Beneath the Mafia’s Veil

Beneath the Mafia’s Veil

last updateLast Updated : 2025-02-11
By:  Selena CipherOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
33Chapters
245views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Beneath the Mafia’s Veil adalah sebuah cerita misteri dengan nuansa gelap dan penuh teka-teki di kota Ravenwood. Kisah dimulai dengan Detektif Leon Ardian yang menyelidiki serangkaian pembunuhan dengan pola aneh, di mana korban selalu ditemukan dengan bunga camellia putih di sisinya. Bersama dengan ahli forensik Evelyn Selene, Leon mulai menyusun potongan-potongan teka-teki yang membawanya pada jaringan kriminal yang lebih besar. Penyelidikan mereka berkembang dari pembunuhan sederhana menjadi pengungkapan operasi rahasia berskala internasional yang melibatkan mafia, senjata biologis, dan konspirasi politik. Cerita ini menggambarkan perjuangan Leon dan Evelyn melawan waktu untuk menghentikan Damian Crowe dan bos kriminal di baliknya. Sepanjang perjalanan, mereka menghadapi ancaman mematikan, teka-teki simbolis, dan keputusan sulit yang menguji moral serta kepercayaan mereka satu sama lain.

View More

Chapter 1

Chapter 1: Camellia Putih

Hujan deras membasahi jalanan Ravenwood, menciptakan genangan air yang memantulkan lampu-lampu jalan berwarna kekuningan. Kota itu, meskipun besar, selalu terasa mencekam di malam hari. Deru mobil patroli polisi terdengar di kejauhan, semakin mendekat ke salah satu sudut distrik industri yang sepi.

Leon Ardian melangkah keluar dari mobilnya dengan mantelnya yang panjang. Dia menghela napas panjang sambil memandang ke arah gudang tua yang dikelilingi garis polisi. Sebuah tempat yang jauh dari peradaban, tempat di mana tak seorang pun berharap menemukan kehidupan atau kematian.

“Detektif Ardian!” suara seorang petugas polisi memanggil. “Kami menemukan korban lainnya. Ini yang ketiga minggu ini.”

Leon mengangguk tanpa berkata apa-apa. Dia tahu kasus ini akan menjadi mimpi buruk lain yang membangunkannya di tengah malam. Mengambil senter dari sakunya, dia berjalan mendekati lokasi di mana tubuh seorang wanita ditemukan.

Tubuh itu terbaring di tengah ruangan besar yang kosong, diterangi oleh lampu portable yang dipasang tim forensik. Di sebelah tangan kanannya, bunga camellia putih tergeletak dengan tenang, kontras dengan darah yang mengalir dari tubuhnya.

“Camellia lagi,” gumam Leon.

“Ya, detektif. Sama seperti dua kasus sebelumnya. Posisi korban, bunga, semuanya identik,” jelas seorang teknisi forensik.

Leon memandang ke arah bunga itu, lalu ke wajah korban. Dia tidak lagi merasa mual melihat tubuh manusia yang tak bernyawa, tetapi ada sesuatu yang mengganggu tentang pola ini. “Apa sudah ada ahli otopsi di sini?” tanyanya.

“Baru datang. Dia di luar, sedang bersiap.”

Leon mengangguk dan berjalan keluar gedung. Di sana, seorang wanita berdiri di bawah payung hitam, mengenakan jas lab putih yang kontras dengan langit kelabu di atasnya. Rambut cokelat gelapnya ditata rapi, dan ekspresi wajahnya dingin seperti malam itu.

Evelyn Selene.

“Dokter Selene,” Leon menyapa dengan nada datar.

Evelyn menoleh dan mengangguk kecil. “Detektif Ardian,” jawabnya. Suaranya tenang, hampir tanpa emosi.

“Kami menemukan korban ketiga. Camellia putih lagi. Sepertinya pembunuhnya ingin kita tahu sesuatu.”

