Sesampai di butik, kedua menantu dan ibu mertua itu semakin heboh, mempersiapkan baju-baju bermerk untuk calon menantu Keluarga Levin.
"Oma senang banget. Akhirnya kita bisa menjerat Erlan dalam sebuah pernikahan!" Seru sang ibu mertua."Iya, Oma. Aku juga merasa senang. Semoga usaha Erlan tadi malam segera membuahkan hasil." harap Nyonya Anisa."Iya, Anisa. Oma juga berharap begitu. Jadi Oma bisa segera melihat cicit dari Erlan." seru Oma Rini.Lalu tiba-tiba dering ponsel Nyonya Anisa mulai terdengar, dan panggilan itu berasal dari suaminya.Nyonya Anisa"Hallo, Papi. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Erlan?"Tuan Fred"Sudah, Mi. Kamu dan Oma segera lah ke sana. Kita bareng-bareng menggerebek kamar Erlan."Nyonya Anisa"Baiklah, Pi. Sampai jumpa di sana."Nyonya Anisa segera menutup panggilan dari suaminya. Lalu mengabarkan berita gembira itu kepada sang ibu mertua."Oma, Papi Fred baru saja menelponku, dia berkata kalau tempat Erlan menginap sudah ditemukan." serunya kepada sang ibu mertua."Oh ya? Apakah benar begitu?""Iya, Oma." Jawab Nyonya Anisa."Ya sudah, ayo segera kita bereskan semua pembayarannya. Setelah itu, kita berangkat ke sana." sahut Oma Rini.Nyonya Anisa pun melangkah menuju kasir, dan melakukan pembayaran semua hasil belanjaan mereka. Kemudian setelah itu, dia melangkah menuju ke arah ibu mertuanya yang dari tadi menunggunya.Nyonya Anisa melangkah sambil menarik satu koper kecil, yang berisikan baju-baju untuk gadis itu."Anisa, apakah sudah cukup satu koper saja? Oma kasihan, gadis itu pasti tidak memiliki banyak baju." lirih Oma Rini kepada menantunya."Oma, kita beli satu koper ini saja dulu. Baru setelah suasana kondisi sudah kondusif kembali, kita bisa mengajaknya untuk berbelanja bersama kita." tutur Mami Anisa."Ada benarnya juga yang kamu katakan, kalau begitu ayo kita segera berangkat." Keduanya pun berangkat menuju ke tempat di mana Erlan sedang berada."Kita berangkat sekarang, Nyonya?" Tanya sang sopir, sesaat ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil."Iya , Pak Sopir. Kita langsung saja menuju ke sana. Tuan Fred sudah share lokasi kan?""Sudah Nyonya. Tuan Fred telah memberitahukannyakepada saya.""Ya sudah kalau begitu, segera jalan, Pak Sopir." seru Oma Rini. Sepertinya dia sudah tak sabar ingin segera sampai."Siap, Nyonya Besar." Lalu sang sopir pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang.Di sebuah pub,"Cepat katakan, di mana kamar anak saya! Jangan sampai saya menghancurkan usaha Anda ini!" sergah Tuan Fred marah kepada manager pub tersebut."Maaf Tuan, saya bukannya tidak mau membantu Anda. Tapi saya tidak punya wewenang untuk itu. Saya menjunjung tinggi kode etik pub ini, untuk tetap menjaga privasi setiap customer." Sebenarnya, manager itu sudah takut setengah mati menghadapi Tuan Fred. Dia tahu betul bagaimana kekuatan Tuan Fred dalam dunia bisnis."Oh begitu?" sela Tuan Fred, tak senang."Iya, Tuan.""Tapi saya ini ayahnya! Saya sedang mencari anak saya! Tentu saja Anda sudah tahu berita heboh itu, bukan?""I ... iya, Tuan." Manager itu, menjadi terbata. Karena dia juga ikut andil dalam usaha penjebakan Erlan dan Mitha. Dia sudah mendapatkan bayarannya.Lalu tiba-tiba ponsel sang manager berdering. Dia langsung mengangkat panggilan itu dan segera menepikan dirinya dari Tuan Fred dan beberapa orang yang ada di sana.Bersamaan dengan itu, Nyonya Anisa dan Oma Rini, tiba di tempat itu."Papi, Erlan nya mana?" tanya Nyonya Anisa kepada suaminya."Mana gadis itu? Pacarnya, Erlan? Memang deh cucu-cucu ku ini. Sudah tidak tahan lagi rupanya, sampai-sampai mereka mendahului pernikahan dan melakukan kesenangan sesaat!" kesal Oma Rini, tentu saja hanya