Share

GADIS PELAYAN BAR

Gerakan spontan Richie mencuri perhatian sebagian besar orang yang berada di dalam bar. Tetapi orang-orang itu hanya bersikap siaga sebagai penonton, bukan sebagai orang yang hendak menolong. Richie menarik tinggi kerah baju pemuda itu. Mata mereka bertemu dan Richie dapat melihat getaran di kedua bola mata lawannya.

“Berapa usiamu? 20 tahun? Pakai otakmu untuk memikirkan masa depan, bukan untuk melecehkan seorang gadis!” Richie menggeram – jarak wajah mereka terpisah satu jengkal saja.

“Cih! Siapa suruh dia memakai rok sependek itu? Jadi saja aku memakai otakku untuk membayangkan bokong di balik roknya,” pemuda itu cukup bernyali menjawab kata-kata Richie, membuat Richie semakin bernafsu mengencangkan tarikannya.

Tenggorokan pemuda itu tercekik, “be-berani bertaruh, kau juga suka membayangkan hal yang sama kan, pak – pak  tua?” ucapnya terbata.

Richie melirik Patty yang berdiri kaku di sampingnya. Diamati dari dekat, gadis itu memang sangatlah cantik dan dia tidak bisa tidak setuju dengan rok pendek yang dikatakan si pemuda. Rok itu benar-benar menggoda.

Richie menekan kuat leher pemuda itu hingga meringis kesakitan. Lalu menghempaskannya ke kursi sampai terhuyung dan bajingan kecil itupun berguling ke lantai. Seorang temannya mengepalkan tangan hendak membalas perbuatan Richie. Namun seorang pria di sebelah kanan mereka merentangkan tangannya, menahan usaha pembalasan itu.

“Lebih baik kalian cepat pergi dari sini atau kalian akan habis,” ucap pria itu – matanya mengamati Richie dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Orang waras manapun pasti bisa langsung merasakan aura pembunuh yang dipancarkan Richie melalui tatapan mata tajamnya. Gerombolan pemuda itupun beringsut pergi dengan menahan geram bercampur malu.

“Kau tidak apa-apa, nona?” tanya Richie pada gadis pelayan masih berdiri di sampingnya.

Bukannya mengucapkan terima kasih, gadis itu malah melengos dan pergi meninggalkan Richie yang terbengong atas sikapnya. Pria yang tadi ikut mengusir gerombolan pemuda itu mengangkat bahunya dan buru-buru membuang pandang.

Richie kembali duduk pada kursi tingginya, memesan sebotol bir lagi kepada pelayan yang lain dan langsung menenggaknya dari botol. Sementara itu matanya masih terus mengawasi Patty yang tengah menundukkan kepala dihadapan seniornya. Mungkin dia dimarahi karena telah menyiram minuman kepada pelanggan.

Richie menyipitkan matanya, senior Patty terlihat menunjuk-nunjuk ke arahnya, tanpa menoleh. Semenit kemudian, Patty kembali berdiri di hadapannya dan menaruh semangkuk popcorn mentega. “Untukmu – terima kasih telah membelaku …”

“siapa namamu?” tanya Richie, menatap tanpa berkedip.

“Anda sudah mendengar namaku dari pemuda tadi,” jawab Patty.

“Aku ingin mendengarnya langsung darimu,” desaknya dengan suara tenang yang dalam.

“Eeengg … aku – aku Patricia Carol. Semua orang di desa ini memanggilku Patty. Anda sendiri?” jawab Patty malu-malu.

“Richard Allan – kau bebas manggilku Richie atau si tampan.” Ucapan Richie berhasil membuat Patty tersipu. Patty pun mengucapkan terima kasih untuk kedua kalinya lalu pamit meninggalkan Richie.

Richie yang tak punya kegiatan apapun malam itu dan mungkin hingga malam-malam berikutnya, memutuskan untuk tetap berada di sekitaran bar sampai bar itu tutup. Richie berjalan ke luar pintu dan bersandar pada pilar kayu yang menopang atap bar.

