Lobi yang tadinya ramai dengan desas desus ketika menyaksikan perdebatanku dengan perempuan itu, kini senyap seketika setelah Riko datang dan menamparku. Rosa yang terkejut melihat kelakuan Riko, berusaha menghentikannya mendekatiku dengan segala cara.
“Apa kamu tidur dengan pria ini?” tanya Riko sesaat setelah menamparku keras di depan semua orang tanpa merasa bersalah sedikit pun.
“Jauhkan tanganmu darinya,” larang Bisma beranjak menghampiriku, dengan tatapan marah sekaligus murka yang terlukis jelas di matanya.
Kali ini, Bisma berdebat hebat dengan Riko perkara video itu. Rosa terus bertanya bagaimana keadaanku, setelah aku tahu jika video itu menyebar dengan cepat di web kampus. Kali ini, aku tidak bisa mendengar apapun. Inikah yang disebut sepi di tengah keramaian.
“Caramel, jawab aku,” teriak Riko sekali lagi mendekatiku, namun Bisma menghalanginya.
“Hentikan, apa tidak cukup bagimu untuk menyakitiku
“Apa kamu sudah melihat wanita di dalam video itu?” tanya seorang wanita sembari menyodorkan sebuah tab yang menampilkan sebuah video.“Itu hanyalah seorang gadis biasa,” jawab seorang pria dengan kacamata hitam sembari menuang secangkir teh.“Entah apa yang menganggu pikiranku. Aku hanya akan percaya bahwa kamu telah menyingkirkannya,” balas wanita itu sembari mengambil gelas yang sudah terisi dengan teh yang disajikan pria itu.***Membaca surel itu, seakan-akan membuatku berhenti bernapas. Beasiswa itu amat penting bagiku selama ini. Namun, kini aku tidak memiliki secerca harapan sedikitpun, yang singgah dalam hidupku.“Apakah ‘Tuhan’ sedang membenciku saat ini?” tanyaku pelan memandangi langit hampa yang makin membuatku kesepian.Aku mengusap air mata itu sebelum membuat mataku memerah seiring berjalannya waktu. Malam ini, aku berjanji u
Kami bertatapan selama beberapa saat, sampai aku tertidur pulas karena rasa mabuk yang sudah menguasai tubuhku. Ketika bangun, kepalaku terasa begitu nyeri dan cukup membuatku memukulnya beberapa kali.“Hentikan,” ucap seseorang sembari menghentikan tanganku yang terus memukul kepala.“Siapa kamu?” tanyaku menatapnya namun terlibat kabur karena efek minuman-minuman itu.“Apa kamu tidak mengingatku?” tanyanya menatapku kemudian tersenyum lebar.Ketika aku menyadari bahwa dia adalah pria yang sudah ku pukul karena kesalapahaman itu, aku pun menutup wajahku dengan kedua telapak tangan karena merasa malu.“Apakah kamu malu?” tanya pria itu kemudian tertawa kecil sembari menyodorkan air.“Tidak, aku hanya merasa pusing,” jawabku dengan percaya diri sembari merapikan rambutku yang berantakan.“Minumlah ini,” balas pria itu kemud
“Aku mohon kepadamu. Putriku, biarkan dia hidup.”“Untuk apa? Dia akan menjadi penghalang putriku, seperti kamu menghalangi semua kebahagiaan dalam hidupku.”“Jika kau membunuh induk rusa, setidaknya biarkan anak rusa itu hidup, kumohon.”Jlepp…Wanita dengan rambut sepanjang baju itu menusuk seorang wanita hingga ia tidak lagi bisa memohon. Wanita berbaju putih itu mengeluarkan darah yang bercampur air hujan.“Sekarang giliran anak itu.”***“Tidak…,” teriakku kemudian terbangun dengan napas tidak beraturan.Denyut jantungku kini berdetak 2 kali lebih cepat dari sebelumnya. Aku mencium bau yang begitu familier di seluruh penjuru ruangan. Mataku terbuka dan melihat sebuah slang infus menancap di nadiku.“Caramel, apa kamu baik-baik saja?” tanya
Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk terlihat baik-baik saja. 5 menit lagi shifku berakhir, aku pun mengemasi tas dan segera pergi agar semua orang tidak menyadari keanehan pada diriku.Ciettt…“Caramel,” panggil pria pemilik bar itu kemudian keluar mobil dan berlari menghampiriku.Namun, kali ini aku tidak bisa menahan rasa sakit ini. Napasku mulai tidak terkendali diikuti dengan kedua kakiku yang tidak memiliki kekuatan lagi untuk berdiri.Pria pemilik bar itu menangkapku sebelum tubuhku jatuh ke tanah, dan segera menggendongku. Namun, dari kejauhan terlihat Bisma yang keluar dari restoran melihat kejadian itu.“Tunggu,” teriak Bisma berlari ke arahku dan berusaha menghentikan pria itu membawaku bersamanya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya pria pemilik bar itu ketika Bisma berusaha merebutku.“Lepaskan dia, aku ak
