หน้าหลัก / Romansa / CAN'T STOP (INDONESIA) / 03. Pertemuan Pertama : Jacob dan Julia

แชร์

03. Pertemuan Pertama : Jacob dan Julia

ผู้เขียน: Psychopath Tender
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2020-09-07 05:00:43

    Julia kembali mematut penampilannya di depan cermin. Berkat saran dari Hana dan juga usulan dari Fani dan Viola yang bersikukuh ingin melihat Julia mempunyai seorang kekasih, maka seperti inilah penampilannya sekarang. Untuk pertama kalinya, bagi sang gadis Peterson, ia memakai riasan di wajah dan juga mengenakan gaun pendek selutut.

    Jujur saja, Julia belum pernah memakai gaun sependek itu. Dia hanya pernah memakai gaun panjang, dan itu pun hanya dipakainya sebanyak dua kalian saja. 

    Gaun yang dipakainya saat ini pun, adalah hasil pencarian di mall yang dilakukannya bersama sang sahabat. Pun dengan peralatan make up yang baru kali pertama ini, dia membelinya. Hana sampai keheranan, sebab Julia terus bertanya mengenai cara memakai berbagai alat hias wajah itu. 

    Pada akhirnya, setelah diajarkan cara menggunakan make up dasar, Julia pun telah siap untuk pergi berkencan bersama cinta pertamanya. Sebuah penantian yang sangat mendebarkan. 

    Julia berputar sekali di depan cermin, mengakibatkan gaun putih dengan hiasan mutiara di bagian bawahnya itu mengembang dengan indahnya. Rambut yang biasa ia gerai dengan bebas pun, kini disanggulnya tinggi-tinggi menggunakan tusuk rambut mahal, dengan batu giok di ujung atasnya.

    Satu kata untuk penampilannya saat ini, menawan. Perpaduan paras yang cantik dengan gaya berpakaian yang manis, menjadikan aura kecantikan yang ada pada Julia menguap dan menimbulkan citra yang menarik. 

    Namun, ada suatu hal yang membuat Julia sedikit tak nyaman. 

    Kesan pertama yang didapatkan Julia setelah selesai mengganti bajunya menjadi gaun adalah ... aneh. Julia tidak terbiasa dengan penampilan barunya. Ini jelas bukan gaya yang ia sukai dalam berpakaian sehari-hari. Julia yang terbiasa mengenakan celana panjang longgar ketika keluar dari rumah pun merasa sedikit risih saat memakai baju yang membuatnya tidak bisa bergerak dengan leluasa.

Belum lagi riasan di wajahnya saat ini. Meski masih tergolong natural dan tidak mencolok, tetapi jujur saja Julia tetap tak menyukainya. Gadis itu lebih senang memakai pelembap dan memakai bedak tabur di wajah. Untuk di bibir pun, dia hanya memakai pelembab bibir biasa. Akan tetapi, karena ini semua adalah permintaan dari orang-orang yang peduli dengan penampilannya saat kencan. Mau tak mau Julia pun mengiyakan permintaan mereka semua.

Kapan lagi Julia menghias diri dengan penampilan yang sering dipakai oleh gadis seusianya? 

    Biasanya, dia hanya mengenakan pakaian santai unisex yang terkesan biasa saja. Namun kali ini, dia harus memakai pakaian seperti gadis muda lainnya. 

    Julia kembali memperhatikan gayanya berpakaian dari atas ke bawah dengan tatapan menilai. Apakah Jacob akan menyukai penampilannya yang seperti ini? Apa dia akan memuji Julia dengan baik? Membahas tentang lelaki yang memiliki mata tajam bak elang itu pun, mendadak membuat Julia merasa sangat gugup.

    Jelas ini adalah kali pertama bagi Julia bertemu dengan lawan jenis, bertemu dengan seorang laki-laki. Tidak ditemani oleh siapapun, hanya sendirian saja. Semenjak masuk ke sekolah pendidikan khusus perempuan, Julia tak pernah lagi berinteraksi dengan laki-laki. Papa dan sang kakak tak termasuk di dalamnya.

Ponsel berdering sesaat, tanda pesan masuk. Julia buru-buru mengeceknya. Sebuah pesan dari Jacob yang berbunyi, 'aku akan menunggumu di taman Testa' membuatnya kembali merasa gugup sekaligus berbunga-bunga.

Julia langsung meraih tas dan turun dari kamar, hendak berpamitan dengan kedua orang tuanya. "Papa, Mama! Aku izin keluar dulu bersama teman ya!"