Udara di luar panas dan lembab, hanya sedikit saja lebih segar dari udara di dalam. Sebuah sedan tua berhenti sejajar dengan tempat Richie berdiri. Dua orang pria turun dari dalamnya. Seorang masuk dengan tergesa-gesa ke dalam bar sementara seorang lainnya berjalan lambat-lambat dengan gaya sok asik.

“Preman kelas teri …” bisik Richie kala pria itu berjalan melewatinya.

“Apa kau bilang?” ternyata cukup tajam juga pendengaran pria itu.

“Bukan apa-apa, bung. Aku hanya sedang mengeluhkan hidupku sebagai preman kelas teri,” jawab Richie santai.

“Oohh … jadi kau ini preman?” pria itu merapatkan tubuhnya berhadapan dengan Richie dengan sinar mata menantang.

Richie menggaruk tengkuknya, “Bukan juga – aku hanya warga desa biasa yang suka … hhmm … membual,” jawab Richie sekenanya.

 “Kau terlihat seperti orang baru di sini. Dari mana asalmu?” Pria itu mendelik kepada Richie dengan ketidaksukaan penghuni lama kepada penghuni baru yang terlihat lebih superior. Richie menggulung bibirnya ke dalam tanpa mengalihkan mata dari pria itu.

Pria itu mendengus seperti kehilangan nyali. “Cukup aku peringatkan malam ini saja,” katanya. “Berhati-hatilah di tanah orang, bung! Kalau kau mencari masalah, maka kau akan berurusan dengan kami. Ingat itu!” Pria itu menunjuk wajah Richie dengan telunjuk yang bergetar.

Richie hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kau yang harus berhati-hati, bodoh!” serunya dalam hati.

Tidak di mana-mana, di kota ataupun desa selalu saja ada sekelompok pecundang yang menganggap diri mereka sebagai ‘penguasa’ wilayah. Tapi setidaknya sekarang Richie jadi tahu tipe preman macam apa yang ada di Woodstock. Lalu, demi liburan enam bulan yang syahdu, dia hanya perlu menghindari orang-orang semacam itu.

Teman pria itu keluar dari bar dengan membawa empat botol bir dalam pelukannya sambil tertawa-tawa licik. Sejurus kemudian teriakan nyaring seorang gadis mengejutkan Richie yang masih bersandar pada pilar. Dia menegakkan tubuhnya saat Patty berlari-lari melewatinya sambil mengacung-acungkan spatula.

“Bajingan terkutuk!! Kembalikan botol-botol birnya, dasar pencuri! Berengsek!”

Mengabaikan teriakan histeris Patty, kedua orang pria itu bergegas masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan penuh menembus malam. Patty berdiri tepat di sebelah Richie dengan nafas tersengal dan putus asa.

“Kau baik-baik saja?” Richie menanyakan sebuah pertanyaan basa-basi yang bodoh dengan nada datar.

Memancing ekspresi merajuk gadis itu. “Dasar menyebalkan!” ucapnya seraya memelototi Richie.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
SasaLay1402
Lah, jangan salah kadang yang make gamis aja bisa berujung kayak gadis rok mini. Ah! Nggak suka pasti yang dianuin si cewek karena mengundang hasrat dan tidak bisa menjaga diri hiks. Padahal dasar cowoknya aja kelebihan hormon HA-HA. ... Ya-ya-ya Nona kenaon? Kok nggak ngucapin makasih? Sadar kali,
goodnovel comment avatar
SasaLay1402
Lah, jangan salah kadang yang make gamis aja bisa berujung kayak gadis rok mini. Ah! Nggak suka pasti yang dianuin si cewek karena mengundang hasrat dan tidak bisa menjaga diri hiks. Padahal dasar cowoknya aja kelebihan hormon HA-HA. ... Ya-ya-ya Nona kenaon? Kok nggak ngucapin makasih? Sadar kali,
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status