Selena dan Linggar duduk di lobi universitas, menunggu jemputan masing-masing. Linggar melirik jam di pergelangan tangannya, sementara matanya sesekali mencari sosok Deon, temannya yang beda jurusan dan belum juga muncul."Nyebelin banget tuh orang," gerutu Linggar tiba-tiba. "Pokoknya, nggak ada yang boleh gantiin posisi Rangga di sirkel kita!"Selena menoleh dengan alis terangkat. Nada suara Linggar mengandung sesuatu yang lebih dari sekadar omelan biasa. Ia terkekeh, mengingat bagaimana Linggar dan Rangga selalu saja ribut kalau sedang bersama. Tapi sekarang? Linggar justru menegaskan kalau tak ada yang bisa menggantikan Rangga. Menarik. Tanpa sadar, mereka sebenarnya saling mendukung satu sama lain."Aku rasa Kak Faaz cuma berusaha jadi senior yang baik," sahut Selena santai. "Biar junior-juniornya bisa lebih akrab sama dia juga. Lagian, dia juga nggak sombong, kan? Mau nyapa kita, padahal kita anak baru."Linggar mendecak pelan. "Sama aja, tetap sok asik."Selena tertawa kecil. T
Setelah menunaikan sholat maghrib, Selena duduk di kamar, masih mengenakan mukenanya. Ponselnya bergetar, menampilkan panggilan video dari Nicholas. Senyum merekah di wajahnya saat ia mengangkat panggilan itu.Di layar, Nicholas juga masih mengenakan koko, tampak baru saja selesai sholat."Assalamu’alaikum," Nicholas menyapa lebih dulu."Wa’alaikumussalam. Abang udah bangun? Mau Subuhan?" tanya Selena, melihatnya dengan tatapan lembut.Nicholas mengangguk, "Iya. Kapan kita bisa sholat bareng, ya?"Selena terkekeh. "Masih lama, Bang. Abang jadi dokter dulu."Nicholas ikut tertawa. "Hehehe, gimana kuliah hari ini, Dek?""Lancar, Alhamdulillah. Tapi abang nggak bilang kalau di kampus ada banyak sosok..." Selena mengerucutkan bibir, seolah sedikit menggerutu.Nicholas langsung waspada. "Sosok?! Terus kamu diganggu, Sayang?""Iya, ada yang jail. Terus beberapa hari lalu ada kerasukan massal, Bang. Lima orang kena gara-gara ulah hantu iseng. Sekarang aku malah terkenal di kampus, katanya si
Seluruh kelas tenggelam dalam keheningan, mata mereka tertuju pada dosen yang tengah menerangkan materi dengan penuh antusias. Namun, fokus mereka buyar seketika saat sesuatu meluncur melewati jendela dengan kecepatan tinggi."BRAK!!"Terdengar dentuman keras menghantam tanah di luar."KYAAAA!!!"Teriakan histeris menyusul dari arah luar kelas."Apa itu barusan!?""Kayak ada yang jatuh, ya?""Astaga! Itu... itu ada orang di bawah!" seru seorang mahasiswa yang duduk dekat jendela.Seisi kelas sontak berdiri, berdesakan mendekati jendela. Selena ikut mengintip, jantungnya berdegup kencang melihat seorang mahasiswa tergeletak di dekat parkiran. Darah mengalir deras dari tubuhnya, membentuk genangan merah yang kontras dengan aspal.Di bawah sana, suasana semakin kacau. Beberapa mahasiswa menjerit ketakutan, sementara yang lain terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Benturan yang begitu keras membuat kepala korban pecah, sementara kaki dan tangannya tampak patah dengan pos