Charlie yang sedang duduk menonton televisi menoleh ke anak perempuannya yang duduk di lantai sambil memasang sepatu. "Ke mana, Sayang?" tanyanya kepada sang anak.

"Ke taman Testa, Pa," jawab Julia di sela kegiatan memasang sepatu berhak tingginya. Ia memakai sepatu kulit buaya yang biasa ia pakai untuk ke acara tertentu itu dengan tergesa-gesa.

Meggan yang baru saja selesai mandi dan berpakaian, langsung mendatangi anak dan suaminya yang sedang berkumpul di ruang tengah. "Julia mau ke mana, Sayang? Kenapa terburu-buru sekali?" tanya Meggan ke sang suami. Charlie mengganti saluran yang ingin ia tonton, lalu menjawab, "Ke taman kota bersama temannya."

Julia yang telah selesai memasang sepatu lantas berdiri. Meggan lalu menghampiri anak perempuannya dan memperhatikan penampilan Julia dari anak ke bawah. "Cantik sekali anak Mama pagi ini," komentarnya sambil tersenyum manis.

Julia merapikan kerah bajunya dengan hati-hati, lalu menyunggingkan senyum lebar. "Benarkah?" tanyanya gembira. "Syukurlah! Berarti penampilanku sudah bagus. Aku khawatir penampilanku jelek, Ma," ucap Julia ragu-ragu.

"Tidak, kau sangat cantik kok, Sayang." Meggan menepuk pundak anak gadisnya lalu berpesan, "Hati-hati di jalan ya, pulang sebelum makan malam.

"Baik, Ma!" jawab Julia dengan ceria. Senyumnya merekah semakin lebar. "Aku jalan kaki saja, tak perlu diantar," ucapnya sambil menyampirkan tas tangan ke bahu. "Aku berangkat dulu ya, Ma, Pa!"

"Ya, hati-hati, Sayang," ucap Charlie dari tempat duduknya. Julia beranjak menuju pintu, Louis yang baru saja datang dari luar, berpapasan dengannya ketika hendak keluar. "Mau ke mana?" tanya Louis seraya menatap adiknya. "Aku mau jalan-jalan," jawab Julia dengan wajah riang.

"Sudah dulu ya, Kak. Aku pergi dulu. Bye!" ucap gadis itu sambil melambaikan tangan dengan antusias. 

Louis merapikan kerah jas, sama sekali tak berminat membalas lambaian tangan adiknya. Mata hitamnya mengarah pada kepergian Julia dari rumah mereka. Tatapan dingin dan menusuk ia layangkan.

"Pergi saja selamanya," gumam Louis sebelum memasuki kediamannya yang megah. Sama sekali tak ada kepedulian yang tersisa untuk gadis yang berstatus sebagai adik perempuannya itu. Hanya ada kedengkian, dan amarah atas setiap ketidakadilan yang ia terima selama ini. Semua karena kehadiran Julia.

+++

"Hmm, dekat pohon." Julia membaca pesan terakhir dari Jacob. Ia lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Eh, benar taman ini, kan?" gumamnya panik, takut jika salah mendatangi tempat janjian mereka.

Julia menghentikan pencarian, ia lalu berdiri diam di pinggir sambil memeriksa ponsel. Ada di mana Jacob? Ia sudah letih mengelilingi taman depan untuk mencari pria itu.

Tiba-tiba terdengar suara nyaring klakson yang dibunyikan dari arah belakang, Julia sampai terlonjak kaget. Buru-buru gadis berkalung perak membalikkan badan dan menatap sang pelaku. Tampak seseorang sedang duduk dengan tenang di atas motor berwarna hitam, kepalanya yang masih memakai helm dengan warna serupa membuat Julia tak bisa melihat wajah orang asing tersebut.

Siapa dia? Julia tak bisa menebaknya, selain dia adalah lelaki bertubuh tegap. Sosok di depannya kemudian membuka kaca depan helmnya, Julia pun mundur selangkah. Tiba-tiba orang itu mengangkat tangan kirinya. "Hai?" sapa sang lelaki, Julia hampir terpekik di tempat. Itu Jacob.

"Hai juga. Kenapa baru datang?" tanya Julia sambil tersenyum paksa. Ia bukannya tidak suka dengan kehadiran lelaki yang selalu datang di mimpinya itu, tetapi ia hanya gagal mengontrol ekspresi.

