Bacaan dewasa 21 tahun ke atas. Erlan Levin, pria tampan seorang CEO perusahaan besar di Jakarta. Sudah cukup matang untuk berumah tangga dengan seorang gadis. Keluarga besarnya sampai turun tangan untuk menjodohkannya dengan beberapa gadis. Namun Erlan sama sekali tidak tertarik. Akan tetapi disatu ketika, Erlan tidak dapat mengelak lagi, saat dia kedapatan tidur satu kamar dengan seorang gadis, yang dirinya tidak kenal sebelumnya. Akhirnya mau tidak mau, Erlan harus terjebak di dalam satu pernikahan dengan gadisnya. Karena seluruh keluarganya, sangat menyukai gadis itu. Mampukah sang gadis menaklukkan hati Erlan? Ataukah dia harus menerima nasibnya sebagai istri yang tak pernah dianggap oleh suaminya sendiri? Plagiarisme Melanggar Undang-Undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014.
View MoreErlan Levin, seorang CEO ternama berwajah tampan dan berwibawa. Yang merupakan pemilik sebuah perusahaan besar di Jakarta. Saat ini sedang menuju kantor kebesarannya.
Suasana kantor mulai padat pagi ini. Beberapa karyawan menyapanya ramah dan hanya dibalas anggukan oleh Erlan.Sang CEO terus berjalan masuk ke dalam kantor. Lalu dia berhenti tepat di depan lift utama yang menghubungkannya dengan kantornya, yang berada di lantai paling atas."Selamat pagi, Tuan Erlan." sapa Rani, sekretaris setia yang mendampinginya selama ini.Erlan hanya mengangguk."Saya punya jadwal apa hari ini, Rani?""Tidak ada yang mendesak, Bos." jawab, Rani. Hanya saja Tuan dan Nyonya Besar sedang menunggu Anda di ruangan saat ini."Papi dan Mami lagi di sini? Sejak kapan mereka sampai?" tanyanya."Sejak tadi pagi, Bos." jawab Rani."Baiklah, tolong katakan kepada Dio untuk menyiapkan mobil dengan segera. Saya ingin meninjau lokasi proyek yang ada di Tangerang." Setelah berkata begitu, Erlan langsung masuk ke dalam ruangan kebesarannya."Pagi, semua." sapanya dingin kepada kedua orang tuanya. Lalu Erlan pun duduk di kursi kebesarannya."Ya ampun, Erlan! Kamu ini tidak sopan, ya? Masa kamu menyapa Papi dan Mami dengan cara seperti itu?" protes Nyonya Anisa."Aku sibuk, Mi." alasannya.Sesibuk apa sih kamu, sampai-sampai tidak ada waktu untuk mengenal wanita?" Kali ini, Tuan Fred yang angkat bicara."Kok malah melenceng ke wanita sih, Pi?" Kesal Erlan."Lho kenapa memangnya? Kamu itu nggak ingat umur apa? Tahun ini kamu genap berumur tiga puluh tahun. Akan tetapi kamu belum juga menikah. Para sepupumu semua telah menikah. Tinggal kamu yang belum, Erlan!" Tutur, sang mami."Apa kamu belum juga move on dari wanita itu? Atau jangan-jangan kamu menunggu mantanmu itu menjadi janda kah, baru kamu menikahinya?" Cecar sang mami lagi.Dulu ada seorang wanita yang sangat Erlan kagumi. Namun sayangnya, wanita itu telah lebih dulu menikah dengan pria yang dirinya cintai. Dia hanya menganggap Erlan sebagai teman semata."Ini tidak ada hubungannya dengan dia, Mi! Tolong jangan kait-kaitkan dia lagi denganku! Dia sudah bahagia dengan keluarganya, jadi stop membahasnya!" Kesal Erlan kepada ibunya."Terus jika bukan karena perempuan itu, kenapa kamu masih belum juga menikah? Apakah kamu menunggu dia punya cucu dulu, baru kamu akan menikahi cucunya? Begitu kah maksud kamu, Erlan?" sergah sang mami, semakin kesal dengan anaknya."Mami!" hardiknya, semakin marah."Hei, kamu kok jadi membentak Mami?" tukas Tuan Fred membela istrinya."Papi dan Mami tidak mau tahu! Tahun ini kamu harus menikah! Jika tidak, Papi akan mencopot jabatanmu dan semua fasilitasmu akan Papi sita! Kali ini Papi serius! Tidak ada pengampunan lagi bagimu jika kamu membohongi Papi! Sudah cukup tahun lalu kamu mempermalukan Papi dan Mami dengan lari di hari perjodohanmu!" tegas Tuan Fred kepada putra semata wayangnya itu."Erlan, coba kamu berpikir sedikit. Kamu itu putra kami satu-satunya. Umurmu sudah semakin tua. Kapan kamu bisa memberi kami cucu? Apakah kamu tidak pernah berpikir, siapa nantinya yang mewarisi perusahaan kakekmu? Jika kamu masih betah sendiri? Mau sampai kapan kamu seperti ini, Erlan?" isak sang mami yang sungguh sangat