Setelah jam istirahat tiba...Sosok senior itu kembali mendekati Selena. Kini Selena merasa pusing, seolah terperangkap antara dunia yang ia kenal dan dunia yang tak pernah ia inginkan. Sosok Roy, yang sudah lama tiada, terus meminta tolong padahal Selena tahu, sudah tidak ada yang bisa dilakukan untuknya. Sama seperti Raka.'Kak Roy, mau nggak lihat siapa gadis yang selama ini kakak kejar dan cintai? Mumpung kakak sudah jadi hantu, pasti bisa lihat lebih jelas sekarang.' bisik Selena, berusaha memberi tawaran yang membuat sosok Roy diam sejenak, penasaran."Maksudnya?" tanya Roy, tatapannya penuh tanda tanya.'Tunggu sebentar,' jawab Selena, matanya melirik ke arah Linggar yang sedang duduk tak jauh dari mereka."Selena, makananmu nggak enak?" tanya Linggar, memergoki Selena yang hanya mengaduk-aduk makanannya."Enak kok, kenapa?" jawab Selena, mencoba untuk tampak biasa."Lu dari tadi cuma diaduk-aduk aja, apa kurang suka?" Linggar melanjutkan dengan nada sedikit curiga."Gara-gara
Selena, Linggar, dan Deon beranjak dari kantin menuju gedung parkiran. Bangunan itu menjulang hingga lantai lima, memberikan pandangan luas ke sekitar kampus. Dari tempatnya berdiri, Selena bisa melihat dengan jelas pohon beringin tua yang berdiri angkuh di kejauhan. Dedaunan yang rimbun tampak bergetar diterpa angin malam, menambah kesan menyeramkan.Malam semakin larut, dan seiring itu, sosok-sosok tak kasat mata mulai bermunculan, seolah penasaran dengan keberadaan Selena, satu-satunya yang bisa melihat mereka.“Di sana?” tanya Selena pelan, matanya mengikuti arah tatapan sosok Rhea.Rhea mengangguk. “Hari itu… Hari Jumat. Seminggu lagi kami wisuda. Kami bertemu di apartemennya, dekat kampus ini…”(Kilas Balik Rhea Dimulai)Siang itu, di hari Jumat, Rhea datang ke apartemen pacarnya seperti biasa. Mereka selalu bertemu di sana, melakukan hal-hal yang mereka anggap sebagai bukti cinta.Namun, hari itu berbeda. Pacarnya tampak kesal. Permainan mereka tidak berjalan seperti yang diing
Seakan waktu berhenti. Ayah Rhea yang sejak tadi berusaha tegar kini tak mampu lagi mempertahankan ketegarannya. Matanya membelalak, tubuhnya bergetar, dan nafasnya tercekat.“H-hamil…?” gumamnya. Suaranya nyaris tak terdengar, hanya getaran lemah yang pecah di udara.Bibirnya bergetar, menelan ludah berulang kali seolah berharap itu akan menghilangkan rasa sakit yang mengoyak dadanya. Tapi rasa itu justru semakin menggunung, menyesakkan, menyiksa.Dan akhirnya tangisnya pecah.“Hm! Hm! Hm! Hiks! Ya Allah…”Ia menggenggam dadanya, berusaha keras menahan gejolak di hatinya. Tapi sekuat apa pun ia mencoba… luka itu terlalu dalam untuk diabaikan."Om, Tante… saya datang kemari atas permintaan Rhea. Dia ingin kalian tahu bahwa dia sudah tiada. Setiap hari, Rhea merasa bersalah dan sedih melihat Tante menangisinya di kamar," ujar Selena dengan suara pelan, namun tegas.Ibu Rhea menatap Selena dengan mata penuh harapan, seolah menggantungkan segala kemungkinan pada satu pertanyaan, "Rhea pu
Di sebuah jalanan kumuh di pinggiran Jakarta, seorang gadis melangkah dengan hati-hati. Malam begitu kelam, dan udara berbau lembab menusuk hidung. Wajahnya tersembunyi di balik masker, bukan hanya untuk melindungi diri dari debu dan bau tak sedap, tetapi juga dari sesuatu yang lebih dalam, sebuah rahasia yang tak boleh diketahui siapa pun.Langkahnya terhenti di depan gang sempit yang nyaris tak terlihat. Ia menyelinap masuk, melewati tembok-tembok kusam yang dipenuhi coretan dan lumut, hingga akhirnya sampai di depan sebuah rumah tua yang tampak terlupakan oleh waktu. Catnya mengelupas, jendelanya berdebu, dan aura suram menyelimutinya.Dengan sedikit ragu, gadis itu mengetuk pintu. Tak butuh waktu lama, engsel pintu tua itu berderit, dan seorang perempuan tua muncul. Rambutnya sepenuhnya memutih, matanya tajam namun menyimpan kebijaksanaan yang mengerikan."Silakan masuk, cah ayu..." Suaranya parau, namun penuh arti.Gadis itu melangkah masuk. Ruang tamunya terlihat biasa saja, tap
