Bab39
"Ketua," gumam Joe.
"Apa?" Case dan Joe terkejut.
"Tuan, mereka di sana ...." terdengar suara seseorang menunjuk mereka.
"Joe ...." Case terkejut, melihat Joe kini tiba-tiba pingsan.
Rombongan Wiliam berlari ke arah Case dan Joe.
Melihat kondisi Joe yang pingsan, Wiliam bergegas meminta anak buahnya membantu Joe. Dan dia sendiri meminta Mantako Jordan untuk menggendong Case.Melihat kondisi Case yang sangat memprihatinkan, Wiliam sangat merasa marah dan juga kasihan dengan kemalangan anak dan menantunya itu.
Kedua pasangan suami istrinya itu dibawa ke rumah sakit, untuk mendapatkan perawatan terbaik. Mantako Jordan melaporkan hasil penyelidikannya, terhadap masalah yang menimpa Case dan suaminya.
Mantako Jordan juga menyerahkan 1 unit handphone milik Case pada Wiliam.
"Gudang besar di tengah hutan itu telah hangus kami bakar, Tuan. Kami melakukan tugas sesuai perintah. Kemungkinan, gudang besar itu
Bab40Perlahan Case membuka mata. Tubuhnya semua terasa sakit, terutama pada bagian kakinya yang terluka parah."Case ...." wanita itu menoleh, wajah sang ayahlah yang pertama dia lihat."Ayah ...""Bagaimana keadaanmu? Mengapa kamu bisa berada di dalam hutan itu?" tanya Wiliam, sembari memberikan ponsel milik Case.Case meraih benda pipih miliknya itu. "Kami diculik orang bodoh," jawab Case sedikit kesal. Mata wanita itu terlihat tajam dengan ekspresi marah yang sangat nampak."Siapa? Apakah kamu mengenali penculiknya? Biar ayah selesaikan orang itu," sahut Wiliam."Tidak, aku akan membalasnya sendiri, Yah. Oh iya, terimakasih sudah mau mencariku," kata Case terdengar pilu.Wiliam hanya mengelus tangan anaknya. Lelaki itu terdiam sesaat, sembari berpikir keras mengenai kejadian yang menimpa Case."Setelah sembuh, kau harus ikut berlatih ilmu bela diri tingkat tinggi yang ada di Monarki. Ayah yakin, sudah beberapa orang
Bab41Di ruangan Joe dirawat, lelaki itu sangat kesal pada Ibunya."Apa yang Ibu lakukan ke kamar Case?" tanya Joe dengan kesal."Ibu cuma mau ngasih pelajaran pada wanita pembawa sial itu," jawab nyonya Sabhira tanpa rasa bersalah."Apakah Ibu tidak bisa menahan diri? Ini rumah sakit dan yang Ibu lakukan tadi, itu sangat keterlaluan. Case sedang mengalami luka parah, bahkan lebih parah dari Joe," kata Joe tegas. Nyonya Sabhira hanya mendengkus."Iya nih, Ibu nyaris membuat rusak nama keluarga di depan Ketua besar," timpal Elvina."Kalian brisik sekali," sahut nyonya Sabhira."Joe ...." Terdengar suara panik Mary White. Wanita itu tertatih, masuk ke dalam ruangan Joe."Apa yang terjadi?" tanya Mary seraya mendekati kekasihnya."I'm oke, tidak perlu dibahas lagi.""Tapi kamu baik saja kan?" Mary menggenggam tangan lelaki itu."Tidak apa-apa, oke." Joe tersenyum dan membuat Mary merasa tenang."Makanya
Bab42"Joe ...." nyonya Sabhira menyambut kedatangan anaknya di depan pintu rumah mereka, ketika Joe dan Mary sudah tiba memasuki gerbang rumah.Sepanjang perjalanan pulang, Mary hanya diam, sehingga tanpa mereka sadari, kini mereka sudah tiba di tujuan."Sehat, Nak?" tanya nyonya Sabhira, sembari menggandeng lengan Joe."Ya." Joe menyahut seadanya.Mary terdiam, sembari ikut masuk ke dalam rumah."Ada apa, mengapa wajah kakak kusut sekali?" tanya Elvina, menatap Mary penuh curiga."Kalian pasti sedang bertengkar," kekeh Elvina, merasa lucu dengan tampilan galau wajah Mary."Tidak," jawab Joe. Lelaki itu pun duduk di sofa, diikuti mereka bertiga."Joe, kapan kamu resmikan Mary? Ibu sangat ingin memiliki menantu cantik dan pintar seperti dia," rengek nyonya Sabhira, menciptakan senyuman kecil dibibir Mary."Kalau warisan Kakek sudah menjadi milikku," jawab Joe tenang."Jika aku bercerai dengan Case lebih awa
Bab43Usai pemeriksaan, besok Case sudah di perbolehkan pulang. Case meminta ponsel miliknya dan mulai menggeser smart phone tipe sederhana itu.Sebuah pesan dari Mary White, dan foto mesra wanita itu dan Joe sedang terlelap berdua.Hati Case semakin sakit dan terasa patah. Hinaan berbagai hinaan Case terima dari Mary. Rasanya, Case tidak tahan lagi terus bersabar.Namun apalah daya, dia bahkan belum mendapatkan yang dia cari di rumah Joe, sehingga memaksanya untuk lebih bersabar lagi.Wiliam memasuki ruangannya, melihat binar mata Case berkaca-kaca, Wiliam pun mulai bertanya."Apa yang terjadi, Nak?" tanya Wiliam pada Case dengan suara pelan. Lelaki itu pun duduk di kursi samping tempat Case berbaring."Ayah, aku ingin melanjutkan pendidikanku," ungkap Case dengan suara pelan."Oh ya, tentu saja anakku! Ayah akan berikan apapun yang kamu mau," jawab Wiliam dengan senyuman. "Asalkan misimu selesai, oke."_________Kepulangan Case bersama Khan Wilson mengundang amarah di hati Jos dan k
