal seseorang secara menyeluruh, luar maupun dalam, jangan menjudge orang itu jahat dan tidak baik, kenali dulu secara rinci, baru menjudge. Ini kenal saja tidak di dunia nyata, hanya mengenalnya lewat online sudah main benci saja. Apa salah Amanda pada Bianca, boro-boro punya salah sudah dibenci.
Senja rasa suasana semakin memanas lantaran Amanda dan Bianca semakin terbawa emosi. Mereka kan sedang dalam menjalankan misi, masa mau terus berdebat, buang-buang waktu saja, nanti kalau kalah bagaimana? Senja tak mau hal ini terjadi, dia harus memenangkan Variety show ini demi kebebasan. “Sudah-sudah, jangan bertengkar bisa tidak?” Kalau tidak ada yang menengahi ya bisa sampai terjadi baku hantam.
“Kita cari petunjuk lain saja," ajak Senja daripada waktu semakin berkurang, berdebat adalah hal yang membuang-buang waktu dan tenaga, tidak ada manfaatnya sama sekali.
Pasangan yang terlihat baik malah menikmati pertunjukan perdebatan Amanda dan Bianca bukannya memisahkan. Senja lah yang sampai turun tangan. Pria ini bahkan sampai mengatai orang yang berdebat pada kondisi seperti ini adalah orang yang egois dan seperti anak kecil, jadi jika tidak ingin dapat hadiah, hubungi panitia dan memilih untuk pulang saja.
Karena mereka malu pada Senja, akhirnya perdebatan selesai. Masing-masing dari mereka berpencar.
Senja berjalan di sekitar area tanah lapang kecil ini, siapa tahu ada petunjuk apa tugas yang harus mereka lakukan. “Ini dia.” Dia mengangkat tinggi-tinggi kertas HVS yang tulisannya adalah:
“Tanamlah dengan sepenuh hati. Ini akan jadi bahan makananmu nanti untuk bertahan hidup. Setiap tim punya ladang masing-masing. Siapa cepat menanam dan paling rapi, dia yang akan jadi pemenangnya.”
Senja bacakan dengan suara yang kencang agar semuanya bisa dengar. Suara serak-serak ngebas khas miliknya tentu bisa setiap pasangan dengar.
“Menanam sayuran ini, ya? Gampang sekali.” Bianca membuka karung isi sayuran yang sebagian sudah ditumbuhi daun.
Amanda buka karung milik mereka. Sayuran ini memang sering dia makan, tapi tak tahu cara masaknya bagaimana dan cara menanamnya seperti apa. Maklum Amanda taunya cara menghabiskan uang saja.
“Bagaimana caranya, Senja? Kamu saja yang lakukan, ya!” Amanda melirik Senja, belum apa-apa dia seperti sudah ingin menyerah. Senja tarik napas dalam-dalam dan hembuskan perlahan, kepalanya pusing dapat pasangan yang manja.
Pria itu keluarkan semua bahan dari karung dan memeriksanya satu persatu, mengamati yang mana yang bisa di tanam dan yang mana yang bisa langsung dimakan.
Bianca melirik Amanda sinis, dia dengar keluhan gadis itu. “Tuh kan anak manja taunya cuma memerintah saja.” Kalau Bianca menganggap ini adalah tugas yang enteng. Orang cuma suruh menanam makanan untuk bekal mereka tinggal kok. Btw ini tanaman kan bisa panen 3 bahkan bisa 6 bulanan, berarti durasi mereka akan lama di sini.
“Lakukan sendiri Amanda.” Bianca mengucapkan kencang-kencang agar masuk ke telinga Amanda.
“Apa sih lo?” Amarah Amanda mulai tersulut lagi. Kenapa sih si Bianca ini doyan sekali cari masalah. Amanda risih pada orang-orang seperti itu.
“Kenapa? Takut panas? Takut kotor juga megang tanahnya?” Bahkan Bianca memutarkan tubuhnya di bawah sorotan teriknya matahari dan meraih tanah perkebunan yang didominasikan tanah pasir ini.
