Share

Part 7. Wild

Alarm sialan yang lupa aku non-aktifkan mengacaukan rencana leha-lehaku hari ini. Karena bunyinya yang sangat berisik, aku jadi tidak bisa tidur lagi. Mungkin memang sudah seharusnya aku bangun, karena sekarang sudah hampir jam sebelas.

Setelah peregangan sebentar, aku beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Tanpa mandi. Mandi hanya dilakukan jika kita banyak mengeluarkan keringat dan lama beraktivitas diluar ruangan.

Keluar dari kamar mandi, aku melihat Mochi yang menghapiriku sambil mengeong tak jelas.

"Kamu kenapa? Udah laper ya?"

Aku mengikuti Mochi yang berlari ke tempat tidurnya dan menemukan Reo yang masih bergelung di dalam kandang. Makanan dan minum yang aku berikan tadi malam tampak tak tersentuh sama sekali.

Ini aneh. Biasanya makanan Reo akan habis atau tersisa sedikit, tapi ini makanannya seperti benar-benar tak tersentuh.

Aku jongkok di depan kandang Reo dan mencoba mengelusnya. Tubuhhya terasa sangat lemah.

"Mochi, Reo kenapa?"

"Meoww."

Aku mengambil cemilan kucing dan menyodorkannya ke hadapan Reo. Kucing jantan ini hanya melirik tanpa nafsu. Biasanya dia tidak akan pernah menolak cemilan ini. Fix, Reo sedang tidak baik-baik saja.

Aku segera menghubungi Sada untuk memberi tahu keadaan Reo. Panggilan pertama tidak diangkat. Kemana sih dia?! Pesanku dari tadi malam juga masih belum dibaca. Aku mencoba memanggil sekali lagi dan saat panggilan hampir berakhir barulah ada jawaban.

"Halo, siapa nih?" oh, suara perempuan.

"Halo, Sadanya ada?"

"Ada nih, lagi tidur." Setelah itu aku mendengar suara seperti pergerakan kasur, perempuan ini kembali bicara, tapi bukan denganku. "Mas bangun. Ini ada yang nelfon. Aku mau pake baju."

Oh my oh my. Ntah apa yang sudah mereka lakukan, tapi mendengar perkataan perempuan tadi membuat aku tidak ingin membayangkan malam panas yang dilalui oleh Sada dan perempuan ini.

Tak lama aku mendengar suara khas pria baru bangun tidur, "kenapa?" Tanya Sada tanpa basa-basi.

"Maaf ganggu, tapi Reo lemes banget. Dia nggak mau makan, aku takut dia kenapa-napa."

"Jangan kemana-mana. Gue kesana sekarang."

Lalu telfon dimatikan secara sepihak.

Hanya sepuluh menit lebih sedikit, Sada sudah tiba di kosku. Entah tempat tinggalnya yang memang dekat, atau dia menjadi pembalap dadakan.

"Mana Reo?" Tanyanya sambil menerobos masuk.

Setelah memastikan Reo aman di dalam kandang, Sada menarik paksa taganku keluar dari kos. "Lo ikut." Titahnya sambil terus menyeretku.

"Eh tunggu. Ih gak usah tarik-tarik, mau kemana sih?"

"Ke vet lah."

"Kenapa aku ikut juga? Aku belum mandi. Kan kamu bisa sendiri."

"Nggak usah banyak tanya!"

Aku tersentak saat dia menyelaku dengan nada keras. Sada terlihat sangat marah.

Aku menurut saja saat dia menyuruhku duduk di jok belakang motor trailnya dan memangku kandang Reo. Kalau begini ceritanya, sudah jelas dia tidak bisa membawa Reo seorang diri.

Aku tidak tahu vet mana yang dimaksud Sada, karena kami sudah melewati dua klinik hewan terdekat dan Sada masih belum berhenti. Aku tidak bisa berkonsentrasi karena sesuatu di bawah sana sudah sangat mendesak. Aku juga heran kenapa bisa aku ingin kencing disaat genting seperti ini.

Tidak bisa. Aku sudah tidak kuat menahannya lagi.

Aku menepuk pundak Sada agar dia mendengarkan aku, "bisa berhenti sebentar? Please, aku udah nggak tahan lagi."

"Mau ngapain?"

"Berhenti di toilet terdekat tolong, aku kebelet pipis."

Aku mendengar Sada berdecak.