"Aku sudah datang sejak satu jam yang lalu," jawabnya sambil turun dari motor besar tipe Harley Davidson. Julia menelan saliva secara perlahan, Jacob benar-benar tinggi. Sekitar 180cm? Tidak, mungkin lebih tinggi dari itu. "Sebenarnya aku tadi menunggumu di taman belakang. Bahkan, aku bisa menyaksikanmu begitu kesulitan mencari keberadaanku dari sana."

Wajah Julia langsung bersemu merah saat menyadari ucapan Jacob. Alangkah malunya dia! 

"Kenapa tidak memberi tahu sebelumnya?" Pertanyaan Julia membuat Jacob tertawa, sampai membuat Julia terpana di tempatnya berpijak. "Haha, yah ... aku hanya suka melihatmu kebingungan seperti tadi. Jadi, kubiarkan saja."

Kemudian hening selama beberapa saat, hingga Jacob memulai percakapan baru di antara mereka. "Mau ke sana?" tanyanya seraya menunjuk kedai es krim. Julia dengan cepat mengangguk.

"Kau suka rasa apa?" tanya Julia kepada Jacob begitu mereka tiba di tujuan. Ia sedang memilah rasa es krim di daftar menu. "Cokelat saja," balas Jacob yang berdiri di samping sang gadis. Julia merasa pendek sekali ketika bersebelahan dengannya. Padahal tingginya sudah lebih dari ideal, 168cm. "Baiklah. Paman! Pesan rasa cokelat dan stroberi satu ya!"

+++

Jika orang-orang yang pertama kali bertemu akan jarang berbicara saat sedang bersama, beda halnya dengan Julia dan Jacob. Keduanya malah sedang asyik menceritakan pengalaman satu sama lain. Cerita selama di sekolah, ataupun kisah masa kecil yang dirasa lucu menurut mereka.

Julia tak henti-hentinya tertawa, ekspresinya terlihat cerah saat menatap paras rupawannya Jacob. Ketika es krim keduanya sudah habis, Jacob akan kembali membeli dan memberikan salah satunya kepada Julia yang menerimanya dengan senang hati. "Jadi, apa cita-citamu?" tanya Julia sambil menjilat es krim vanila, ia yang sibuk memakan es krim sampai tidak sadar telah makan dengan berantakan. Sekitar bibirnya dipenuhi dengan es krim.

Jacob yang tiba-tiba saja diam, membuat Julia menoleh kepadanya. Jantung gadis itu langsung berdebar kencang saat tangan besar Jacob terangkat dan mengusap bibirnya dengan lembut. Julia membeku di tempat. "Ada noda es krim di sini," ucap Jacob, ia dengan teliti membersihkan wajah Julia. Hening sesaat terjadi di momen mendebarkan itu, sampai tatapan keduanya bertemu.

Julia refleks menunduk, sedangkan Jacob tertawa melihatnya. Kebersamaan mereka harus terusik saat rintik-rintik air dari langit mulai berdatangan secara perlahan kepada mereka yang duduk di kursi taman. "Hujan?" gumam Julia seraya menengadahkan tangan dan mendongakkan wajah untuk menatap langit yang mulai berubah menjadi hitam kelabu.

Sebelum Julia sempat menundukkan kepalanya untuk melihat Jacob, mendadak jaket pria itu sudah menudungi kepalanya dari rintik hujan. "Pakai ini saja dulu, sampai kita menemukan tempat berteduh," ucap Jacob sambil tersenyum lebar.

Lalu secara tiba-tiba, Jacob menyeruak masuk ke bawah tudungan jaket dan berhasil mengejutkan Julia. Jacob pun dapat melihat dengan jelas rona merah di pipi gadis yang berada di bawah naungan jaket yang sama dengannya, ia tersenyum kepada gadis itu saat tatapan keduanya lagi-lagi bertemu.

Jacob lantas mengajak Julia berteduh di sebuah kedai burger yang sudah tutup. Sepanjang perjalanan, Julia hanya bisa diam sambil mengikuti langkahnya. Julia tak mampu berkata-kata, ia hanya menundukkan kepala dengan detak jantung yang terus bertalu-talu dalam dada. Menyisakan perasaan hangat di tengah dinginnya guyuran hujan, di siang hari itu.

+++

"Aku senang melihat perubahan Julia," ucap Charlie saat berkumpul dengan istri dan anak sulungnya. "Aku pikir anak itu akan terus bersikap dingin kepada kita, tetapi ternyata beberapa waktu ini Julia menunjukkan perkembangan yang bagus."

Louis terlihat tidak suka mendengarnya. Meggan hanya tertawa kecil, lalu mengiyakan perkataan sang suami, "Kau benar, Sayang. Julia kini begitu manis."

"Aku telah membuat surat keputusan pemindahan dua perusahaan atas nama Julia." Ucapan Charlie yang tiba-tiba itu terdengar seperti petir di siang bolong untuk Louis. Pria berkumis tipis itu terbelalak. "APA?!" serunya kaget.

"Papa sudah gila? Mengapa memberi perusahaan untuk anak itu!?" Louis jelas tak terima dengan keputusan sepihak yang diambil oleh sang papa. Papanya itu sudah sangat keterlaluan.

"Louis, jaga mulutmu! Kau mulai berani melawan Papa?! Kau ingin Papa mencabut hak bisnis restoranmu sekarang juga!?"

Gigi-gigi Louis saling bergemeletak menahan amarah. "Kenapa harus Julia yang Papa beri aset kekayaan?! Aku kan ada! Papa bisa memberiku semua perusahaan!"

"Diam! Kau tak perlu ikut campur! Keputusan Papa sudah mutlak!" Charlie langsung berdiri dan meninggalkan istri dan anaknya yang sedang mengepalkan tangan dengan kuat.

Louis bungkam, ia menatap sang papa dengan tatapan yang menusuk. Selalu, selalu saja Julia yang diutamakan. Selalu saja anak itu yang dibanggakan oleh kedua orang tuanya. Padahal sudah 27 tahun berlalu, tetapi tak sekalipun orang tuanya benar-benar memperhatikannya. 

"Kenapa harus sampah itu yang kalian sayangi? Kenapa bukan aku saja?" Gumaman Louis terdengar oleh Meggan yang langsung mengomentari ucapannya. "Berhenti menghina adikmu, Louis," tegur Meggan dengan tegas. "Jangan terus melakukan sesuatu yang dapat merugikan keluarga kita. Ingat kelakuanmu saat remaja itu."

"Kami benar-benar kesulitan saat menghapuskan kotoran yang sudah kau buat waktu itu! Jangan lagi kau membuat malu keluarga ini! Dan hormatilah adikmu!"

"Aku tak pernah mempunyai adik sepertinya," balas Louis sengit, dengan raut wajah datar. Dia tak terima dengan kenyataan yang menyedihkan ini, di mana ibunya tak pernah sekalipun menyayanginya. Dari dulu, bahkan sekarang. 

Louis berdiri, memilih untuk tidak menggubris perkataan wanita yang telah melahirkannya. Hatinya sudah terlalu sakit mendapat perlakuan berbeda dari ayah sekaligus ibunya yang seharusnya mendukungnya sebagai anak pertama yang bisa dibanggakan oleh mereka.

Akan tetapi, kenyataan yang ia dapat adalah sebaliknya. Justru Julia sebagai anak kedualah yang didewakan oleh mereka. Louis lantas beranjak menghampiri tangga, menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Sorot matanya begitu kelam dan dingin, seolah dapat membekukan siapa saja yang kebetulan beradu tatap dengannya.

"Aku akan membalas setiap perbuatan Julia," bisik Louis kepada diri sendiri. "Dan mengenyahkan jalang itu untuk selamanya. Lihat saja."

Rongga dadanya sudah sangat sesak karena dipenuhi dengan kebencian yang teramat dalam kepada sang adik. Ini jelas bukan dosa, Louis hanya ingin menuntut haknya yang terampas selama hidup di dunia.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   EXTRA PART 3

    Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata. Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya. "Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya. Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat. "Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   EXTRA PART 2

    Sepekan setelah berkunjung ke rumah keluarga Peterson, Jacob bertandang sendirian ke penjara kota, untuk menjenguk adiknya maupun teman-temannya yang lain. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Jacob pergi menemui Javier. Meski dia memasang ekspresi seolah baik-baik saja di hadapan Julia, sebenarnya pria itu tengah berjuang melawan kepedihan di hatinya mengenai surat usang itu. Jacob menceritakan semua yang terjadi kepada Javier, tentang ibu mereka yang semasa hidupnya hanya berpura-pura gila demi menjaga tumbuh kembang mereka. Dia juga memperlihatkan surat yang selama ini disimpan dengan baik oleh orang yang seharusnya mereka benci, tetapi mendadak ada keraguan di hati keduanya, setelah mengetahui kebenaran yang tersimpan rapat. Javier menangis sesenggukan di balik kaca yang memisahkannya dengan pengunjung, ketika membaca surat yang dituliskan oleh ibunya yang telah tiada. Selama ini, dia hi

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   EXTRA PART 1

    Jauh sebelum hari pernikahan Julia dan Jacob berlangsung, tepatnya masa-masa sebelum mereka berdua mendapatkan kerja di sebuah perusahaan, Julia pergi ke rumah orang tua angkatnya yang telah menjaga dan merawatnya dengan baik selama ini. Tentu dia tak pergi sendirian ke rumah keluarga Peterson, karena ada Jacob yang dengan setianya pergi mendampingi kekasihnya itu datang berkunjung ke sana. Setelah hari di mana Julia ditemukan oleh pihak kepolisian dan mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya, membuat Julia syok berat. Julia sepenuhnya percaya dengan keluarga yang selama belasan tahun lamanya merawat dirinya dari kecil hingga tumbuh dewasa, mendadak kecewa karena tak pernah sekalipun mereka mengatakan kebenaran tentang keberadaannya di keluarga itu. Tentang dia yang bukan merupakan anak kandung dari keluarga Peterson yang selama hampir 19 tahun ini, nama

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   EPILOG

    Pernikahan Julia dan Jacob yang dilangsungkan di sebuah gereja Katolik tak jauh dari tempat tinggal mereka berjalan lancar dan juga khidmat, sama seperti harapan kedua orang yang saling mencinta itu akan hari bahagia yang sudah keduanya tunggu-tunggu sejak lama. Awalnya Julia merasa sangat gugup saat dituntun oleh sang papa—Roger—menuju altar pernikahan untuk menemui kekasih hatinya, Jacob, yang saat itu mengenakan jas hitam yang terbuat dari sutra pilihan. Jika saja tak ada campur tangan dari kedua orang tuanya, mungkin saja pernikahan Julia tidak akan semeriah dan juga semewah ini. Memang, sebelumnya mereka berdua sudah mengatakan akan membiayai sendiri pernikahan mereka, tanpa menerima bantuan sedikit pun dari Roger dan Rissa. Namun, setelah menghitung biaya yang akan dikeluarkan saat lamaran dan pernikahan nanti, mereka pun syok karena tabungan mereka ternyata masih sangat tidak cukup untuk

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   92. Lamaran Diterima

    Ada banyak orang pernah berkata, carilah seorang pemimpin, bukan seorang bos. Mengapa? Karena pemimpin itu akan peduli dengan orang yang bekerja dengannya. Mereka bekerja di tempat yang sama, dengan derajat yang berbeda, tetapi diperlakukan sama rata. Diperlakukan dengan baik. Sedangkan bos, hanya akan memberi perintah tanpa peduli kepada anak buahnya. Namun, tak semua pemimpin atau bos bersikap demikian. Ini hanya sebagian kecil saja, sikap-sikap yang bisa ditemukan di masyarakat sekitar. Tak ada seorang pun yang tak ingin memiliki satu atau dua orang atasan yang sangat baik di tempat kerja. Dua di antara pekerja yang merasa demikian adalah Jacob dan Julia. Sepasang kekasih yang berencana menikah di tahun 2020 pada bulan Agustus itu pun merasa beruntung, karena keduanya sama-sama bekerja di Brunner Corporation. Salah satu perusahaan yang cukup bagus untuk melatih kemampuan kerja mereka.  

  • CAN'T STOP (INDONESIA)   91. Teman Baru 2

    Julia melirik kekasihnya, begitu pula yang dilakukan oleh Jacob. Keduanya saling tatap dalam diam. Keduanya sama sekali tak menyangka jika mereka akan makan siang bersama dua orang atasan mereka di kantor. Tak ada ekspektasi sebelumnya bahwa dua orang paling berpengaruh di tempat kerja mereka itu akan duduk tepat di hadapan mereka. Awalnya, kecanggungan ini bermula saat Jake dan Melvin tiba di kafetaria dekat kantor untuk makan siang bersama. Namun, setelah mengamati selama beberapa detik, mereka sadar kalau tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang juga sedang mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Mulanya Melvin hendak beranjak pergi ke tempat lain, tetapi Jake dengan cepat menarik jasnya dan membawa pria itu ke meja di mana ada dua orang yang pernah bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu. Dan inilah yang terjadi. Kecanggungan yang dirasakan oleh dua orang pekerja yang harus duduk deng

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status