“Gak bisa?” tanyanya seolah meremehkan. Bisa saja mentang-mentang anak dari pemilik stasiun televisi ini, Amanda jadi seenaknya memerintah Senja, mereka kan tim jadi harus bekerja bersama, bukan mengandalkan satu orang.
“Sana balik jangan ikutan. Paling mau sembunyi di ketek papi, kan?” Kata-kata Bianca terus membuat hati Amanda mendidih.
“Lo mau ngajak gue ribut?” Gadis ini menarik kerah baju Bianca dan mengepalkan tangannya, ingin rasanya dia memukul si gempal ini.
“AMANDA!” teriakan Senja begitu keras, habisnya dua gadis ini dari tadi berdebat saja, tim Marsha sudah mulai duluan lho.
Amanda menoleh pada sumber suara. “Apa sih Senja. Ini orang dari tadi nyolot terus sih.” Padahal dia sudah mau mengajak Bianca berkelahi, siapa takut. Dengan uang dia bisa buat Bianca yang malah dibui.
Senja tidak menjawabnya karena sibuk dengan tugas ini.
Bianca melirik Amanda sinis. “Anak manja sana balik. Loe gak akan bisa lakuin ini semua. Lo kan udah biasa serba dibantuin, gak bisa apa-apa. Wle!” Bangke emang si Bianca ini, bisanya merendahkan saja.
“Kata siapa?” Amanda memelototinya.
"Amandaaaaa ….." teriak Senja lagi agar gadis itu menghampirinya. Amanda pun menurut, dia berjongkok di sebelah Senja yang sibuk memilih sayuran.
"Udah berdebatnya?"
Amanda diam, malu karena Senja terlihat emosi.
"Kalau tidak mau di olok-olok ya buktikan kemampuanmu bahwa kau sendiri bisa, bukan diam atau cuma menyuruh orang lain saja." Perkataan Senja ada benarnya juga. Amanda justru jangan berdebat apalagi berkelahi, buktikan sendiri bahwa dia tidak seperti yang disebutkan Bianca.
“Senja. Ajarin gue sekarang!”
Semangat Amanda jadi menggebu-gebu, dia paling tidak suka jika diremehkan dan ditantang seperti itu, lihat saja, biar begini Amanda tidak akan pantang menyerah dalam menghadapi sebuah tantangan. Dia pernah merasakan tinggal di kota besar tepatnya di luar negeri untuk kuliah, di sana persaingan sengit sehingga dia juga sering diremehkan. Amanda untungnya bisa menyelesaikan studi dengan cepat dan mempunyai nilai yang bagus, dia tampar semua ejekan dan tantangan dari teman-temannya melalui sebuah prestasi. Sayang ilmunya tidak diterapkan di sini, balik ke indonesia malah leha-leha dan terlalu dimanja, efeknya kerja ke stasiun televisi cuma nampang aja.Oke karena niat gigih Amanda untuk menyelesaikan tantangan dan ambisinya mengalahkan lawan, Senja akan memulai kerja sama tim dengan gadis ini. Senja amati dulu apakah sayuran ini sudah ditumbuhi dengan akar dan daun. Kalau kentang biasanya kan ada timbul dedaunan lalu siap ditanam, kalau umbi bakal timbul seperti akar dan daun. “Kita har
Senja bergegas membawa Manda berteduh. Kini, gadis itu sedang ditenangkan oleh Marsha yang terlihat andal. Sepertinya, Marsha memang bisa melakukan banyak hal, tentu bisa diandalkan. Senja hanya bisa menghela, Michle sebagai pasangan Marsha dalam acara ini jelas beruntung. Mereka pasangan paling kompak di antara dua peserta lainnya.“Amanda, sudah merasa lebih tenang?” Marsha bersuara. Wanita itu melambaikan tangan di depan wajah Manda yang kini tengah memijat pangkal hidungnya. Posisi Manda saat ini masih terbaring dengan paha Senja sebagai bantalan. Senja hanya bisa memasrahkan diri, ia yakin kakinya kan kebas saat hendak berdiri nanti.Pergerakan abnormal terasa, Senja menundukkan wajah guna menatap Amanda lebih dalam. Wanita itu menggeliat pelan. Lalu mengeluarkan isak tangis dengan alasan yang tidak pria itu mengerti. Begitu mendengar Amanda menangis, Marsha, Michel, dan Senja saling bertatap satu sama lain sembari melempar tanya lewat ekspresi wajah mereka.“Oh, apa aku salah me