Saat jam istirahat tiba, akhirnya Selena mengizinkan sosok bernama Roy untuk berbicara. Wajah hantu itu dipenuhi kecemasan, matanya memohon dengan putus asa."Tolongin dia, Selena."Selena menatapnya lekat. Ia sudah tahu kekhawatiran Roy. Sudah sejak lama ia menyadari bahwa Faaz berada dalam bahaya besar."Iya, aku tahu," ujar Selena, suaranya tenang tapi tegas. "Tapi ini nggak mudah."Selena menarik napas, menatap lurus ke arah Roy yang kini menunduk. "Masalahnya, apa yang ada di belakang Intan itu bukan sekadar sosok biasa. Intan jelas-jelas sudah melakukan perjanjian sama setan."Ucapan itu membuat udara di sekitar mereka terasa lebih dingin. Roy mengepalkan tangannya."Selain Kak Roy, siapa teman Kak Faaz yang paling dekat sama dia?" tanya Selena."Doni! Kamu ingat wakil ketua BEM, kan?" jawab Roy cepat.Selena mengangguk. "Oke, aku bakal minta bantuan Kak Doni. Semoga dia gampang diajak ngomong."Setelah itu, Selena kembali ke alam nyata. Begitu kesadarannya kembali, ia langsung
Selena sedang berada di dalam kamarnya dan dia sedang menangis sesenggukan sekarang setelah sholat Isya, dia masih terpikirkan dengan apa yang ayah Nicholas katakan tentang kondisinya."Hiks! Hiks! Ya Allah, gimana caranya ngomong sama abang." Gumam Selena.Ponselnya berdering dan itu panggilan video dari Nicholas. Tapi Selena bingung bagaimana dia harus menghadapi Nicholas, wajah sembab dan suaranya yang bindeng tentu akan mengundang pertanyaan dan kekhawatiran Nicholas.(Kilas Balik Selena Bermula)Sebelumnya Selena masih mematok di depan kaki ayah Nicholas, ia masih menunggu ayahnya itu jujur dan berterus terang padanya. Ayah Nicholas seolah terpojok, bahkan dia tidak tega melihat Selena yang terus duduk di bawah kakinya sambil sesekali menghapus air matanya.Akhirnya ayah Nicholas menghembuskan nafasnya dan tersenyum, lalu mencoba membangunkan Selena dari duduknya, tapi Selena tidak mau."Haihh.. memang susah menyembunyikan sesuatu dari kamu, hehehe.." Kekeh ayah Nicholas."Bangun
Selena sedang membakar bungkusan yang diberikan oleh supirnya yang dikira itu diberikan oleh Rangga, Selena tidak membukanya sama sekali dia langsung membakarnya sambil membaca doa.Dan benda itu menghilang secara misterius setelah di bakar, yang diyakini itu adalah bungkusan benda berisi kiriman santet. Selena sekarang mencoba menghubungi Rangga.."Halo, Assalamu'alaikum, Ra." Ucap Selena ketika panggilan teleponnya terhubung dan dia sengaja meletakan dalam speaker handphonenya agar supirnya juga ikut mendengar suara Rangga."Wa'alaikumussalam, kenapa Sel?" Tanya Rangga, supir Selena terlihat mengerutkan keningnya mendengar jawaban Rangga."Ra, tadi lu ke kampus gue?" Tanya Selena."Enggak, gue jenguk om Basuki abis gue kelar di bengkel, Sel. Lo udah sama om Basuki?" Sahut Rangga, supirnya terlihat menutup mulutnya."Gue mau ke rumah sakit jemput papa, tapi tadi katanya lo dateng kesini nganter kiriman." Ujar Selena, Rangga dalam panggilan itu terdengar kebingungan."Gue ngga kemana-