"Tolong dong. Bisa-bisa aku ngompol di celana nih."

Sada memberhentikan motornya di depan mesjid tepi jalan, "jangan lama-lama." Titahnya.

Aku langsung menyerahkan kandang Reo pada Sada dan belari menuju toilet mesjid.

Saat kembali ke parkiran mesjid, aku tidak menemukan Sada dimanapun. Hal yang membuat aku lebih terkejut adalah Reo yang sudah tidak ada di kandangnya. Aku berkeliling parkiran untuk mencari Reo, tapi hasilnya nihil. Apa mungkin dibawa Sada?

Tak lama Sada menghampiriku dengan sebotol minuman dinigin. Tapi tidak ada Reo bersamanya.

"Reo mana?" Tanyanya dengan tatapan yang menghunus mataku.

"Aku nggak tau, aku pikir sama kamu. Sejak aku balik dari toilet kalian udah nggak ada."

"Jangan bercanda!"

"Aku nggak bercanda! Aku udah cari keliling parkiran tapi nggak ketemu. Lagian kenapa kamu ninggalin Reo gitu aja?"

Tanpa menjawab perkataanku, Sada berlari ke sekitaran mesjid. Aku ikut menyusul di belakangnya. Reo benar-benar tidak bisa kami temukan dimanapun. Sada menyugar rambut gondrongnya hingga berantakan.

Aku berdiri di tepi jalan dan melihat kearah minimarket di sebrang sana. Mataku memicing saat menangkap seonggok objek hitam diatas mobil yang terparkir disana.

"Hei, itu bukannya Reo?" Tanyaku pada Sada.

"Mana?" Tanya Sada yang ikut berdiri di sampingku.

"Itu, yang duduk di atas mobil. Di parkiran minimarket itu lho." Sada mengikuti arah telunjukku, saat menyadari mungkin itu benar-benar Reo, dia bersiap untuk menyebrang.

Saat kami sudah sampai di tengah jalan, si pemilik mobil yang dinaiki oleh Reo tampak keluar dari minimarket. Tanpa aba-aba, dia menampar kepala Reo hingga kucing malang itu memekik dan terjatuh dari atas mobilnya. Aku refleks ikut menjerit saat melihat Reo yang jatuh berguling ke tanah.

Reaksi yang paling tidak aku duga adalah Sada yang berlari dan langsung meninju wajah pria itu.

"Anjing!" Ujarnya sambil memberikan tinjuan kedua.

Aku berlari mengambil Reo yang terlihat kesakitan. Belum sempat melerai mereka, aku melihat pria tadi membalas pukulan Sada.

"Ngapain tiba-tiba kamu mukul saya, hah?!" Seru pria itu tak terima.

"Karna lo udah mukul kucing gua, babi!" Lalu Sada menerjang pria itu tanpa ampun hingga dia terjatuh ke tanah. Sada terus memukulnya tanpa jeda, "sini gua habisin lu sekalian."

"Sada, please stop! Dia bisa mati!" Pekikku. Pria tadi benar-benar sudah terlihat tidak bisa melawan, namun Sada tampaknya tidak peduli. Orang-orang yang ikut menyaksikan tampaknya juga tidak berani menghentikan keberingasan Sada.

"Sada stop!" Aku menarik tangan Sada yang siap menghantam wajah pria tadi dengan sekuat tenaga. "Ayo bawa Reo ke vet dulu. Kasihan Reo."

Mendengar nama kucingnya kusebut, akhirnya Sada bangun dari atas tubuh pria itu. "Kalau gua lihat lo mukul kucing manapun lagi kayak tadi, gua bakal lakuin yang lebih parah dari ini. Paham lo?"

Pria itu hanya bisa mengangguk lemah.

Setelahnya Sada manarik tanganku kembali menuju parkiran mesjid dan meletakkan Reo ke dalam kandangnya dengan sangat hati-hati.

Selama perjalanan aku hanya bisa menyaksikan punggung kokoh Sada. Dia benar-benar terlihat dingin dan menyeramkan. Aku tidak menyangka dia bisa bertindak sebrutal tadi karena ada yang menyakiti kucingnya. Alarm di kepalaku meneriakkan tanda bahaya dan peringatan. Aku tidak boleh membuatnya benar-benar marah dah mengamuk. Entah apa yang bisa dia lakukan pada hidupku jika itu benar-benar terjadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status