Bab44"Mary ...." Joe mendekati wanita yang sedang emosi itu.Khan Wilson menghentakkan kasar tangan Mary White."Pulanglah," bisik Joe. Wajah Mary kini terlihat masam, dan semakin menatap benci kepada Case.Tanpa banyak bicara, wanita itu pergi begitu saja dari rumah Joe. Ada perasaan sedikit bersalah di hati Joe, namun lelaki itu mencoba diam dan tenang."Tuan Khan, anda bisa pulang sekarang! Biarkan Case istirahat," pinta Joe juga.Khan menoleh ke arah Case, dan wanita itu mengangguk kecil."Aku pulang dulu," ucap Khan Wilson, sembari meraih lembut tangan Case. "Cepat sehat ya!" lirihnya. Case tersenyum. "Tentu saja," jawabnya ramah.__________Pikiran Joe kini sangat terusik dengan kehadiran Khan Wilson di hubungan Joe dan Case. Entah mengapa, kejadian siang tadi begitu mengganggu pikiran Joe.Lelaki itu termenung duduk di depan jendela kamarnya, sembari menikmati minuman beralkohol.Hati Joe terasa pilu, dan pikirannya semakin kalut, membayangkan sikap Case yang semakin berani m
Bab45"Nyonya muda! Nyonya muda!" pekik pelayan itu panik."Brisik!" teriak nyonya Sabhira, yang asik dengan tontonan tivinya."Nyonya Sabhira, nyonya muda kini pingsan," pekik pelayan itu, membuat nyonya Sabhira sedikit terkejut."Panggilkan Dokter! Aku tidak mau wanita miskin itu tiba-tiba mati nggak jelas di rumah ini," bentak nyonya Sabhira pada pelayan itu.Pelayan pun mengangguk, dengan sigap memanggilkan Dokter.Dokter muda tampan itu tersenyum, kala selesai memeriksa Case. "Selamat nyonya! Nona muda tengah hamil," ucap sang Dokter, membuat nyonya Sabhira kesal."Hamil? Dasar sialan, pake acara hamil segala," ketus nyonya Sabhira. Case hanya menghela napas lemah, tidak ada tenaga rasanya dirinya kini."Sudah selesai kan? Pergilah dari rumahku," ucap nyonya Sabhira lagi pada sang Dokter.Dokter tampan itu hanya tersenyum kecil, sembari memberikan vitamin untuk Case.Sepeninggal Dokter tampan itu, nyonya Sabhira meminta pelayan keluar dan membiarkan dia dan Case hanya berdua."A
Bab46"Kau baru sadar?" decak Joe angkuh. Usai berkata pedas, lelaki itu pergi meninggalkan isak tangis Case."Sayang ...." Terdengar suara Mary menyambut Joe di dekat pintu kamar Case. Case pun mendengar jelas suara manja Mary.Hatinya pedih dan sakit, mendapat perlakuan dan celaan suaminya sendiri.Hari ke hari, tubuh Case menjadi mulai gemuk dan tumbuh beberapa jerawat besar di wajahnya yang semula mulus.Joe semakin tidak senang dan jijik melihat Case. "Kandunganmu sudah cukup besar! Dan sekarang lakukan kembali tugasmu di rumah ini, jangan bermalas- malasan," titah nyonya Sabhira."Kau gemuk dan semakin jelek. Sudah miskin, kau juga sangat menjijikan," caci nyonya Sabhira. "Entah bagaimana rupa anakmu nanti," serunya kembali dengan ekspresi jijik.Case tidak menyahut dan tidak pula menanggapinya. Perih dihati dia tahan, selain demi anaknya, juga demi misi yang Wiliam berikan.Kian hari, kehidupan Case semakin menyedihkan. Wanita itu termenung duduk di taman mini rumah besar itu
Bab47Tangis bayi mungil itu semakin kencang, membuat Joe merasa terusik dan berjalan cepat ke arah kamar Case.Brakkk .... lelaki itu menendang keras daun pintu, membuat Case sangat terkejut, begitu pula dengan bayinya yang malah semakin keras menangisnya."Diamkan bayi sialan itu," bentak Joe dengan mata melotot, membuat Case sangat syok mendengar ucapannya."Dia lagi sakit demam, Joe. Aku sudah dari tadi berusaha menenangkannya, tapi dia tetap menangis," jelas Case, dengan mata yang berkaca- kaca."Kau ibu yang bodoh! Mengatasi anak bayi saja tidak bisa. Aku benar- benar muak dengan semua ini.""Gendonglah dia, Joe. Aku pikir dia sedang merindukan kamu. Dari dia lahir, kamu tidak pernah mau menyentuhnya sama sekali.""Aku capek banyak kerjaan! Kepalaku pusing, ditambah lagi dengan tangisannya dari tadi," keluh Joe."Mungkin dia ingin kamu peluk, Joe. Biar bagaimana pun juga, ini anak kamu," sahut Case dengan suara bergetar.Joe mendengkus. "Dari awal sudah kubilang, gugurkan saja d