Selena mengantar Linggar lebih dulu, dan sebelum Linggar masuk Selena memastikan lebih dulu agar tidak ada yang ikut dengan Linggar."Sel, lu nggak apa apa?" Tanya Linggar."Nggak apa-apa, udah biasa. Kalo mereka nyerang gue nggak apa apa, karena gue bisa tau, tapi kalo mereka nyerang lu dan orang-orang yang deket sama gue, gue baru khawatir." Ujar Selena sambil fokus menetralisirkan tubuh Linggar.Linggar yang mendengar itu merasa menjadi orang yang spesial karena Selena peduli padanya. Padahal Selena mengatakan itu bukan dengan maksud apapun, dia murni berkata demikian karena tidak mau orang lain yang dekat dengannya jadi terkena imbasnya."Udah, aman." Ujar Selena."Makasih, Sel." Ujar Linggar dan Selena tersenyum."Gue pulang, ya." Ujar Selena dan Linggar mengangguk."Ati-ati." Ujar Linggar."Siap." Sahut Selena, lalu masuk kembali kedalam mobil. Selena masih merasakan energi yang mengikutinya itu berada di mobil, yang berarti sejak tadi kiriman itu memang berada di mobil dan ikut
Lalu akhirnya setelah pulang kuliah, Selena menepati janjinya pada ibunya Intan untuk menyampaikan maaf Intan pada kedua orang tuanya Roy. Sekaligus juga Roy ikut dan kini mereka sedang berada di rumah Roy, bersama Faaz, Doni dan Linggar.Kedua orang tua Roy saat ini sedang menangis, terutama ibunya yang menangis sampai terisak-isak setelah mengetahui kebenaran tentang kematian Roy. Ibunya Intan sampai bersimpuh di depan ibunya Roy dan meminta maaf atas nama Intan, Selena, Linggar, Faaz, Doni dan hantu Roy yang melihat itu juga ikut sedih."Roy.." Gumam ibunya Roy sambil terisak."Tante, aku mau ngasih tau kalo Roy masih penasaran di dunia. Dia masih berada di dunia dan sekarang dia ada didekat tante, di sebelah kanan tante." Ujar Selena, ibunya Roy menoleh ke kanan tapi tentu saja tidak ada siapapun."Roy mau pamit sama tante dan om, karena dia sudah tidak penasaran lagi. Alasan kematiannya bukan bunuh diri tapi karena diganggu yang ghaib." Ujar Selena lagi."Roy! Roy! Kamu dimana na
Meski Selena sudah bilang bahwa jangan keluar rumah, tapi ayah Nicholas tetap saja pergi. Ayah Nicholas bilang pada bibi dia pergi bukan mau bekerja tapi menemui temannya, bibi pun mengangguk karena memang ayah Nicholas tidak membawa jubah dokternya.Ayah Nicholas pergi ke rumah sakit, tapi bukan untuk bekerja melainkan dia menemui teman dokternya yang kemarin memapahnya, seorang dokter ahli neurologi. Temannya itu tersenyum melihat kedatangan ayah Nicholas."Nah.. Akhirnya mau juga datang kemari, dok." Ujar teman ayah Nicholas, namanya dokter Jaya."Haha, iya. Dimarahin sama anak, nggak boleh kerja jadi saya nggak kerja hari ini. Karena nggak ada kegiatan jadi saya kesini untuk memeriksakan diri." Ujar ayah Nicholas."Emang mantranya anak perempuan tuh ampuh pokoknya, kalo nggak boleh ya nggak beneran, hahaha.." Dokter Jaya terkekeh."Jadi, tolong periksa saya dok." Ujar ayah Nicholas."Tentu dok, mari." Ujar dokter Jaya.Mereka sama-sama dokter profesional, dan mereka juga sama-sama
Setelah Selena memastikan ayahnya sudah masuk kedalam kamarnya untuk istirahat, Selena pun kini kembali ke kamarnya sendiri dengan rasa bersalahnya. Selena tau rumah itu dipagari dan pagarnya juga sangat kuat, tapi Selena tidak terpikirkan bahwa semakin kuat pagar gaibnya maka semakin besar juga usaha yang dikerahkan ayah Nicholas.'Jangan khawatir Selena, aki bisa menjaga kamu dan rumah ini.’ Tiba-tiba suara aki muncul."Makasih aki, tapi aku tetep merasa bersalah sama papa." Ujar Selena."Aku akan belajar untuk memagari rumah ini sendirian, supaya nggak bikin papa capek." Ujar Selena.Selena akhirnya masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan ketika dia sedang mandi dia kembali teringat dengan sosok-sosok yang berada di rumah Pak Hasan yang menyambutnya dengan ramah.Sosoknya ada yang berupa binatang macan putih yang sangat besar bahkan lebih besar dari gajah, lalu ada yang seperti aki namun dalam versi lebih pendek sedikit, dan juga ada yang seperti manusia biasa na
Selena berdiri di luar ruangan Intan setelah berhasil melepaskan susuk terakhir dari Intan, dan Intan akhirnya sudah berpulang.."Pada akhirnya, dia meninggal dengan menderita." Gumam Selena."Kita sampein maafnya ke keluarganya Roy besok, Roy juga masih belum bisa pergi kan?" Tanya Linggar, dan Selena mengangguk."Siapa tau setelah ini dia bisa pergi dengan damai." Ujar Linggar."Iya.." Ujar Selena.Ya, Roy.. Sebelum Intan meninggal, dia menyebut nama Roy. Dia mengakui dirinya juga membuat Roy kehilangan akal. Ibunya tidak tahu siapa Roy, tapi Selena memberi tahu bahwa Roy adalah kakak seniornya di kampus."Yuk, makan dulu. Kita ampe lupa makan dari siang." Ujar elang dan Selena kembali mengangguk.Pak Hasan sudah lebih dulu pergi untuk melebur semua susuk yang keluar dari tubuh Intan, ada sekitar 17 susuk yang ditempatkan di setiap titik mata memandang sehingga banyak pria yang tertarik melihat Intan karena banyaknya susuk yang terpasang.Intan dan Linggar kini sedang berada di rest
Selena dan Linggar sedang duduk di dalam mobil, Selena masih memikirkan apa yang dilihatnya di alam astral dan yang terjadi di dunia nyata berbeda tapi berujung sama. Kini harapan mereka yang bisa menolong Intan sudah tidak ada, lalu apa Intan bisa ditolong?Sebelumnya, ibu-ibu yang mereka temui itu memberitahu kematian nenek Darsih yang tidak normal juga.(Kisah Balik Bermula)"Kami di kampung ini semua tahu nenek Darsih tuh siapa, dia ilmunya tinggi sampe banyak pelanggan yang dateng. Tapi seminggu lalu, nggak tau kenapa dia nggak pernah keluar dari rumah." Ujar ibu-ibu itu."Terus baru tiga hari lalu semua warga di sini curiga dengan rumah nenek Darsih yang baunya banget-bangetan, bau bangke! Semua orang pun akhirnya mendobrak masuk dan mereka menemukan jasadnya nenek Darsih yang udah busuk dibelatungin." Ujar ibu-ibu itu lagi."Inalillahi.." Selena bergumam."Nggak tau itu nenek meninggalnya dari kapan, ditemuinnya udah busuk dan belatungan. Baunya beeuuhh.. Naudzubillah!""Nggak
Selena dan Linggar serta ibunya Intan sudah sampai di sebuah rumah yang tampak sangat asri, rumahnya juga tipikal rumah lama era 80 an dengan taman yang hijau dan pohon-pohon yang rindang."Ini bener rumahnya, Sel?" Tanya Linggar."Menurut maps sih iya, Jalan xx no 44." Sahut Selena."Bentar gue telpon dulu." Ujar Selena, dan ia menghubungi seseorang."Assalamu’alaikum, Om. Selena di depan rumah nomor 44 sesuai yang Om kasih." Ujar Selena."Oh, iya-iya Om." Sahut Selena.Tak lama ada seorang pria yang membuka kan pintu gerbang, dan mobil Linggar dipersilahkan masuk. Selena, Linggar dan ibunya Intan pun turun dari mobil."Non Selena, ya?" Tanyanya, dengan logat sunda."Iya pak, Om Hasannya ada?" Sahut Selena."Panggil mamang aja, Pak Hasan aya di dalam, silahkan masuk atuh." Ujar si bapak tadi."Oh, iya mang." Sahut Selena dengan senyumnya.Selena terkesima dengan rumah Hasan yang sangat adem, nyaman dan asri. Beda dengan rumah-rumah jaman sekarang yang modern tapi terlihat panas, ruma