Lokasi tempat mereka melanjutkan permainan kali ini ternyata tepat di pesisir pantai. Amanda bisa mendengar desiran ombak yang pecah tatakala mengenai batu karang. Wanita itu menmeluk tubuh, mencoba menghalauy angin malam walau itu tidak cukup berpengaruh.Dari arah utara, Senja memperhatikan pasangannya dengan raut wajah tak terbaca. Laki-laki itu sempat mengembuskan napas, lalu berniat menemani Amanda. Namun salah seorang juru kamera yang datang membuat Senja mengurungkan niatnnya.Karena kali ini mereka tidak ada di dalam rumah, pihak stasiun televisi mengirimkan dua juru kamera untuk merekam interaksi dan kegiatan tiga peserta malam ini.Pengumuman dengan alat bantu pengeras suara yang baru saja terdengar mengundang atensi Amanda, sejenak wanita itu menyipitkan pandang, lalu merekahkan senyuman begitu mengenali salah satu juru kamera yang ditugaskan oleh ayahnya.Senja mengangkat alis begitu mendapati Amanda berlari menerjang pasir putih pantai dengan flat shoes-nya. Begitu menyad
Dalam permainan lanjutan kali ini, sebenarnya tidak ada pemenang. Hanya tentang siapa pasangan yang paling cepat menyelesaikan dua masakan diantara dua pasangan lain. Dan kini, kerusuhan tengah terjadi pada Amanda. Gadis itu memekik berulang kali saat uap panas mengepul mengenai permukaan kulit, tentunya saat gadis itu sedang berusaha mengaduk sup yang hampir matang.“Ouh, sungguh, Senja. Kulitku terasa terbakar!” keluh Amanda, tetapi suaranya di kecilkan. Ia tidak ingin ada pasang telinga lain yang mendengar keluhannya. Manda juga tetap mempertahankan senyuman saat mengeluh, tentu karena kamera besar yang ada di hadapannya terus menyala. Ia tidak bisa menampilkan ekspresi kesal yang sebenarnya.Senja melirik Amanda sebentar, lalu mengembuskan napas panjang. Pria itu memilih untuk tidak peduli, lantas melanjutkan kegiatannya memotong cabai dan beberapa iris bawang yang akan ia jadikan bumbu membuat tumis kangkung.“Senja, jangan mencoba mengabaikanku. Kau tidak lihat bagaiman serasiny
Amanda tidak langsung menjawab pertanyaan Senja. Tangannya membawa jaket milik pria itu agar menepel sempurna pada punggungnya yang terbuka. Ia tidak menolak atau langsung melepas jaket pemberian pria itu. Sebab pada kenyataanya, ia memang sedang kedinginan sekarang.“Terima kasih,” ujar Amanda. Namun tatapan gadis itu terus tertuju pada hamparan pasir di lantai dasar sana. Ia membiarkan angin malam mengombang-ambingkan rambut panjang yang ia geraikan.Senja menoleh, lalu mengerutkan dahi, “Terima kasih untuk apa?” tanya pria itu. Kini kedua alisnya ikut terangkat, meleengkapi ekspresi bertanyanya saat ini.Amanda tertawa kecil, “Untuk jaketnya,” balasnya. Amanda kembali mengangkat kecil jaket berat milik senja agar tubuhnya tidak kedinginan. Mengingat dress yang ia kenakan masih sama dengan dress saat berada di luar, bahunya terlalu terbuka. Dan itu membuat Amanda merinding kapan saja.“Oh,” balas Senja singkat. Laki-laki itu memilih untuk ikut menatap lurus ke depan. Mencoba untuk m
Sekarang, Senja bisa melihat sifat asli Amanda lewat pergerakan tidurnya. Perlahan ia bangkit dari posisi terbaring, setelahnya meletakan satu kaki dan satu tangan milik Manda yang nangkring tanpa dosa di atas tubuhnya. Pantas saja sepanjang malam memejamkan mata ia merasa ada beban yang tak dikenalinya. Rupanya ini milik Amanda.Senja mengembuskan napas, menatap bantal guling yang semalam Amanda jadikan batas antar tubuh keduanya terjatuh mengenaskan di atas lantai. Pose tidur gadis itu tidak terbilang baik, tidurnya royal dan tidak bisa berhenti bergerak. Sepertinya itu yang membuat tidur Senja sama sekali tidak nyenyak. Ini menyebalkan, tetapi ia ingin tertawa melihat cara tertidur Amanda. Rupannya tidak seanggun saat sadar sepenuhnya.Pergerakan abnormal di sampingnya membuat Senja menoleh. Lantas laki-laki itu menatap Amanda yang kini tengah mengerjapkan mata. Rambut panjang tergerai gadis itu tampak berantakan. Tidak tertata dan mirip seperti rambut singa.Amanda menguap sebenta
“Ya tuhan, punggungku benar-benar terasa pegal!” Amanda mengeluh. Wanita itu baru saja mendudukkan diri pada sofa di teras vila. Tepat setelah menyapu pelataran rumah yang kotor karena daun-daun pohon yang gugur. Ia membiarkan sapu yang ia gunakan terjatuh mengenaskan di atas lantai. Biarlah, ia akan mengambilnya nanti. Yang perlu dilakukannya saat ini adalah mengatur deru napasnya sendiri. Ia memejamkan mata, angin sepoi-sepoi yang sangat jarang ia temukan di pusat kota membuat Amanda larut dalam hening. Mencoba merespi apa yang tengah dirasanya saat ini. Di depan vila, hanya ada satu kamera pengawas, letaknya di atas pintu. Amanda tidak memperdulikan itu. Ia hanya ingin duduk sebentar karena tubuhnya terasa sangat pegal. Perlu diingat kembali, ini adalah kali pertama Amanda menyapu atas kemauannya sendiri. Di rumah, ia selalu mengandalkan semua tugas harian pada pelayan yang ayahnya pekerjakan. Termasuk pakaaian dan kebersihan kamar. Sejak kecil, ayahnya selalu memanjakan putri se
“Apa yang kalian berdua lakukan di depan penginapanku?” Michel bertanya untuk kali keduanya saat mendapati kebungkaman Amanda dan Senja. Pria itu menuruni undagan, lalu berdiri di samping Senja tanpa menurunkan kedua alisnya.Senja menatap Michel balik setelah berdeham singkat, ia melirik ke arah pintu vila, lalu menemukan Marsha baru saja keluar dari dalam sana. Wanita itu mengenakan clemek, sepertinya sedang memasak.“Amanda, sungguh itu kau?” Senyuman Marsha merekah saat mendapati wanita itu. Merasa dipanggil, Amanda mengadahkan wajah. Lalu tersenyum sembari melambaikan tangan kanannya. Senjka Marsha membantunya pulih dari sesak napas tempo hari, Amanda tidak lagi merasa harus menjaga jarak dengan gadis cantik itu. Yang perlu dijadikannya musuh yang benar-benar musuh adalah Bianca, Amanda merasa tidak sudi untuk berdekatan dengannya.“Sebenarnya, kami datang untuk meminta bantuan,” ujar Senja memberitahu Amanda langsung menganggukkan kepala untuk dijadikan tanggapan.Lantas Marsha