menyayat hati setiap orang yang mendengarnya.Tak terkecuali Erlan, yang langsung terdiam dan merasa terenyuh mendengar tangisan ibunya. Dia tidak mendengar jika ibunya menangis. Membuat hatinya menjadi sedih.Erlan ingat betul saat ibunya menangisi dirinya yang mabuk-mabukkan saat masih belum bisa melupakan mantannya.Erlan lalu mendekati ibundanya dan berkata,"Mi, berhentilah menangis, aku ... aku akan menuruti perintah Mami kali ini." ujarnya terbata."Kamu pasti akan berbohong lagi! Seperti yang lalu-lalu, iya kan? Jujur saja kamu!Kamu itu hanya tahunya menyenangkan hati Mami dalam waktu singkat saja." isaknya semakin menjadi-jadi."Nggak, Mi. Kali ini aku akan menuruti perintah Mami." Ujarnya pasrah, karena dia juga sudah capek kucing-kucingan dengan kedua orang tuanya perihal jodoh."Apakah benar perkataanmu kali ini, Erlan?" Tanya Tuan Fred kepada anaknya."Iya, Pi. Kali ini aku serius." Serunya, lagi."Baiklah, kali ini Papi pegang kata-katamu! Tapi ngat, jika kamu berbohong, kamu tahu kan ancaman Papi, bukan sekedar ancaman lagi! Tapi Papi akan benar-benar melakukannya!" Seru Tuan Fred."Iya, Pi. Aku akan mencari jodohku secepatnya. Papi dan Mami tenang saja." jawabnya."Oma Rini dan Opa Robi juga sudah sangat ingin melihat cicit darimu, Erlan. Jangan kecewakan mereka!" sahut Mami Anisa, lagi."Iya Pi, Mi. Oh, ya. Aku harus ke Tangerang mau meninjau proyek di sana." pamit Erlan kepada kedua orang tuanya.Sepeninggal Erlan, Tuan dan Nyonya Levin segera menyudahi sandiwara mereka."Erlan sudah pergi, Pi?" tanya Nyonya Anisa."Baru saja pergi, Mi. Semoga kali ini, anak itu bisa memegang perkataannya." Seru Tuan Fred."Awas saja jika dia berani membohongi kita lagi!Papi sungguh-sungguh, kan dengan ancaman papi itu?""Ancaman yang mana, Mi?""Ya ampun Papi! Belum juga lima menit Erlan pergi, Papi malah sudah lupa dengan omongan Papi sendiri." Kesal sang istri."Papi mana berani melakukan ancaman itu, Mi. Nanti yang ada perusahaan akan bangkrut. Terus kelangsungan hidup anak cucu kita kelak bagaimana dong, Mi?" Tanya Tuan Fred ragu."Dasar kamu, Pi! Nggak bisa dipercaya! Kamu sama saja kayak anakmu!" Kali ini Nyonya Anisa benar-benar kesal. Dia lalu keluar dari ruangan putranya, meninggalkan suaminya sendiri."Mi, tunggu Mi." Panggil Tuan Fred, kepada istrinya."Rani, sekretaris Erlan hanya mampu geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua bosnya itu.Tuan Fred segera menyusul istrinya yang sudah lebih dulu turun ke lobi dan langsung menuju ke parkiran."Semoga, aku nggak ditinggal lagi!" Tuan Fred bagai dikejar binatang buas, lari secepat mungkin untuk menyusul istrinya."Mi ... Mami! Jangan tinggalkan Papi, Mi!" teriaknya sesaat setelah sampai di parkiran perusahaan AF TBK yang dikelola anaknya.Namun apa daya, teriakannya tidak digubris sama sekali oleh istrinya."Jalan, Pak!" seru Nyonya Anisa kepada sopir pribadi mereka.Alhasil, Tuan Fred tertinggal sendirian di area parkiran.Dia segera menelpon sopirnya yang lain.Tidak berapa lama, sopir datang dengan membawa mobil baru. Tuan Fred segera masuk ke dalam mobil lalu berkata,"ikuti ke mana mobil istri saya pergi.""Baik, Tuan." seru sang sang sopir. Lalu melajukan mobil itu mengikuti ke mana mobil yang membawa Nyonya Anisa pergi.Sementara Erlan yang sedang bad mood karena dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Memilih untuk menghabiskan waktu di sebuah bar sambil menikmati secangkir kopi di siang itu."Woi, Bro! Sendirian saja, Lo!" sapa Fadli rekan bisnis dari Erlan."Mari gabung, kita ngopi-ngopi!" ucap Erlan mengajak temannya."Maaf, Bro. Gue sedang buru-buru. Oh iya, nanti malam Lo jadi datang kan, ke pesta ulang tahun rekan bisnis kita?" tanya Fadli, kepada Erlan."Jadi, Bro. Gue telah mengosongkan jadwal gue."jawabnya."Ya sudah, sampai jumpa nanti malam, Bro!" sahut Fadli lalu segera berlalu dari kafe itu.Erlan pun berpikir di dalam hatinya. Apakah yang akan terjadi nanti malam? kenapa firasat buruk menjadi menderanya saat ini.Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments