***
"Dasar cowok brengsek!!" Langit tidak tinggal diam melihatnya, ia menarik tubuh Nabil dari belakang. Lalu, memberikan beberapa pukulan di wajahnya.
Senja langsung membuka kedua matanya, aksi perkelahian kembali terjadi. Langit memukul Nabil tanpa adanya jeda, hingga Nabil lemah dan tidak berdaya di rerumputan. Senja pun menarik tangan Langit, supaya segera menjauh dari Nabil.
"Langit, udah."
"Ja, tadi dia mau cium kamu!"
"Dia itu cowok brengsek, aku nggak akan biarkan dia menodai kesucian kamu." Langit melanjutkan perkataannya, dengan amarah yang sudah semakin menjadi-jadi.
"Langit! Sebaiknya, kamu bantu Devan. Dia secepatnya harus dibawa ke rumah sakit," ujar Aura membuat Langit mengalihkan pandangannya.
"Ra, kamu lebih mementingkan kondisi Devan, daripada Senja? Dia hampir aja ternodai sama cowok brengsek ini."
"Iya, Aura tahu. Tapi
***Langit terdiam, ia mengubah posisi tangannya. Kedua pipi Senja, di tangkup oleh jari-jari panjang milik Langit. Lantas, Senja kembali bersuara dengan nada pelan, supaya Devan yang berada di dalam ruangan rawat inap itu tidak mendengarnya."Senja, sayang sama Langit lebih dari seorang sahabat. Bagaimana sama Langit? Selama bertahun-tahun, Langit punya perasaan yang sama seperti Senja, atau nggak?"Pertanyaan itu bagai peluru, yang dihunuskan langsung pada jantung Langit. Bahkan, saat ini kedua bola mata Langit sudah memanas, akibat pertanyaan yang Senja lontarkan padanya. Langit semakin terdiam, ia membasahi bibir bawahnya. Ternyata, Senja juga punya perasaan yang sama seperti aku. Tapi, aku nggak bisa mengatakan bahwa aku juga sayang sama dia, lebih dari seorang sahabat, batin Langit.Senja menampik kedua tangan Langit, yang terus mengusap pipinya lembut. Justru, Senja meraih kedua tangan Lang
***"Gue udah punya perasaan apa-apa lagi ke lo, Sa. Sekarang, gue cuman cinta sama Senja.""Tapi, Van. Nggak mungkin lo melupakan gue secepat itu, sorry ... kalo dulu memang gue belum jatuh cinta sama lo, tapi sekarang gue benar-benar mencintai lo.""Neysa." Suara kecil itu, telah memutus pandangan antara Neysa dan Devan, bahkan kedua tangan Neysa yang tadinya menggenggam tangan Devan, langsung terlepas begitu saja."Senja, sejak kapan lo ada di sini?" tanya Devan terkejut melihat kedatangan Senja."Neysa, sebenarnya kita bisa mencintai Devan sama-sama. Seperti Senja dan Aura, yang sama-sama mencintai Devan. Walaupun, Senja yang akan mendapatkan Devan."Senja mendekati Neysa, dan meletakkan sebuah gitar kayu di atas ranjang Devan. "Tapi, itu nggak mungkin Senja," bantah Devan."Mungkin, kalo kita bisa belajar mencintai seseorang dengan hati yang ikhlas. B
***"Jadi guys!! Ada murid baru di kelas sebelas IPA 1 yang akan menikah dengan teman kelasnya sendiri. Waw! Kira-kira kalian semua penasaran nggak? Siapa cewek yang beruntung, untuk dinikahi sama murid baru itu.""Siapa? Kasih tahu dong." Suara sorakan dari berbagai pertanyaan pun menggema, di area kantin. Sehingga, Senja yang tengah menikmati semangkuk bakso bersama Devan, akhirnya terhenti untuk mendengarkan perkataan dari seorang perempuan, yang masih berdiri di atas meja kantin."Devan Mahendra Aditama, murid pindahan yang tiba-tiba mau menikah sama siswi cupu, polos tapi berbakat di pelajaran sains. Siapa lagi kalo bukan, Alzera Senja Maharani. Salah satu siswi yang selalu merasa pintar, dan terus memenangkan perlombaan di berbagai macam olimpiade.""Wah? Nggak mungkin, masa cewek cupu bisa mendapatkan hatinya seorang Devan. Yang jelas dia murid terfavorit di sekolahan ini, karena dia ganteng, keren,
***"Devan, tunggu di sini dulu, ya. Senja mau ganti baju, setelah itu kita toko cokelat."Sesampainya di rumah Senja, Devan justru dibuat menunggu olehnya. Namun, selama menunggu Senja mengganti pakaiannya, Devan sedikit berbincang dengan Mawar. Hanya untuk membahas hubungan perjodohan, antara dirinya dengan Senja."Mamah, kamu bilang. Sebelum kamu dan Senja ujian nasional, kalian berdua harus bertunangan lebih dulu. Setelah itu, kalian berdua bisa menikah sesudah lulus SMA.""Iya, Tante. Devan udah setuju kok, karena Senja juga udah menerima perjodohan ini. Jadi, Devan dan Senja akan