Sebuah tanda tanya besar kini membuatku bertanya-tanya. Bukan tentang Poppy atau rasa sakit yang ku alami saat ini. Melainkan cara wanita itu mengubah mimik wajahnya, sesaat setelah melihatku.“Caramel, apakah masih sakit?” tanya Rosa mengeluarkan obat dan menyuruhku untuk segera meminumnya.“Aku sudah baik-baik saja,” jawabku setelah menengguk obat yang dia berikan, sembari terus menatap jalanan yang dilalui mobil wanita itu.“Ayo kita pulang,” ajak Rosa sembari memegangi tubuhku.***Liburan akhir semester ini, aku akan pergi bersama MAPALA atau mahasiswa pecinta alam di kampusku. Kali ini aku membutuhkan banyak udara segar setelah mengalami begitu banyak hal yang membuatku sesak napas.“Apakah barang-barangku sudah masuk ke dalam bus?” tanya Rosa saat selesai memasukkan tenda terakhir ke dalam bagasi bus.“Aku pikir, semuanya sudah masuk
Semua orang berbaju hitam itu meminta agar Hara dan Bisma melepaskanku. Namun, mereka berdua menyembunyikanku tepat di belakang tubuh mereka, agar para bedebah itu tidak bisa menyentuhku.“Siapa kalian?” tanya Bisma menatap tajam semua orang berpakaian hitam itu satu persatu.“Pergilah jika kalian tidak ingin terluka,” ucap salah satu dari mereka kemudian memulai perkelahian.Mereka kemudian bertarung satu sama lain. Sementara kami kalah jumlah, aku harus turun tangan kali ini. Ketika hendak maju, Hara mengisyaratkanku untuk tetap di sana dan tidak terlibat. Namun, sesuatu yang sangat ku benci terjadi.“Hei, gadis muda. Kenapa kamu sangat jual mahal seperti ini?” tanya salah seorang pria sengaja manarik rambutku dari belakang.“Hentikan, berani sekali kamu menyentuku,” larangku menatapnya marah sembari mengusap rambut yang dia pegang.“Harum juga
Dadaku terasa sesak dan pengelihatanku mulai kabur. Gerombolan itu makin mendekat, kali ini mereka tidak akan melepaskan kami. Namun, aku tidak bisa membantu Hara, mengingat kondisiku yang tidak kunjung membaik.“Caramel, kita akan pergi ke sini setiap liburan.”“Papa janji kepadamu.”Suara itu terus-menerus datang tanpa diundang. Hara kemudian menyuruhku untuk meminum obat pemberian Rosa, agar kondisiku lebih membaik. Kemudian dia berlari untuk menghadang gerombolan itu, agar tidak mendekatiku.“Caramel, sadarlah. Cepat pergi dari sini, aku akan menghadang mereka,” perinta Hara kemudian berlari menuju gerombolan itu.Sedikit demi sedikit kesadaranku mulai kembali. Aku bisa melihat jelas keadaan saat ini, begitu pun ketika ponselku mulai berdering.“Halo, Caramel. Kamu di mana?” tanya Rosa dengan nada cemas.
“Mama.” Wanita itu menusuk mama dengan belatih yang sama, seperti yang di pegang pria dari gerombolan itu. Darah mulai mengalir bersamaan dengan aliran air hujan yang membasahi tempat itu.“Tolong, biarkan putriku hidup,” pinta mama dengan seluruh kekuatannya sembari memegang luka tusuk itu.“Untuk apa aku membiarkan putrimu hidup?” tanya wanita bertudung itu kemudian melempar belatih dan mulai menarik kasar rambut mama.“Setidaknya, jika kamu membunuh induk rusa, biarkan anaknya hidup,” jawab mama sembari menahan rasa sakit.“Tidak mungkin. Anak itu, akan menjadi ancaman terbesarku setelah kematianmu,” ucap wanita itu kemudian berdiri dan berjalan mendekatiku yang duduk tanpa melakukan apapun.“Kamu akan menyesal melakukan ini. Langit tentu akan menghukummu atas setiap tetes darah yang kau tumpahkan demi keserakahanmu,” tutur mama meninggikan suara kemudian pingsan tidak sadar