pura-pura.Beberapa dari orang-orang yang ada disitu adalah para wartawan yang sengaja didatangkan oleh Tuan Fred untuk menggiring opini baru kepada masyarakat, terutama untuk kolega-kolega Erlan di perusahaan."Apakah gadis itu benar pacar Tuan Erlan?" Grasak-grusuk diantara wartawan itu mulai terdengar."Apa? Laki-laki itu kok bisa menjadi pacar Mitha?" kesal Niken. Teman Mitha yang juga ikut serta menjerumuskannya tadi malam, bahkan dirinya sudah mendapatkan bayarannya juga.Gadis itu terus menyimak apakah yang akan terjadi selanjutnya.Sang manager kembali setelah menerima telpon dari bosnya. Dia dimarahi habis-habisan oleh bosnya karena menghalangi Tuan Erlan untuk mencari putranya. Bahkan bosnya sampai mengancam akan memecatnya jika menimbulkan amarah dari Tuan Fred."Ma ... maafkan saya, atas sikap saya tadi, Tuan. Bos saya baru saja memberitahukan kepada saya tentang semuanya. Mohon maaf jika saya tidak mengenali Anda, Tuan." seru sang manager lagi. Dia sangat ketakutan saat ini."Siapa Tuan, ini? Kenapa Pak Manager serasa sangat segan kepadanya?" Niken mulai bertanya-tanya di dalam hatinya.Sementara di dalam kamar,Erlan terbangun duluan dan mendapati dirinya telanjang saat ini dan hanya ditutupi oleh selimut."Sial! Tadi malam aku benar-benar kehilangan akal sehatku!" Diam-diam dia mulai mengutuk perbuatan bejatnya tadi malam.Erlan lalu melirik kain seprei yang dipenuhi bercak darah yang sudah mengering. Bukti jika perempuan yang dirinya tiduri tadi malam, masih benar-benar suci."Perempuan ini masih suci! Aku telah merusaknya. Betapa bodohnya aku!" gumamnya menyesal.Bersamaan dengan itu Mitha juga terbangun. Dia mulai merasakan jika badannya terasa sakit semua. Terutama di daerah inti tubuhnya. Mitha masih sangat ingat apa yang telah terjadi tadi malam.Dia juga sangat kaget, saat tahu jika saat ini, tubuhnya telanjang. Bahkan dirinya satu selimut dengan pria yang telah merenggut kesuciannya.Pandangan keduanya mulai beradu.Namun Mitha lebih dulu menundukkan kepalanya dan mencoba menarik selimut untuk menutupi badannya."Kamu sudah bangun? Namamu Mitha, kan?" tanya Erlan."I ... iya." Jawabnya singkat."Sebut namaku!" bentak Erlan."I ... iya, Mas Erlan." Entah kenapa, dia sangat suka saat gadis itu memanggil namanya. Tiba-tiba saja terbayang olehnya, bagaimana gadis itu mengerang penuh kenikmatan di bawah kungkungan tubuhnya sambil menyebut namanya, tadi malam."Aku akan bertanggung jawab denganmu. Apa pun yang terjadi" ucapnya tegas.Mendengarkan perkataan pria itu, Mitha bukannya senang. Dia malah menangis meratapi kebodohannya tadi malam."Aku tidak suci lagi! Bagaimana aku menjelaskannya kepada ayah dan bunda? Apa yang akan kukatakan kepada mereka?""Kamu kok menangis? Apakah aku terlalu menyakitimu tadi malam?" Erlan kembali bertanya kepada sang gadis.Mitha memilih diam. Matanya tiba-tiba dirinya tutup, saat melihat pria itu mulai keluar dari selimut dan berjalan dengan bertelanjang meraih celana boxer-nya yang tergelak di lantai, lalu memakainya kembali."Berani sekali dia melakukan itu? Berjalan telanjang di depanku?" Mitha tiba-tiba menatap Erlan dengan sangat tajam."Kenapa menatapku seperti itu? Aku sudah melihat semua lekuk tubuhmu! Untuk apa kamu malu?"Hati Mitha sangat sedih mendengar perkataan Erlan yang serasa merendahkan dirinya.Kembali ke lantai bawah,"Mari, silakan Tuan, kita ke atas untuk menemui Tuan Muda Erlan." seru sang manager."Baiklah," jawabnya singkat.Lalu Tuan Fred bersama istrinya, ibunya dan beberapa orang lainnya menuju ke lantai atas pub itu.Suara pintu kamar yang hendak di buka mulai terdengar di telinga keduanya yang sedang berada di dalam kamar.Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d