mengikuti kemauan Tante, papah dan mamah.""Setelah menikah, kamu mau melanjutkan kuliah?" tanya Mawar dengan tatapan dalam pada Devan, sementara Devan merunduk sebelum menjawab pertanyaan tersebut."Kayanya, Devan mau mengurus bisnis papah aja, Tan. Tapi, Devan nggak akan melarang Senja, kalo memang Senja mau melanjutkan pendidikannya, dan berkuliah di univer
***Senja mendengus kesal, ia melangkah keluar dari ruang perpustakaan itu. Disusul, dengan Aura yang juga berlalu pergi dari sana. Sementara, Neysa tersenyum manis sebagai balasan karena Langit telah menyelamatkan dirinya."Lain kali, hati-hati." Langit yang hendak beranjak pergi, tetapi dicegah oleh Neysa begitu saja."Ah, Langit. Mau membaca buku ini bersama?" tanya Neysa sambil menunjukan judul buku novel di tangannya, kepada Langit."Maaf, Sa. Aku mau main basket, sama anak-anak yang lain di lapangan." Langit berbalik, dan meninggalkan Neysa di perpustakaan.Neysa hanya bisa mengembuskan napasnya singkat, ia berjalan menghampiri meja perpustakaan, untuk membaca buku novel di sana seorang diri, tanpa ada yang ingin menemaninya. Sedangkan, Langit mulai bersiap di tengah lapangan, untuk bermain basket dengan teman kelasnya."Ja, Aura masih nggak menyangka, kenapa Langit
***Hari yang dinantikan selama satu Minggu pun akhirnya tiba, setelah melewati beberapa ulangan harian dan tugas-tugas sekolah. Kini saatnya, seluruh murid dihadapkan dengan ujian kenaikan kelas. Setelah menjalankan ujian selama satu Minggu penuh, seluruh murid pun akan memasuki ruang kelas baru dan naik tingkat. Sesuai dengan nilai yang didapatkan, selama mengikuti ujian kenaikan kelas."Ujian hari pertama, bagaimana perasaan kamu, Ja?" tanya Aura yang terus memainkan bolpoin di tangannya, sebelum bel masuk berbunyi."Lumayan ... tegang," ujar Senja dengan ucapan yang terhenti sebentar.Seluruh murid dibuat menunggu, di depan ruang kelasnya masing-masing. Sebelum bel masuk berbunyi, mereka semua tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kelas. Hingga, guru yang sudah ditugaskan sebagai panitia, memasuki ruang kelas sesuai dengan jadwalnya. Dan, bel masuk pun berbunyi, membuat perasaan para murid semakin berkecamuk."Semoga kita
*** "Lo mau bicara apa?" tanya Devan setelah ia tiba di sebuah cafe, tempat tongkrongannya bersama dengan Nabil dan anak SMA Rajawali dahulu. Namun, saat ini Devan sudah tidak pernah lagi mengunjungi cafe tersebut, karena statusnya yang bukan lagi menjadi murid SMA Rajawali, dan alasan lain ialah menjadi jodoh Senja. Nabil hanya tersenyum miring, sembari mengangkat kedua kakinya di atas meja kayu berbentuk bundar. Devan mengeraskan rahangnya, dan berdiri dengan sedikit pukulan pada meja tersebut. "Gue nggak mau buang waktu, hanya untuk melihat cowok berandalan kaya lo di sini!" serunya. Lantas, Devan pun berbalik. "Lo yakin mau pergi, sebelum mendengarkan perkataan gue?" Suara itu menembus gendang telinga Devan, membuat langkahnya terhenti. "Apa yang lo mau, Nabil!" teriak Devan mendekatinya, lalu menarik kerah seragam Nabil. Sehingga, keduanya saling berhadapan. "Gue jelas mau jodoh lo, dan lo tahu itu. Jadi, batalkan per
***Hari berlalu begitu cepat, bahkan masa-masa ujian kenaikan kelas telah usai. Kini, ruang kelas telah berbeda dari sebelumnya. Senja, Aura, Devan telah berhasil mendapatkan nilai tinggi, untuk memasuki ruang kelas dua belas IPA 1 sementara Langit dan Neysa memasuki ruang kelas dua belas IPA 2.Suasana berbeda di dalam ruang kelas itu, karena saat ini mereka sudah menjadi seorang Kakak tingkat, bagi adik-adik kelas dan murid baru di SMA Nusa Bangsa. Jabatan sebagai ketua OSIS telah didapatkan oleh Devan, sedangkan Langit menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Keduanya saling bekerja sama, untuk melaksanakan orientasi.Di hari ini, semua murid baru sudah mempersiapkan diri di lapangan upacara. Dengan berbagai peralatan, yang telah ditentukan dari para anggota OSIS. Devan, selaku ketua OSIS pun berbicara di hadapan para murid baru, untuk menjelaskan beberapa peraturan selama masa orientasi. Para murid perempuan terperangah, memandang ketampanan dari wajah Devan yang