Share

CURHATAN BOS CEREWET

Beres menyelesaikan semua urusan terkait masalah survey lokasi, Aydan akhirnya mengajak Azzura untuk bersiap-siap pulang, kembali ke Jakarta.

"Ra, sekitar lima belas menitan lagi kita pulang ya, kamu siap-siap aja duluan, takutnya ada barang-barang kantor yang ketinggalan," titah Aydan pada Azzura.

"Hmm, bukannya, Bapak yang sering ketinggalan barang? Saya sih nggak bawa apa-apa. Malah Bapak tadi yang turun sambil bawa banyak barang-barang, udah sana Bapak beresin urusan sama klien, biar saya yang ngecek ulang, takutnya malah barang punya Bapak yang ketinggalan."

Azzura memang benar. Aydan memang terkadang ceroboh dan pelupa. Ia sering sekali meninggalkan barang miliknya tanpa sengaja. Dan hal itu yang sering membuat Azzura jadi korbannya.

Seiring waktu Azzura jadi hafal sifat bosnya itu, hingga ia sudah siap jika diminta mengambil barang milik Aydan yang tertinggal.

"Ya udah sana, kalo gitu tolong kamu aja deh yang cek ulang, ya. Saya mau ngobrol sebentar sebelum pamitan sama yang jaga lokasinya." Aydan melambaikan tangan ke arah Azzura, menyuruhnya untuk menuju ke arah kantor pemasaran yang terletak di bagian ujung lokasi yang baru saja beres disurvey.

Azzura kemudian bergegas berjalan ke arah kantor pemasaran, tempat Aydan meletakkan barang-barang yang tadi diturunkan dari dalam mobil.

Setelah beberapa saat sibuk mengecek, terdengar sebuah dering ponsel. Suara deringan nya membuat Azzura celingukan. Ia berusaha mencari arah sumber suara. Sepertinya dia hafal dengan nada dering norak yang sering melantun dari ponsel ketika bosnya menerima panggilan masuk dari kekasihnya.

Sebaris nama yang sudah sering Azzura dengar dari curhat sang bos muncul berpendar pendar di layar telepon seluler milik Aydan yang sedang dia pegang. Azzura segera berlari keluar mencari sosok bosnya.

"Pak ... Pak, ini .. cepetan, ada telepon." Aydan mengernyit menatap Azzura yang sedikit terengah-engah. Sambil menyodorkan telepon seluler yang kini sudah tidak berdering, ia mengambil napas dalam-dalam.

"Wah? Kenapa telepon nya bisa ada di kamu, ya?" Ucapnya sambil meraba saku jaketnya. Aydan lalu buru-buru meraih telepon miliknya dari tangan Azzura.

"Ketinggalan! Tahu nggak, Pak! Makanya jangan teledor ... cepat ditelpon balik ya, Pak, sepertinya penting. Soalnya sudah daritadi berdering berulang-ulang." Azzura memberi saran pada Aydan.

"Iya ... iya tahu ... ini juga saya mau telepon balik. Udah sana, kamu siap-siap aja buat pulang." Aydan memberi instruksi dengan gerakan setengah mengusir Azzura.

Membuat gadis itu berlalu sambil berdecak sebal.

"Yeee, bukannya terima kasih, malah ngusir. Awas aja, aku doain kalian berdua putus! Hmm, biar deh, tahu rasa Pak Aydan!" Azzura mengomel.

Setelah beres mengecek semuanya dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Azzura langsung menunggu Aydan di dekat mobil. Semua barang bawaan sudah dia rapikan dan letakkan kembali ke dalam bagasi mobil milik Aydan.

Sebenarnya Azzura bisa saja naik lebih dulu, tapi dia juga tahu diri. Jadi lebih baik ia menunggu Aydan yang naik lebih dulu.

Tak berapa lama. sosok Aydan nampak berjalan menghampiri Azzura. "Gimana? Udah beres kan? Udah di cek semua? Nggak ada yang ketinggalan lagi di lokasi?" Aydan bertanya tanpa jeda.

Azzura menggeleng dengan cepat, "udah nggak ada Pak, tenang saja. Saya sudah cek ke semua tempat sampai dua kali cek ricek. Saya juga udah pakai mata batin saya untuk menerawang, apa kira-kira ada barang yang menghilang secara ghaib ..."

Aydan meringis, menggeleng-geleng melihat kelakuan absurd asisten pribadinya itu, nggak heran dengan sifat nggak jelas Azzura.

"Ya udah, ayo kita balik sekarang. Nanti kita cari makan siang dulu sebelum lanjut jalan pulang ke Jakarta, gimana?" tanya Aydan. Tangannya meraih kunci dari balik saku lalu segera menyalakan mobil.

"Bebas aja, Pak. Saya sih gimana yang bayarnya aja ..." jawab Azzura dengan wajah polos seolah tanpa dosa membuat Aydan menoleh sekilas lalu terkekeh.

Sambil mengendarai pelan mobilnya, Aydan yang awalnya hanya fokus menyetir tiba-tiba bicara. "Ra ... kayaknya dalam beberapa minggu ke depan saya harus pulang ke kampung halaman saya deh," Aydan menoleh dan memastikan Azzura sedang mendengarnya berbicara.

Benar dugaan Aydan, ternyata Azzura sedang tidak fokus.

Azzura yang sedang asyik mendengarkan playlist musik di telepon selulernya, buru-buru menekan tombol pause. "Ehm, gimana Pak? Minggu depan Bapak mau undangan? Undangan di mana?"

Aydan memutar bola matanya. "Siapa yang mau undangan,Ra? Saya mau pulang ke kampung halaman! Bukan mau undangan, makanya kalo denger lagu tuh jangan kenceng-kenceng, Ra! Bisa rusak lho kuping kamu."

"Ooh, pulang kampung. Memangnya kampung halaman Pak Aydan di mana?"

"Ra ... kamu tuh udah kerja sama saya berapa lama sih?" Aydan menghela nafasnya sambil tetap fokus mengarahkan kemudi menyusuri aspal jalan yang terbentang lurus membosankan.

"Lho? Apa hubungannya berapa lama saya kerja sama kampung halaman Pak Aydan?" Azzura menatap bosnya bingung.

"Gini .... gini Ra, maksud saya, kamu kan asisten pribadi saya kan, masak iya kamu nggak tahu hal mendasar seperti kampung halaman saya. Mestinya kamu harus tahu juga hal sepele kayak begitu."

"Gini ya Pak Aydan, saya tuh, asisten pribadi Bapak, yang ngurusin soal kerjaan dan hal-hal terkait masalah kantor dan kerjaan punya Bapak. Kalau soal kampung halaman, itu kan nggak masuk job desk lho ..."

Aydan kembali menghela napasnya, cuma Azzura yang bisa membuatnya menghela nafas berulang kali. "Iya deh iya, kamu bener. Masalah kampung halaman saya nggak masuk job desk kamu."

Azzura terkikik melihat Aydan yang nampak kesal,"Pak ... ngambek ya? Maaf deh maaf, saya cuma bercanda kok. Saya tahu kok, kampung halaman Pak Aydan. Kan beberapa teman-teman di kantor sering gosipin soal Bapak ... lagipula saya kan udah mau dua tahun kerja sama Bapak. Jangankan kampung halaman Pak Aydan ... nomer sepatu Bapak aja saya hafal."

Aydan berdecak, "haish! Kamu ini! Saya kira kamu beneran nggak tahu"

"... eh iya, itu gosip? Gosip apa Ra?" Imbuh Aydan dengan nada suara terdengar penasaran.

"Hmm. Mau tahu aja ... Penasaran apa penasaran banget Pak ..." Azzura berniat kembali mengisengi bosnya.

"Ra ... Yang serius deh, gosipnya apa?" Aydan bertanya setengah memaksa.

"Ehm, dari yang saya sering dengar. Katanya Bapak itu ... ini katanya lho ya, bukan kata saya,"

"Iya iya, saya paham ... udah apa? Apa katanya?" Aydan kembali menoleh ke arah Azzura.

"Itu ... Katanya Bapak nggak berani pulang ke kampung halaman, soalnya takut ditagih ..."

"Ditagih? Ditagih apaan, Ra?" Aydan terdengar sangat tak sabar dan penasaran dengan kalimat Azzura yang menggantung.

Azzura tertawa kecil,semakin senang melihat reaksi bos bawelnya itu. Ia semakin bersemangat membuat bosnya itu berpikir keras.

♥️♥️♥️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status