Evelyn tidak menanggapi langsung. Dia hanya mengarahkan pandangannya ke gudang, lalu melangkah masuk tanpa meminta izin. Leon mengikutinya dengan sedikit senyum di sudut bibirnya. Evelyn memang terkenal dengan sikap dingin dan efisiensinya, tetapi itu justru yang membuatnya disukai atau dibenci oleh banyak orang.

“Beritahu saya apa yang anda temukan,” pinta Evelyn begitu dia berjongkok di samping tubuh korban. Tangannya yang terbungkus sarung tangan lateks mulai memeriksa luka-luka dengan cermat.

Leon menyilangkan tangannya di dada. “Wanita. Usia kira-kira 30 tahun. Tidak ada tanda-tanda perlawanan. Dan bunga itu…”

“Camellia,” potong Evelyn. “Bunga yang melambangkan kesempurnaan dan keanggunan. Tetapi dalam beberapa budaya juga dianggap sebagai simbol pengkhianatan.”

Leon menaikkan alisnya. “Simbol pengkhianatan? Pembunuh ini tampaknya punya selera aneh.”

“Bukan selera,” jawab Evelyn sambil berdiri. “Pesan.”

“Pesan apa?”

Evelyn memandang Leon dengan tatapan serius. “Pesan yang hanya dia pahami, setidaknya untuk saat ini. Saya perlu melakukan otopsi lebih lanjut, tetapi dari luka-lukanya, ini bukan sekadar pembunuhan acak. Dia ahli. Potongannya bersih, terencana.”

Leon mengangguk pelan. “Baiklah. Kalau begitu, lakukan apa yang perlu Anda lakukan. Saya akan mencari tahu lebih banyak tentang korban.”

Evelyn mengangguk dan mulai mengatur persiapannya. Sementara itu, Leon melangkah keluar, menyalakan rokok, meskipun tahu itu dilarang di lokasi kejadian. Dia memandang ke arah hujan yang semakin deras, pikirannya dipenuhi teka-teki yang terus bertambah.

Di pagi hari, Leon kembali ke kantornya. Tumpukan dokumen dan laporan memenuhi mejanya. Sambil duduk, dia membuka berkas korban terbaru.

Lara Finnigan. 32 tahun. Wartawan investigasi.

“Wartawan,” gumam Leon. “Apa yang sedang dia selidiki?”

Leon mulai membaca laporan pekerjaan Lara. Ternyata dia sedang menulis artikel tentang kejahatan terorganisir di Ravenwood, sebuah artikel yang belum selesai dan tampaknya menjadi alasan dia dibunuh.

Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Leon. Evelyn masuk dengan sebuah map di tangannya. Dia tampak sedikit lelah, tetapi tatapannya tetap tajam.

“Hasil otopsi,” katanya sambil meletakkan map itu di meja Leon.

Leon membuka map tersebut dan membaca isinya. Evelyn menjelaskan, “Korban meninggal karena kehilangan darah. Luka-luka di tubuhnya sangat presisi, seperti dilakukan oleh seseorang dengan pengetahuan medis. Saya yakin ini bukan pertama kalinya pelaku melakukannya.”

Leon memandang Evelyn. “Ahli medis? Atau seseorang yang pernah bekerja di bidang ini?”

Evelyn mengangguk. “Kemungkinan besar iya. Tapi saya menemukan sesuatu yang menarik.”

“Apa itu?”

Evelyn menyerahkan foto close-up dari luka di tangan korban. Ada sesuatu yang terukir di kulitnya sebuah angka.

“’0411’,” baca Leon keras-keras. “Apa artinya?”

“Saya belum tahu. Tapi ini bukan angka acak. Bisa jadi tanggal, kode, atau bahkan tanda untuk korban berikutnya.”

Leon menghela napas panjang. “Kalau begitu, kita harus bergerak cepat sebelum ada angka lain yang muncul.”

Evelyn memandang Leon dengan tatapan serius. “Saya harap anda benar-benar serius dengan ini, Detektif Ardian. Karena pelaku ini tidak hanya cerdas, dia juga menikmati apa yang dia lakukan.”

Leon tersenyum kecil. “Tenang saja, Dokter Selene. Saya tidak akan membiarkan dia lolos.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
33 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status